Lembaga Pengelola Investasi: Menggadai Independensi?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Hanan (Aktifis Muslimah)

 

Kini peluang untuk menanamkan investasi di Indonesia semakin mudah. Pasalnya telah dibentuk sebuah badan khusus yang akan menangani seputar investasi di Indonesia dengan nama Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA). Usai dilantik sebagai pucuk pimpinan lembaga ini, Ridha Wirakusumah berharap agar dapat tercipta sebuah iklim investasi yang akan memudahkan para investor masuk ke Indonesia dengan nyaman dan yakin (ekonomi.bisnis.com,16/2/2021). Selain itu juga disebutkan bahwa keberadaan lembaga pengelola investasi adalah untuk mencari modal dan bukanlah dana pinjaman.

Keberadaan lembaga pengelola investasi dipandang penting dalam menopang keberlangsungan proyek pembangunan berbiaya tinggi. Seperti halnya sektor infrastruktur seperti jalan tol yang selama ini menyerap biaya tinggi. Melalui keberadaan lembaga pengelola investasi, aset-aset yang dimiliki oleh BUMN dapat diambil alih (kontan.co.id,16/2/2021). Selain itu, para investor asing dapat lebih leluasa untuk menanamkan investasi mereka di Indonesia.  Proyek infrastruktur tentunya menjadi primadona dalam pengelolaan lembaga investasi ini.

Meski terkesan menguntungkan, tidak sedikit ekonom yang menyangsikan efektifitas lembaga pengelola investasi. Lembaga yang disebut juga dengan Sovereign Wealth Fund (SWF) ini dianggap dapat memunculkan risiko tinggi dalam pelaksanaannya. Ekonom senior Faisal Basri menyoroti keberadaan LPI yang dibentuk pemerintah Indonesia turut mengajak serta investor asing. Hal ini sangat berbeda dengan LPI yang dibentuk oleh banyak negara global dengan menggantungkan sumber dana mereka dari pendapatan negara (cnbcindonesia.com,12/10/2020).

Kredibilitas LPI juga dapat dipertanyakan terkait proses audit pendanaan. Diketahui dalam aktifitas audit, LPI akan menggunakan jasa auditor independen dan bukan melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (cnbcindonesia.com,12/10/2020) Perkara ini penting untuk mendapat perhatian mengingat dana yang akan diaudit adalah milik negara. Tentu tidak menutup kemungkinan adanya celah kepentingan lain untuk masuk, mengingat ketiadaan pengawasan yang langsung berasal dari instrumen negara seperti halnya BPK.

Keberadaan LPI sebagai insitusi yang menguntungkan ataukah tidak bergantung pada cara pandang ideologi. Dalam kacamata ideologi kapitalisme, sangatlah penting untuk mengadakan sebuah lembaga yang akan mengelola aset negara, meski faktanya mereka sedang menjual aset tersebut kepada para investor. Aset yang dimiliki oleh negara dilihat sebagai modal besar yang dapat digunakan untuk membiayai aktifitas pembangunan secara berkelanjutan. Semakin tinggi nilai aset yang dapat terjual maka diasumsikan semakin besar pula pemasukan yang diproleh negara. Alhasil, akan terjadi divestasi besar-besaran pada sektor BUMN demi mendapatkan pendanaan baru.

Adanya lembaga pengelola investasi merupakan turunan dari implementasi UU Cipta Kerja (Ciptaker). Selain poin seputar ketenagakerjaan, UU Ciptaker juga membahas tentang investasi yang dilakukan demi terwujudnya penguatan ekonomi. Kondisi ini nantinya juga diharapkan akan berimbas pada terbentuknya dukungan terhadap kebijakan strategis mengenai penciptaan lapangan kerja (kompas.com,7/10/2020). Sehingga terdapat sebuah sinergi antara terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat dengan adanya pengelolaan investasi, khususnya dengan pihak asing.

Mengandalkan pendanaan pembangunan dari investasi dapat membuka peluang penguasaan asing atas bangsa kita. Kondisi ini akan muncul mengingat keberadaan investor asing menjadi penentu keberlangsungan sebuah proyek. Investor asing juga akhirnya dapat memiliki posisi tawar yang memungkinkan mereka memberi tawaran dengan prasyarat. Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana bangsa ini harus merelakan PT Indosat dijual kepada investor asing akibat privatisasi BUMN pada tahun 2002. Tentu kita tidak akan membiarkan aset bangsa yang lain ikut tergadai.

Kebergantungan pada investor asing juga dapat membuka potensi ancaman kedaulatan bangsa. Bangsa ini menjadi tidak independen dalam menentukan sikap akibat adanya kepentingan asing yang harus “dihormati” jika ingin mereka tetap menanamkan investasinya. Tak menutup kemungkinan akan terjadi semacam penjajahan gaya baru melalui kebijakan yang lahir dari dikte negara investor. Kekuatan negara yang bersifat strategis seperti kekayaan alam sangat memungkinkan untuk beralih penguasaannya kepada asing. Jika sudah demikian, bagaimana cara bangsa ini menentukan nasibnya sendiri?

Lembaga Pengelola Investasi (LPI) kapitalistik hanya melanggengkan kepentingan korporasi. Pengurusan atas kehidupan masyarakat tidak menjadi prioritas bahkan menuai ancaman tergerusnya kedaulatan negara. Berbeda halnya dengan kapitalisme, Islam memiliki sebuah konsep yang jelas tentang bagaimana memenuhi pendanaan pembangunan. Mekanisme dalam Islam meliputi pengaturan keuangan yang berasal dari harta kepemilikan umum. Negara diberikan otoritas oleh syara’ untuk mengelola harta ini guna memenuhi pembiayaan pembangunan.

Syariat Islam sangat menjaga kedaulatan negara. Kebutuhan pembiayaan pembangunan dalam jumlah yang besar akan sangat memungkinkan untuk terpenuhi melalui pengelolaan kekayaan alam yang melimpah. Namun ketika pembiayaan tersebut tidak dapat tercukupi melalui pos kepemilikan umum, maka negara akan mengambil opsi berikutnya yakni menerapkan pajak atau dharibah bagi orang yang mampu. Atau terdapat alternatif pula bagi negara untuk meminjam kepada para individu yang berkecukupan atau aghniya. Sehingga tetap posisi negara akan independen dalam menentukan sikap karena tidak bertopang pada bantuan asing.

Islam menjadikan kedudukan hukum syara’ sebagai penentu kedaulatan dalam negara. Setiap kebijakan yang dibuat oleh seorang Khalifah tidak diperkenankan untuk menyimpang dari ketentuan syara’. Termasuk dalam perkara bagaimana memenuhi pembiayaan pembangunan. Investasi dengan menyertakan pihak asing dapat membuka peluang adanya ancaman kedaulatan atas negara. Sedangkan di dalam pandangan syara’ kedaulatan negara akan tetap terjaga dengan mekanisme pengelolaan harta yang khas. Inilah bagian solusi yang ditawarkan Islam dan terbukti mampu memunculkan kekuatan negara yang independen.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *