Menakar Buah Kesetaraan Gender

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ade Farkah (Anggota Muslimah Peduli Umat)

Sekertaris Dinas Ketahanan Pangan kabupaten Indramayu, ibu Hj. Tati Rahmawati dalam kabarcirebon.com pada 23 Juni 2020 yang lalu mengungkapkan harapannya kepada semua pihak untuk turut serta membangun kemajuan daerah.

Lebih jauh beliau menyampaikan bahwa kesetaraan gender mampu meningkatkan kemajuan Indramayu. Hal tersebut tampak pada banyaknya kaum ibu yang menduduki jabatan sebagai anggota DPR dan jabatan publik lainnya. Dengan begitu, visi Indramayu “Remaja” (Relijius, Maju, Mandiri dan Sejahtera) dapat tercapai, pungkasnya. Benarkah demikian?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengukur tingkat keberhasilan dalam pencapaian visi yang dapat dilihat dari data berikut: pertama, Indramayu menempati posisi tertinggi dalam pengiriman tenaga kerja keluar negeri yakni sebesar 17.658 (republika.co.id, 30/8/19).

Kedua, kasus perceraian di kabupaten Indramayu mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2019 sebanyak 9.822 kasus yang sebelumnya 8.681 kasus. Kasus yang diajukan oleh pihak istri sebanyak 6.048 kasus.

Sisanya kasus talak yang diajukan oleh pihak suami. Dari jumlah tersebut, sebagian besar kasus didominasi oleh masalah ekonomi akibat istri bekerja (sebagai TKI) sebagaimana dikutip dari laman ayocirebon.com, 21/01/20.

Ketiga, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang dirilis pada Desember 2017 diantaranya pada tahun 2016 jumlah balita terlantar sebanyak 3.817, jumlah anak terlantar sebanyak 13.940, jumlah anak jalanan sebanyak 77, jumlah tuna susila sebanyak 1. 361, jumlah perempuan rawan sosial ekonomi sebanyak 23.342, jumlah keluarga bermasalah sebanyak 7.297. Angka-angka tersebut masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Jawa Barat.

Jika kita cermati dari fakta diatas, bahwa isu kesetaraan gender bukanlah solusi untuk mencapai visi Indramayu “Remaja”. Bahkan sebaliknya, justru kesetaraan gender adalah masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.

Betapa kerusakan tatanan masyarakat yang terjadi saat ini, salah satu sebabnya adalah bersumber dari ide kesetaraan gender yang terus menerus digaungkan oleh pengusung feminisme. Kesetaraan gender telah mengeluarkan perempuan dari fitrahnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ide yang sebenarnya melawan fitrah. Berbalut iming-iming materi.

Perempuan dengan fitrah kelembutan dan kehalusannya, malah dipaksakan untuk memikul beban yang berat, seperti mencari nafkah. Bahkan lebih dari itu, perempuan dipaksakan untuk memikul tanggung jawab dalam masalah-masalah berat seperti posisi sebagai kepala daerah, dll.

Dalam hal ini, Rasulullah Saw. memberikan perumpamaan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah akal karena persaksiannya merupakan setengah dari persaksian laki-laki. Perempuan cenderung didominasi oleh perasaan dan daya ingatnya terkadang lemah dibandingkan dengan laki-laki.

Perempuan disebut lemah agamanya karena ketika dalam kondisi haid dan nifas, perempuan terhalang dari melakukan ibadah shalat, puasa dan ibadah lain yang mengharuskan dalam keadaan suci. Namun demikian, kelemahan perempuan bukan berarti lebih rendah dari laki-laki. Justru kelemahan tersebut pun merupakan anugerah dan bentuk rahmat Allah Swt. untuk perempuan.

Dalam Alquran surat An Nisa ayat 97 dan Ali Imran ayat 195, dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hal menerima ganjaran atas amal yang telah dilakukan. Sehingga, baik laki-laki maupun perempuan tidaklah lebih unggul antara satu dan lainnya, melainkan karena ketakwaannya.

Sesungguhnya Islam, telah menempatkan posisi laki-laki dan perempuan sesuai fitrahnya. Jika saat ini berhembus ide kesetaraan gender, semata dimunculkan oleh sistem. Kehidupan disetir oleh aturan sekuler. Inilah pembuka pintu bagi ide-ide rusak untuk datang. Dan sejatinya malah menjauhkan Indramayu dari visi mulianya. Karena sekulerisme senantiasa meminggirkan nilai-nilai agama dari sendi kehidupan masyarakat. Religius sulit tergapai.

Islam pun tidak menghalangi perempuan untuk berkiprah di kancah publik. Misalnya memberikan suara untuk menyampaikan aspirasinya seperti yang terjadi pada zaman kekhalifahan Umar Bin Khattab ra.

Islam mempersilahkan perempuan untuk berkarir dalam bidang pendidikan dan kesehatan, karena sejatinya profesi tersebut lebih dekat dengan fitrahnya. Perempuan boleh bekerja, berdagang dan lainnya, dengan catatan tidak melalaikan tugas utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

Sehingga, keutuhan tumah tangga akan terjaga. Pendidikan dan pengasuhan anak akan terjamin. Dan fungsi laki-laki sebagai qawam (pemimpin) rumah tangga akan tegak.

Kesetaraan gender akan menjadi jangkar dalam mewujudkan visi Indramayu. Jika ingin bergerak dan maju, caranya adalah dengan mengembalikan wanita kepada fitrahnya. Mengelola segala aspek kehidupan, sesuai aturan Allah Swt.

Gagasan ini bukan utopis, karena Rasulullah Saw pernah mencontohkan langsung. Martabat perempuan terangkat. Kehormatan dan kemuliaannya melahirkan generasi gemilang. Hal ini berlaku untuk seluruh daerah, selagi syariat Islam tegak sempurna didalamnya. Tak terkecuali Indramayu. “Remaja” hanya dengan kembali pada wahyu. [] Waallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *