Paceklik di Setiap Musim, Apakah Salah Sistem?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Lafifah (Ibu Rumah Tangga dan Pembelajar Islam Kaffah)

 

Indonesia ini negeri yang sangat subur, surga duniawi yang menjadi rebutan negara-negara lain. Lantunan syair pun benar adanya” Tongkat Dan Kayu Jadi Tanaman.”

 

Namun, Pertiwi kini tidak demikian adanya. Kekeringan selalu terjadi ketika di musim kemarau, musim hujan selalu terjadi banjir. Dan yang tidak habis pikir di musim hujan pun ada sawah yang tidak terairi oleh air mengapa?

 

Seperti dilansir Balebandung.com , Ratusan petani di Desa Linggar dan Desa Sukamulya, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung mengaku kebingungan untuk mengairi sawah mereka meskipun di musim hujan. Selama ini ratusan petani di Desa Linggar dan Sukamulya hanya mengandalkan air hujan, karena irigasi untuk sawah mereka malah tertutup oleh proyek pelebaran Sungai Taraju dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum. Terlebih jika di musim kemarau, Sungai Taraju yang dulunya mengairi sawah mereka, kini kondisinya kering tanpa aliran air sama sekali.

 

“Kalau tidak ada air hujan, kami tidak bisa menanam padi. Lebih bingung lagi kalau tidak turun hujan di musim hujan, kami tidak bisa mengairi sawah sama sekali karena saluran irigasi untuk sawah kami ditutup,” ungkap Andri Setiawan (39), salah seorang petani di Desa Linggar kepada Balebandung.com, Senin (25/1/21).

Dahulu Rancaekek terkenal dengan limpahan air serta sumber makanan yang di hasilkan dari air yang melimpah. Ikan nya yang terkenal bagus-bagus, sawah yang subur, perkebunan yang elok.

 

Namun kini tidak lagi demikian, Air yang ada sudah tidak layak lagi untuk di jadikan pengairan untuk petani karena sudah bercampur limbah industri. Dan sering terjadi banjir. Bahkan sungai yang tujuan nya untuk mengatasi banjir malah justru menjadikan pengairan untuk irigasi pertanian tidak berfungsi.

Irigasi merupakan salah satu faktor yang amat menentukan sukses nya pertanian sebab tanpa pengairan yang cukup, sebagian besar tanaman yang menjadi komoditas pertanian tidak akan tumbuh subur dan siap di panen.  Inilah yang menjadi alasan mengapa dahulu, salah satu butir dalam politik etis Belanda adalah irigasi, sebab Indonesia sebagai negara agraris begitu membutuhkan irigasi yang cukup untuk menunjang pertanian.

 

Irigasi memegang peran sangat penting, sebab tanaman yang membutuhkan pengairan cukup tidak hanya membutuhkan suplay air pada awal penanaman atau masa-masa tertentu saja akan tetapi pada seluruh periode.

 

Melihat dari betapa penting nya irigasi ini untuk petani bahkan untuk kebutuhan hajat orang banyak. Maka seharusnya pemerintah lebih mengedepankan hajat orang banyak tersebut. Tetapi alih-alih demikian yang ada sebenarnya pembangunan sungai baru bisa menjadi salah letak. Karena di fungsikan hanya untuk mengurangi banjir akibat industri yang salah tata letak juga. Seharusnya lahan yang diatas nya di bangun sebuah industri menjadi serapan air. Bukan dibiarkan berdiri megah bangunan-bangunan yang kemanfaatan nya hanya untuk individu atau infestor pemilik modal.

Inilah sistem demokrasi kapitalisme, aturan yang lahir dari kejeniusan akal manusia, yang hanya memberikan kebebasan bagi individu untuk meraup sebanyak-banyaknya keuntungan materi tanpa melihat dampak buruk yang akan di timbulkan nya.

 

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem pengelolaan air, peradaban Islam telah memberi inspirasi. Manajemen sistem irigasi sebagai sumber kehidupan, air begitu penting bagi umat manusia. Tanpa air, kehidupan tak pernah ada di muka bumi ini.

 

Kekhilafahan Islam berupaya mengelola dan mengatur distribusi secara adil. Untuk mengatur dan mengelola tata distribusi air baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian, diatur melalui manajemen sistem irigasi yang profesional.

 

Menurut Ahmad Y Hassan dan Donald R Hill, manajemen sistem irigasi yang besar di era keemasan Islam melibatkan berbagai instansi dan lembaga. Sistem irigasi diawasi administrator departemen tenaga kerja, rekayasawan hodrolika, petugas inspeksi, buruh dan tenaga kerja terlatih. Sebuah tim kerja yang harus benar-benar terkoordinasi dengan baik.

 

Alokasi air untuk para petani dilakukan dengan dua cara:

Cara pertama, berdasarkan waktu. Saluran berasal dari kanal menuju  ladang-ladang di tutup dengan tanah yang padat. Ketika tiba giliran untuk mendapatkan air, bendungan kecil itu di buka dan air dibiarkan mengalir ke tanah yang sedang mendapatkan giliran. Setelah waktunya habis, saluran ditutup kembali.

 

Alternatif ke dua, dengan menutup lubang dengan diameter tertentu. Dengan demikian air tetap tersedia secara kontinue tetapi bervariasi dalam kecepatan sesuai laju aliran dari kanal yang mengalirnya. Mengelola dan mengawasi distribusi memang cukup berat sampai-sampai otoritas sistem irigasi memiliki petugas sebanyak 1000 orang.

 

Begitulah, tata kelola air secara profesional dan adil. Sehingga, semua petani dan masyarakat mendapatkan air secara sama.

Wallahu a’alam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *