Penanganan Haji yang Tak Kunjung Bertaji

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Penanganan Haji yang Tak Kunjung Bertaji

 

Oleh Emmy Harti Haryuni

Kontributor Suara Inqilabi

 

Senyum sumringah dan raut haru penuh kebahagian menghiasi wajah jamaah haji yang tiba di berbagai bandara negeri ini. Sujud syukur di landasan bandara pun dilakukan beberapa jamaah haji saat menapakkan kakinya di tanah air. Selamat datang jamaah haji 2023 dan selamat kembali ke pelukan keluarga semoga menjadi haji mabrur, dan kalimat ucapan semisalnya banyak terpampang di bandara dan jalan-jalan utama untuk menyambut kedatangan jamaah haji.

Para jamaah merasa bersyukur tiada tara karena mereka akhirnya berhasil mewujudkan impian indahnya untuk menyempurnakan rukun Islam kelima dan bisa kembali ke tanah air dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun. Bisa menunaikan ibadah haji adalah dambaan seorang muslim di seluruh penjuru dunia ini baik pria maupun wanita, kaya miskin, tua muda, siapapun seorang yang telah beriman pasti di dalam lubuk hati terdalamnya sebelum nyawa terlepas dari jasad berharap bisa menginjakkan kakinya di tanah suci Mekkah Madinah melihat Kabah secara langsung.

Pemandangan raut wajah bahagia jamaah haji bisa dilihat setiap hari sejak kedatangannya tanggal 4 Juli hingga 3 Agustus 2023 di semua embarkasi negeri ini. Namun siapa sangka di balik senyum sumringah jamaah haji ada semburat kisah kurang menyenangkan beberapa jamaah haji akibat abai dan kurang baiknya pelayanan yang dilakukan para pemegang amanah penanganan haji.

Di berbagai media massa dan elektronik santer diberitakan jamaah haji asal Indonesia mengeluhkan jatah makanan yang beberapa kali telat diterima jamaah, menu makanan yang “seadanya”, dan kejadian kelompok jamaah yang terlantar hingga tujuh jam tanpa makan dan minum karena keterlambatan bus antar/jemput.

Keluhan jamaah haji itu muncul saat melakukan ritual puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Pemerintah pun diminta mengevaluasi operator penyedia konsumsi, akomodasi, dan transportasi bagi jamaah haji asal Indonesia. (BBC.com, 1 Juli 2023)

Seorang jamaah Indonesia menuturkan ketersediaan tenda yang tidak mencukupi membuat jamaah terpaksa istirahat beralaskan karpet di luar, meski panas sangat terik melebihi 40 derajat pada siang harinya. Permasalahan lain adalah makanan hingga pasokan air, termasuk untuk di toilet, kran kamar mandi yang mampet, dan sebagainya.

Baik Buruknya Penanganan Haji Menunjukkan Wibawa Negara

Penyelenggaraan haji bukanlah hal baru. Setiap tahunnya warga Indonesia berbondong-bondong melaksanakan ibadah ini. Sudah seharusnya negara memberikan pelayanan yang maksimal. Karena pengalaman yang sudah mumpuni. Namun nyatanya masih saja ada kondisi-kondisi lalai yang membuat para jamaah terlantar.

Menengok masa kekhilafahan Islam. Terkait pengelolaan haji, para Khalifah sepeninggal Rasulullah SAW menempuh cara yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul SAW, yaitu mengangkat Amirul Hajj dan menjadikan haji layaknya Muktamar Islam Akbar. Begitu pun hingga masa Khilafah Ustmani, dimana saat itu belum ada sarana transportasi yang cepat dan nyaman. Sejarawan Islam KH. Hafidz Abdurrahman menuliskan, Persiapan sarana haji telah dimulai tiga bulan sebelum musim haji di masa Khalifah Sultan ‘Utsmani.

Lajnah Khusus, dengan kedudukan tinggi, yang berhubungan langsung dengan as-Shadr al-A’dham (semacam kepala pemerintahan) telah diberi tugas memonitor dan memperhatikan semua urusan rombongan haji di wilayah-wilayah kekhilafahan Islam, serta menginstruksikan kepada wali di wilayah masing-masing untuk memenuhi kebutuhan rombongan, memastikan keamanan dan keselamatannya, serta menyiapkan seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Kemudian Wali di wilayah tersebut akan mengangkat Amirul Haji dari figur-figur yang dikenal mampu (berkompeten) dan bertakwa.

Setelah itu, baru Amirul Haji mulai memilih pembantu dan orang-orangnya, seperti Qadhi, Panglima Detasemen yang menjaga keamanan, Amin Shurrah, Kepala Penulis [Basy Katib], Rais Mirah wa Tamwin, Penanggungjawab Rombongan [Hamladar], sebagai penanggungjawab juru masak dan pekerja, Penanggungjawab Bayariq wa Thabul (bendera dan genderang) yang disebut Bairqadar, Pembawa bendera, yang disebut Bairqaji. Khilafah ‘Utsmani ketika itu menanggung seluruh biaya haji.

Amir Haji yang ditunjuk Khalifah ini dipersiapkan untuk berangkat dengan rombongan haji, mengatur seluruh perjalanan demi menjamin keamanan dan kenyamanan para jamaah haji, serta mengurus mereka dengan sebaik-baiknya. Tiap penanggungjawab dari masing-masing tugas mempunyai banyak pembantu dan staf, semuanya dipersiapkan untuk menjamin kenyamanan para jamaah haji.

Sementara itu, para tentara berjaga dan menjaga keamanan dan keselamatan mereka memastikan tidak ada jama’ah yang terlantar, kelaparan, dan hilang. Hingga menyiapkan segala keperluan untuk menyambut mereka dengan upacara besar penyambutan kedatangan jamaah haji. Khalifah memberikan perhatian yang lebih dan besar dalam penanganan haji mengingat betapa agung dan mulianya aktifitas ini.

Wallahu’alam bishshawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *