Lemahnya Penolakan, Pertanyakan Arah Pandang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Lemahnya Penolakan, Pertanyakan Arah Pandang

Oleh: Rut Sri Wahyuningsi

Institut Literasi dan Peradaban

 

Ketua PP Muhammadiyah sekaligus Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menyatakan menolak kedatangan utusan khusus Amerika Serikat untuk memajukan hak asasi manusia (HAM) LGBTQI+, Jesica Stren. Ini karena kedatangannya diartikan sebagai usaha untuk merusak nilai luhur budaya dan agama bangsa Indonesia. “Sehubungan dengan akan datangnya Jessica Stern  utusan Khusus Amerika Serikat untuk memajukan hak asasi manusia (HAM) LGBTQI+  tanggal 7-9 Desember ke Indonesia, maka MUI menyatakan  menolak dengan tegas kehadiran dari utusan khusus tersebut,” kata Anwar Abbas (Republika.co.id, 1/12/2022)

Abbas mengatakan sebagai bangsa yang beragama dan beradab memang punya ajaran untuk menghormati tamu. Tapi kita juga tidak bisa menerima tamu yang tujuannya datang untuk merusak dan  mengacak-acak  nilai-nilai luhur dari agama dan budaya bangsa.  Pun enam agama yang diakui di negeri ini tidak ada satupun yang mentolerir praktik LGBTQI+, sebab sangat berbahaya karena anti manusia dan kemanusiaan. Jika dibiarkan  akan  membuat umat manusia punah di muka Bumi.

Di tengah sikap ambigu banyak negara Eropa, Pengadilan Distrik Tokyo, justru memutuskan melarang pernikahan sesama jenis, hal ini dianggap konstitusional. Meski begitu, pengadilan distrik Tokyo mengatakan nihilnya sistem hukum perlindungan bagi keluarga pernikahan sesama jenis jug  melanggar hak asasi mereka (CNN Indonesia, 30/11/2022)

Hal itu dikatakan oleh Nobuhito Sawasaki, salah satu pengacara yang terlibat dalam kasus itu, pernikahan tetap hanya boleh dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Namun dalam situasi saat ini yang tanpa perlindungan hukum untuk keluarga sesama jenis tidak baik sehingga pengadilan menyarankan sesuatu harus dilakukan untuk mengatasi hal itu.

Putusan larangan pernikahan sesama jenis itu diambil sehari setelah Senat Amerika Serikat meloloskan undang-undang perlindungan pernikahan sesama jenis. Dalam konstitusinya, Jepang juga tidak mengizinkan pasangan sesama jenis mewarisi aset satu sama lain, seperti rumah bersama dan menolak hak orang tua sesama jenis atas anak-anak mereka.

Negara berikutnya yang menolak pernikahan sejenis adalah Rusia. Dewan Federasi, majelis tinggi parlemen Rusia  telah menyetujui RUU  yang memberlakukan larangan lengkap terhadap LGBTQ, pedofilia, dan ‘propaganda’ perubahan jenis kelamin masing-masing dalam buku, film, media, dan iklan.  RUU ini telah ditetapkan menjadi undang-undang setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menandatanganinya.  Akan ada Roskomnadzor, pengawas media Rusia, yang bertugas memantau konten media untuk propaganda ilegal dan memblokir materi ofensif yang tersedia di internal.

Undang-undang yang baru ditandatangani ini,  secara efektif merupakan tindak lanjut dari undang-undang tahun 2013 yang melarang penyebaran propaganda LGBTQ di antara anak-anak di bawah 18 tahun di negara tersebut. Dan kini berlaku secara universal untuk anak di bawah umur dan orang dewasa.

Lain lagi dengan pernyataan Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi, atau yang lebih dikenal dengan  Gus Fahrur, ia mengatakan, “Kehadiran utusan khusus pemerintah AS bidang pemenuhan hak LGBT boleh saja dilakukan, asal tidak melakukan kampanye LGBT di Indonesia,” Gus Fahrur meminta Jessica untuk memahami bahwa perilaku LGBT merupakan perilaku penyimpangan sosial yang tidak sesuai dengan norma, moral, etika, agama dan nilai bagi warga Indonesia. Pernyataan ini menunjukkan sikap yang lemah, sebagaimana negara kita tercinta ini yang tak bertajuk menolak secara tegas kehadiran Jesica Stren. Pertanyaannya, jika Jepang dan Rusia yang notabene bukan negara dengan mayoritas berpenduduk muslim mampu melakukan penolakan sedangkan Indonesia tidak.

Lemahnya Penolakan, Pertanyakan Arah Pandang

Pertanyaan berikutnya, mengapa tidak belajar dari Jepang dan Rusia  yang dengan tegas menetapkan perilaku menyimpang ini tertolak? UU mereka turut menegaskan terlarangnya baik perbuatan maupun pelakunya berada di negara itu. Inilah bukti bahwa Indonesia tidak memiliki ideologi yang jelas, negara kita tercinta ini hanyalah pengikut sejati ideologi yang dibawa oleh negara besar yang menguasainya.

Padahal telah tampak nyata dampak buruk ketika perilaku menyimpang ini dibiarkan. Kerusakan yang terjadi bukan saja munculnya banyak penyakit mematikan, namun juga interaksi sosial yang rusak, tak manusia bahkan cenderung lebih hina dari hewan. Pengaruh media sosial dalam mengkampanyekan turut memperburuk suasana. Akal sehat tak lagi jadi pertimbangan.

Hanya negara yang mampu mengusir ide-ide sesat kaum sodom modern ini. Sebab demikianlah disebutkan fungsi dari negara, terlebih dalam pandangan Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Inilah musuh sejati dalam pembangunan peradaban cemerlang, bukan framing radikal radikal, intoleran sehingga butuh adanya moderasi beragama, bukan pula radikalisme sehingga perlu penguatan profil pelajar pancasila dan lainnya. Ide sekulerisme atas pengaturan urusan pemenuhan seluruh kebutuhan dasar rakyat inilah pangkal persoalannya. Membuat setiap kebijakan penguasa melenceng jauh dari yang seharusnya.

Bak kerbau dicocok hidung tak punya kuasa menentukan kedaulatan sendiri, hingga setiap tindakan berada persis di bawah kendali kafir, adakah harapan kepada calon-calon pemimpin yang hari ini sedang sibuk kontestasi dan kampanye? Jelas tidak, sebab tak ada pernyataan secara dhahir mereka akan membuang sistem rusak ini, semua mengikuti arus keumuman Indonesia bakal lebih baik dengan hanya memiliki pemimpin baru.

Jeratan kapitalisme kian erat, mereka benar-benar tak kehabisan upaya hingga mengirim utusan ke negeri mayoritas Muslim. Mereka tidak menghormati apa yang menjadi keyakinan kaum Muslim bahwa LGBTQI+ terlarang bahkan haram. Padahal mereka membawa HAM, Hak Asasi Manusia, senyatanya adalah pemaksaan untuk mengakui hak-hak ” manusia” ala mereka. Bukan atas manusia secara fitrah. Jelas kita harus menolaknya, dan mendorong negara untuk punya ketegasan melakukannya.

Otak para kapitalis tak pernah berhenti untuk menghasilkan pundi-pundi materi, bahkan dari gaya hidup menyimpang ini. Mereka tak peduli seberapa besar dampaknya, yang jelas semakin banyak pelaku maka akan main bertambah pasar bagi produk mereka. Semakin permisif mereka bahkan hingga tataran kemudahan mendapatkan payung hukum maka bisnis mereka makin langgeng, bukankah ini kezaliman yang nyata.

Islam Menuntaskan Perilaku Menyimpang Hingga ke Akarnya.

Jika dinyatakan terlarang dalam banyak sumber, artinya memang tidak layak untuk dikembangkan melalui wasilah apapun. Karena jika secara logika akal manusia yang lemah saja begitu jelas kerusakan yang diakibatkan maka apalagi bagi Allah SWT Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta ini.

Tidak ada ranah diskusi lagi tentang hal ini, bahkan pergerakan pelaku tak boleh diberi panggung. Namun inilah sistem politik, demokrasi, sangat berkaitan erat dengan kapitalisme. Sehingga secara jelas justru menunjukkan dua wajah berbeda, dua standar, justru lebih represif kepada Islam. Padahal Rasulullah Saw telah bersabda,”Rasullullah Saw bersabda: “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad)

Maka jelas, Negara sebagai institusi penerap syariat harus tegas menolak apapun yang berkaitan dengan propaganda LGBTQI+ tersebut, hingga jika benar-benar ada dalam negara rakyatnya melakukan praktik haram ini wajib menjatuhkan hukuman sesuai kasusnya apakah lesbian, homoseksual, transgender atau yang lainnya.  Nabi SAW telah menegaskan hal ini,“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa’i)

Dengan kondisi ini, jelas sangat mustahil menegakkan hukum yang diperintahkan Allah SWT agar perilaku menyimpang ini tidak semakin melantur, kecuali satu cabut demokrasi kapitalisme dan tegakkan syariat.

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *