Pemurtadan Sistemik Cermin Negara Gagal Menjaga Akidah Umat, Islam Punya Solusinya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Ummu Farizahrie (Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Literasi)

 

Kasus pemurtadan kembali terulang, kali ini disinyalir terjadi di Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara. Ajakan untuk murtad (keluar dari agama Islam) ini dialami oleh seorang muslimah bernama Nurhabibah br. Brutu. Bermula dari perkenalannya melalui media sosial dengan seorang laki-laki berinisial J yang kemudian menjanjikan pekerjaan untuk korban. Pada akhirnya Nurhabibah br. Brutu ini di tipu daya oleh J, bukannya mendapat pekerjaan dia malah dinikahi dan dipaksa untuk murtad serta dikurung dalam rumah J serta tidak diizinkan bertemu dengan keluarganya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara melalui Ketua Bidang Dakwahnya M. Hatta mengungkapkan ada dua faktor yang menyebabkan sejumlah warga Kabupaten Langkat yang memilih keluar dari Islam. Pertama, faktor eksternal yaitu banyaknya kelompok tertentu yang secara masif mengajak untuk keluar dari agama Islam dengan dijanjikan pekerjaan dan uang. Kedua, faktor internal yaitu lemahnya iman seorang muslim sehingga mudah diajak untuk berpindah agama (murtad). (detiknews, 15 Mei 2022)

Aksi pemurtadan secara sistematis ini bukan baru sekali terjadi, sudah banyak korban dari berbagai daerah di Indonesia yang didatangi oleh para misionaris terselubung. Mereka tidak secara terang-terangan mengajak berpindah agama, tetapi membujuk dengan cara menawarkan pekerjaan, memberi uang, sembako, memberikan trauma healing pada korban bencana dan sebagainya.

Bahkan banyak pula para lelaki misionaris yang menjalin hubungan dengan muslimah dan kemudian dijanjikan si pria akan menjadi mualaf dan menikah secara Islam. Atau mereka menghamili seorang wanita muslim yang kemudian mau tak mau dinikahi pria kafir ini dan kemudian murtad, nauzubillah.

Indonesia adalah negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Tetapi negeri ini sedari dulu menjadi sasaran orang-orang kafir untuk aktivitas pemurtadan. Bermula dari datangnya orang-orang Portugis ke Indonesia di abad ke-17 dengan semboyan mereka gold, glory dan gospel. Mereka datang bukan hanya mencari rempah-rempah tetapi di sisi lain turut menjalankan misinya menyebarkan agama Kristen ke negeri ini.

Bahkan hingga kini mereka kerap menyasar orang-orang yang lemah secara ekonomi di desa-desa dan daerah-daerah terpencil. Mereka datang dengan ramah tamah kemudian memberikan bantuan berupa uang dan sembako. Sedemikian lemahnya iman mereka hingga hanya dengan sekotak mie instan mereka rela mengganti agamanya.

Banyaknya jumlah orang Indonesia yang murtad sudah menjadi persoalan sistemik. Hal ini tidak bisa dipandang hanya dari sisi kelemahan iman dan banyaknya jumlah misionaris di negeri ini. Berdasarkan catatan MUI tahun 2016 sebanyak dua juta muslim murtad setiap tahunnya. Lantas apa yang menjadi penyebabnya?

Pertama, Indonesia menganut sistem sekuler liberal. Sistem ini menyampakkan urusan agama dari kehidupan dan meniscayakan kebebasan bagi setiap penduduknya untuk berbuat sesuai hawa nafsunya tanpa mempedulikan aturan agama sedikitpun.

Kedua, negeri sekuler tentu saja tidak memperhatikan urusan akidah rakyatnya karena hal tersebut dianggap wilayah pribadi yang tidak perlu dicampuri. Sehingga siapapun bebas untuk mengganti agamanya dan hal ini dijamin oleh UU. Oleh sebab itu negara merasa tidak perlu memiliki produk hukum yang akan memberi sanksi bagi rakyatnya yang murtad atau yang mengajak keluar dari Islam.

Ketiga, kapitalisme yang menjadi induk dari sekulerisme dan liberalisme telah merusak umat manusia dari segala sisi, termasuk di dalamnya faktor ekonomi. Kekayaan alam negeri hanya bisa dinikmati segelintir orang yang bermodal besar berjuluk Crazy Rich ataupun Sultan. Sementara banyak rakyat merana bahkan untuk sekedar memenuhi isi perut mereka. Kapitalisme pun menjadi penyebab tingginya harga bahan-bahan kebutuhan pokok rakyat.

Keempat, setelah miskin di tambah lemah iman, tentu saja mereka lebih memilih memenuhi kebutuhan perutnya terlebih dahulu dibanding mempertahankan akidahnya. Bagi mereka tidak masalah murtad asalkan tidak kelaparan.

Kelima, tidak adanya pendidikan yang mengokohkan akidah umat. Terbukti munculnya ide moderasi beragama yang bertujuan untuk pendangkalan akidah serta pelemahan sistematis terhadap ulama dan lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren.

Demikianlah watak asli ideologi kapitalisme yang sendinya adalah demokrasi yang menjamin kebebasan warga negaranya. Negara abai dalam urusan akidah umat serta gagal dalam menjaga agama rakyatnya.

Dalam Islam murtad (riddah) hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Seorang muslim yang murtad maka akan memikul konsekuensi yaitu terputusnya hak waris. Dia tidak berhak menerima harta waris dari orang tua, anak serta saudaranya juga tidak boleh memberikan harta waris kepada mereka. Selain itu semua amalnya selama menjadi muslim terhapus dan menjadi sia-sia.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 217 yang artinya: “…Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Islam juga dengan tegas memberikan sanksi buat orang muslim yang murtad yaitu hukuman mati. Seperti sabda Rasulullah saw.: “Siapa saja yang mengganti agamanya (keluar dari Islam), bunuhlah dia.” (HR.Bukhari dan An-Nasa’i)

Namun begitu orang yang murtad tidak serta-merta dijatuhi hukuman mati. Mereka diberi kesempatan untuk bertobat dalam waktu tiga hari, selama waktu tersebut murtadin ini akan terus didakwahi agar kembali ke pangkuan Islam. Jika mereka bertobat maka tobatnya akan diterima tetapi jika dia memilih untuk tetap murtad maka akan dihukum mati.

Akan tetapi sanksi ini hanya bisa diterapkan jika Islam dijadikan sebagai aturan hidup yang menyeluruh. Hukuman akan diputuskan oleh Qadhi yang ditunjuk oleh seorang Khalifah dalam bingkai Daulah Khilafah.

Karena fungsi negara dalam Islam salah satunya adalah hifdzuddiin (menjaga agama). Sehingga seorang Khalifah tidak akan membiarkan umat Islam masuk kepada kebatilan dengan melakukan riddah (murtad).

Sekalipun Islam melarang untuk memaksa masuk ke dalam Islam, tetapi bukan berarti membiarkan umat keluar dari Islam, namun semata-mata tidak boleh memaksa orang kafir untuk memeluk Islam.

Adapun negara Islam berkewajiban menjaga akidah umat dengan dakwah dan pendidikan berbasis Islam sehingga menghasilkan individu muslim yang kokoh imannya dan bertakwa kepada Allah Swt. Selain itu negara akan mengelola kekayaan alamnya secara mandiri untuk kesejahteraan umat sehingga tidak ada rakyat miskin yang menjadi sasaran empuk pemurtadan.

WalLahu a’lam bi ash shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *