KRISIS PANGAN MELANDA, ISLAM KAFFAH SOLUSINYA

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Yuni Puspita (Aktivis Dakwah)

 

Isu krisis pangan bukanlah isu baru di Indonesia dan dunia internasional. Krisis pangan merupakan suatu kondisi di mana permintaan pangan suatu negara atau wilayah terus meningkat sedangkan produksi/stok pangan terbatas.
Peningkatan permintaan akan pangan disebabkan oleh peningkatan populasi dunia, sedangkan lahan untuk memproduksi pangan semakin berkurang akibat dari aktivitas manusia yang semakin banyak.

Isu ini telah muncul sejak tahun 2007 karena lonjakan jumlah penduduk yang meningkat tajam. Kemudian disusul oleh lonjakan harga pangan pada pertengahan tahun 2008 yang kemudian memicu terjadinya krisis ekonomi yang melanda dunia pada tahun yang sama.

Tahun ini, krisis pangan kembali menghantui negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia yang merupakan salah satu produsen pangan terbesar di dunia. Masalah krisis pangan tahun ini semakin diperparah karena adanya pandemi COVID-19 yang melanda seluruh negara di dunia.

Setiap negara menerapkan kebijakan yang berbeda-beda guna memutus mata rantai virus COVID-19. Indonesia menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk membatasi ruang gerak masyarakatnya. Kebijakan ini berdampak pada berbagai sektor serta mengubah kebiasaan hidup masyarakat.

Kebijakan PSBB secara tak langsung mengganggu rantai distribusi pangan. Sedangkan permintaan masyarakat akan pangan terus meningkat dikarenakan masyarakat harus mengkonsumsi makanan bergizi guna menjaga imunitas tubuh selama masa pandemi ini.
Akibatnya, pangan yang berasal dari para produsen, dalam hal ini para petani, tidak dapat terdistribusi merata ke beberapa wilayah; menyebabkan beberapa wilayah yang bukan merupakan produsen pangan akan kekurangan pangan.

Dengan demikian, harga pangan di daerah tersebut akan meningkat. Masyarakat akan kesulitan untuk memperoleh pangan, sehingga mereka akan menderita kelaparan akibat dari pandemi ini.

Dari sisi petani mereka juga akan mengalami kerugian karena hasil panen mereka tidak dapat terdistribusikan, sehinggga beberapa hasil panen akan tinggal membusuk sehingga para petani akan mengalami kekurangan biaya untuk produksi selanjutnya. Atau para petani harus menjual hasil panen mereka dengan harga murah kepada para tengkulak, yang pada akhirnya berakibat kerugian juga di sisi para petani. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas guna mengatasi masalah distribusi pangan dan ancaman krisis pangan yang berada di depan mata akibat pandemi.

Sudah banyak peristiwa kelaparan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia hingga era modern sekarang ini bahkan di negeri kita sendiri, Indonesia. Krisis pangan dalam sejarah telah memicu bencana kemanusiaan berupa kesehatan, sosial, dan keamanan. Maka dibutuhkan sistem ketahanan pangan yang kuat agar tidak lagi terjadi krisis pangan. Islam telah menorehkan prestasi gemilang dalam memberikan solusi untuk mengantisipasi krisis pangan.

Pelajaran penting dipetik dari kisah Nabi Yusuf AS dalam menghadapi ancaman krisis pangan tertuang apik dalam al-Quran surat Yusuf ayat 46-49:
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ. قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
Artinya:
“(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan(tujuh) lainnya kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.”
Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasanya: maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit yang kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit) kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia di beri hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur.” (Q.S.Yusuf: 46-49)

Belajar dari pengalaman Nabi Yusuf AS, ia menganjurkan pemerintah Mesir pada waktu itu agar mempersiapkan diri menghadapi masa paceklik selama tujuh tahun. Yusuf memberikan masukan kepada raja dengan perencanaan strategis untuk membangun ketahanan pangan yang kuat. Yaitu produksi massal gandum dan manajemen stok pangan, serta membudayakan hidup hemat dalam mengkonsumsi makanan. Dengan diterapkannya tiga strategi ketahanan pangan ini, negara Mesir dalam kepemimpinan Islam tetap tenang dalam keadaan paceklik lantaran banyak cadangan makanan dalam lambung. Bahkan ketahanan pangan negara Sungai Nil ini saat itu menjadikannya sebagai pengekspor gandum untuk negeri-negeri perserikatan Mesir, seperti Mesopotamia, Suriah, dan Kan’an, ketika negeri-negeri tersebut mengalami musim kemarau yang sama. Dari sini seharusnya Indonesia bisa menangani krisis pangan hanya dengan Islam solusinya.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *