Maraknya Malin Kundang di Negeri Kapitalis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Meina Yi

 

“Seorang Ibu mampu merawat 10 anak, namun 10 anak belum tentu dapat merawat seorang Ibu ketika beliau beranjak tua.”, setidaknya kutipan ini ada benarnya di masa sekarang.

 

Baru-baru ini banyak berita di media maya mengenai kisah pilu anak yang membuang orangtuanya sendiri. Dilansir dari VIVA.co.id, 31 Oktober 2021, seorang Ibu bernama Trimah, 65 tahun, warga Magelang, Jawa Tengah, dititipkan ke sebuah panti jompo, Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang, Jawa Timur. Dalam wawancara dengan tvOne, Minggu 31 Oktober 2021, ia mengatakan alasan dia dititipkan ke panti jompo adalah karena anak-anaknya tidak mampu membiayai orangtua.

Adalagi berita lainnya dimuat di serambinews.com, Banda Aceh yang menyebutkan bahwa seorang pria lansia akhirnya meninggal di Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh pada Jum’at, 3 April 2020, diduga ia dibuang oleh anak-anaknya. Koordinator TKSK Dinsos Aceh, Misra Yana mengatakan, selain pengakuan langsung dari pria lansia itu yang menyebutkan dia dibuang oleh anak-anaknya juga ada warga yang mengungkapkan sempat melihat dua pengendara sepeda motor yang diduga membawa pria lansia itu sehari sebelum ditemukan. Masih banyak lagi berita yang berseliweran di dunia maya yang menceritakan kisah serupa, yaitu anak yang menelantarkan orangtuanya.

 

Kenapa Demikian?

Melihat berbagai alasan yang dikemukakan oleh orangtua yang mengaku ditelantarkan anak-anaknya, semua berawal dari ketidakmampuan dan kemiskinan. Angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun memang selalu meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Jika dibandingkan pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin naik 1,12 juta orang. (kompas.com, 13/9/2021).

Terlebih di masa pandemi ini, banyak terjadi PHK dimana-mana, bukan hanya karyawan namun juga pengusaha pun terkena dampaknya. Angka pengangguran meningkat, sementara kebutuhan pokok sehari-hari harus tetap terpenuhi. Pemerintah yang telat menangani pandemi sudah mendzalimi rakyat yang seharusnya diayomi dan difasilitasi. Mirisnya, dikala rakyat mengalami penderitaan, harta para pejabat di masa pandemi malah bertambah. Diungkapkan oleh Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, jumlah pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan mencapai 70,3 persen.

Inilah kondisi yang terjadi saat ini dimana sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi rujukan negara kita. Yang miskin bertambah miskin dan yang bertambah kaya hanyalah yang berkuasa dan pemilik modal. Masyarakat mengalami kesulitan bukan hanya dalam mencari pekerjaan bahkan sampai ke masalah pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, dan papan. Berbagai program yang dijalankan pemerintah hanya bersifat sementara, berbatas waktu, dan bukan merupakan solusi tuntas dalam mengatasi kemiskinan global.

 

Kemiskinan Menjadi Dasar Permasalahan Moral

Kemiskinan massal yang terjadi di masyarakat menyebabkan permasalahan moral. Himpitan ekonomi memaksa akal sehat kehilangan hati nurani. Banyak orang kehilangan fitrahnya dalam menyayangi orangtua, mereka dipaksa memilah milih antara keluarga inti (istri/suami dan anak) atau kedua orangtuanya. Maka kejadian viral anak membuang orangtuanya tak lagi bisa dihindari. Tak ada lagi moral anak berbakti yang memuliakan orangtuanya jika kesulitan ekonomi dan kerasnya tekanan hidup sudah menghampiri.

Dalam hal ini, tentusaja Pemeritah harus bertanggungjawab sepenuhnya. Pemerintah seharusnya menjadi pelindung dan perisai bagi rakyat. Namun kenyataannya, Pemerintah seperti berlepas diri dari tanggungjawab. Berbagai kebijakan dan program yang ada masih kurang efektif dalam upaya menurunkan jumlah penduduk miskin. Selain itu, korupsi di tengah pandemi pun masih kerap terjadi, sistem administrasi “sunat” untuk bantuan yang disalurkan, serta kendala transportasi ditambah rusaknya akhlak dan moral para pejabat tinggi pemerintah yang tidak amanah membuat negeri ini mustahil untuk terbebas dari belenggu kemiskinan. Kemiskinan ini yang akhirnya menjadi dasar terjadinya berbagai permasalahan moral. Sungguh bak telur dan ayam, yang tiada ujung solusi permasalahannya.

 

Belajar Dari Sejarah

Dalam mengatasi kemiskinan, sistem ekonomi Islam mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, baik harta yang bergerak maupun harta yang tidak bergerak, yang diambil dari Baitul Mal. Khalifah memenuhi kebutuhan mendesak dan kebutuhan jangka panjang bagi penerima subsidi pemerintah, membentuk sistem yang dapat memonitor pergerakan harta, kepemilikan harta negara, dan harta milik umum.

Dalam Islam kita mengenal zakat (baik fitrah ataupun mal). Zakat fitrah sebagai salahsatu rukun Islam mampu memberikan solusi nyata dalam mengatasai kemiskinan umat. Setiap orang yang memiliki harta yang telah mencapai nisab (batas minimal harta) dan haulnya (batas minimal waktu) diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya sebesar persentase yang telah diatur syariat. Zakat itu nanti harus didistribusikan kepada fakir miskin dan tujuh golongan lainnya seperti termaktub dalam al Qur’an surat at Taubah ayat 61. Dengan demikian tidak ada kesenjangan sosial antar si kaya dan si miskin, karena yang kaya memiliki kepedulian dan yang miskin akan merasa diayomi dengan santunan yang diberikan.

Di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra, pernah suatu ketika Madinah dilanda krisis dan masyarakat kelaparan. Saat itu Umar sebagai Khalifah bahkan rela hanya makan tepung dan sedikit minyak sampai tubuhnya kurus dan menguning, hal itu dilakukan dalam rangka menghemat dan memberikan jatah makannya kepada rakyat (Katsir,2012). Begitulah seharusnya pemimpin dalam hal ini negara wajib menjamin keutuhan dasar rakyatnya, apalagi disaat krisis terjadi. Hal inilah yang seharusnya dicontohkan negara kepada rakyatnya, bukan seperti para pemimpin di negeri Kapitalis sekarang yang malah memperkaya diri karena jabatan. Tidak mengherankan jika angka kemiskinan terus meningkat dan moral semakin bejat hingga melahirkan banyak Malin Kundang di negeri Kapitalis ini.

Setelah belajar dari sejarah, maka kembali kepada kehidupan Islam yang menerapkan sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah adalah satu-satunya jalan mewujudkan Islam rahmatan lil’alamin.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *