Perceraian Meningkat Jadikan Syariat Sebagai Solusi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Perceraian Meningkat Jadikan Syariat Sebagai Solusi

 Ratna Handaya

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Kita sering mendengar bahwa perbedaan pendapat atau pertengkaran suami istri adalah hal wajar dalam pernikahan, bahkan sebagian orang menyebutnya ‘bumbu’ dalam pernikahan. Jadi, kalau sama sekali tidak ada pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga, justru tidak seru. Namun, pada faktanya, tidak jarang juga kita temui perbedaan pendapat memicu pertengkaran dan akhirnya terjadi keretakan hubungan suami istri bahkan berujung pada perceraian.

Seperti di lansir Metro Jambi- Pengadilan Agama (PA) Muara Bungo mencatat, ada ratusan ibu rumah tangga yang menggugat cerai suaminya selama Januari hingga April, tahun 2023. Data dari Pengadilan Agama, untuk angka perceraian di Kabupaten Bungo sebanyak 138 kasus, dengan penyebabnya didominasi pertengkaran terus menerus dalam keluarga. (metrojambi.com, 24/5/2023)

Selain itu Pengadilan Agama (PA) Kuala Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Jambi telah memutus 409 permohonan cerai selama 2022. Dari jumlah itu angka cerai talak lebih banyak ketimbang cerai gugat. Ilyas pun membeberkan alasan perceraian di daerahnya. Ada karena perselisihan, perkelahian berkelanjutan dan sejenisnya. (detik.com, 23/5/2023).

Pertengkaran atau perselisihan seseorang dengan orang lain biasanya diawali oleh perbedaan pendapat di antara keduanya. Demikian halnya yang terjadi pada pasangan suami istri, terlebih pada awal pernikahan, perbedaan pendapat ini kerap terjadi. Wajar saja sebenarnya, sebab pernikahan adalah proses menyatukan dua anak manusia yang bisa jadi memiliki pemikiran yang tidak sama, cara memandang terhadap sesuatu berbeda, bahkan kebiasaan pun bisa berbeda. Alhasil, tidak aneh jika kadang dibuat kaget oleh tingkah pasangannya dan kadang-kadang masalah yang remeh bisa menjadi besar.

Kita yang sudah menikah pun sesungguhnya mengalami bahwa usia pernikahan tidak menjamin bahwa perselisihan hanya terjadi di awal pernikahan. Sepanjang usia pernikahan, perselisihan dengan pasangan kadang masih terjadi, perbedaan pendapat masih mungkin terjadi. Hanya saja, sering kali makin lama usia pernikahan, masing-masing pasangan sudah lebih saling memahami dan mengenal sehingga penyelesaiannya lebih mudah. Masing-masing pasangan sudah lebih bisa mengendalikan emosi saat mengemukakan pendapat sehingga perselisihan tidak berkepanjangan.

Di sinilah Islam datang memberikan petunjuk dan tuntunan kepada umat Islam–dengan Rasulullah sebagai contoh terbaik–sehingga tidak berujung pada pertengkaran.

Menjadikan syariat Islam sebagai pijakan

Sebagai keluarga muslim, sudah seharusnya menjadikan akidah Islam dan syariatnya sebagai panduan dan solusi terhadap seluruh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Halal/haram dijadikan landasan dalam berbuat, bukan hawa nafsu. Di sinilah pentingnya anggota keluarga untuk menguatkan pemahaman tentang syariat Islam dan berupaya semaksimal mungkin menjalankannya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Ketika syariat Islam menjadi pijakan dalam berkeluarga, saat ada perbedaan pendapat, kita bisa meminimalkan terjadinya perselisihan atau pertengkaran dengan pasangan. Karena ada syariat Islam yang dijadikan pijakan dan pegangan, aturan yang sempurna dan baku, tidak lekang oleh waktu. Selama syariat Islam menjadi pijakan, ketika keluarga menghadapi masalah, maka keberkahan dan ketenteraman akan senantiasa tercurah bagi keluarga kita.

Perbedaan pendapat dan argumen dalam keluarga tidak selalu berarti buruk. Malah, kadang-kadang ini merupakan kesempatan bagi kita dan pasangan untuk saling belajar menghargai pendapat orang lain. Kita akan makin paham satu sama lain, saling menerima pasangan, dan menjadi pelajaran baru. Sesungguhnya, berbeda pendapat dengan pasangan tidak selalu tentang siapa yang kalah dan siapa yang menang. Yang terpenting adalah mencari solusi atau jalan keluar bagi permasalahan yang keluarga kita hadap

Jika berkaitan dengan hukum syarak, kita harus mengembalikannya kepada dalil dan tidak boleh memperdebatkannya. Jika berkaitan dengan pemikiran, kita mengembalikannya pada pendapat yang benar. Sedangkan untuk perkara teknis ataupun perkara yang secara teknis diperbolehkan, kita bisa mengambil dari suara terbanyak.

Wallahu a’lam bishshawwab

 

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *