Konflik Lahan Rakyat VS Perusahaan, Kemana Negara akan Berpihak?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Konflik Lahan Rakyat VS Perusahaan, Kemana Negara akan Berpihak?

Oleh Norma Yunita

Kontributor Suara Inqilabi

 

Tidak kurang dari 50 orang warga Desa Pesaguan Kanan, Kecamatan Matan Hilir Selatan Kabupaten Ketapang, bertahan di pintu masuk Mapolres Ketapang, Senin (11/09/2023) malam. Puluhan warga itu pun bertahan di pintu masuk sejak sore hingga malam hari. Mereka mempertanyakan perkembangan proses hukum terhadap 7 orang warga Desa Pesaguan Kanan yang diperiksa oleh penyidik Polres Ketapang terkait penyegelan Kantor Desa Pesaguan Kanan.

Puluhan warga tersebut sempat berorasi didepan halaman Mapolres Ketapang dengan menyampaikan maksud mereka. Mereka menginginkan sdr SU dan keenam rekannya segera dibebaskan. Buntut penyegelan kantor desa di Pesaguan Kanan yang berujung proses hukum pada penyegelan yang di rasa terlalu lama membuat warga merasa perlu untuk mengambil sikap mendatangi Kapolres Ketapang.

Maraknya Konflik Lahan

Konflik lahan antara rakyat dengan perusahaan sudah sering terjadi di berbagai daerah di negeri ini. Dan konflik ini akan berujung bentrokan antara rakyat dan aparat keamanan. Masalahnya, konflik tanah ini tidak pernah terselesaikan karena pemerintah terkesan mengulur-ulur waktu untuk memproses desakan masyarakat. Akhirnya, dengan mudah pihak perusahaan bisa mengambil alih lahan masyarakat dengan melimpahnya materi yang miliki dan keberpihakan negara yang cenderung kepada perusahaan.

Contohnya saja yang baru terjadi di pulau Rempang. Dimana pemerintah mendukung para investor untuk berinvestasi membangun usaha mereka di sana. Demi memuluskan jalan investasi di sana, pemerintah rela mengorbankan rakyatnya kehilangan tempat tinggal hanya demi keuntungan perusahaan.

Konflik antara rakyat dengan perusahaan jarang sekali memihak kepada rakyat. Dengan sumber daya kuat yang dimilikinya, perusahaan mampu mengendalikan hukum agar memuluskan kepentingannya.

Inilah yang terjadi ketika sistem kapitalis yang diterapkan. Sistem ini berlandaskan manfaat atau keuntungan, sehingga penguasa banyak yang mendukung para pemodal besar demi keuntungan mereka. Tanpa memikirkan nasib rakyat kecil yang menderita karena ulah para penguasa yang serakah.

Solusi Islam

Sangat berbeda dengan Islam. Dalam Islam, kekuasaan dan kepemimpinan tegak di atas asas aqidah, sehingga ketika seseorang menjadi pemimpin akan memandang kekuasaan dan kepemimpinan sebagai amanah yang harus dijalankan dengan baik. Karena ketika di hadapan Allah kelak akan diminta pertanggung jawaban. Pemimpin dalam Islam akan berhati-hati dalam membuat kebijakan yang terkait dengan kemaslahatan rakyat.

Untuk mengatasi polemik konflik lahan, Islam juga punya solusinya. Menurut hukum Islam, tanah dapat dimiliki dengan enam cara, yakni melalui (1) jual beli, (2) waris, (3) hibah, (4) ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), (5) tahjir (membuat batas pada tanah mati), dan (6) iqtha’ (pemberian negara kepada rakyat).

Islam menetapkan setiap individu rakyat bisa memiliki lahan dengan cara mengelola tanah mati, yakni tanah tidak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Menghidupkan tanah mati yang dimaksud ialah memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan seorang pun, yakni dengan cara menanaminya dengan pohon, bercocok tanam, atau membangun bangunan di atasnya.

Islam menetapkan hak kepemilikan tanah akan hilang jika tanah tersebut dibiarkan atau ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut. Negara akan memberikan tanah tersebut kepada orang lain yang mampu mengelolanya.

Sebaliknya dalam kapitalisme, kepemilikan tanah bergantung pada selembar sertifikat. Kepemilikan tanah yang dihuni secara turun temurun bisa diklaim milik negara hanya karena tidak bersertifikat. Adapun dalam Islam, kepemilikan tanah yang sudah dihuni dan dikelola berpuluh tahun tidak dapat diambil siapa pun bahkan oleh negara sekalipun, hanya karena tidak bersertifikat.

Inilah di antara keadilan Islam dalam mengatur kepemilikan tanah. Selain itu, negara boleh mengambil tanah rakyat untuk kepentingan dan kemaslahatan umum dengan keridaan pemilik tanah. Jika pemilik tanah tidak rida, negara tidak boleh menggusur paksa, apalagi bertindak sewenang-wenang. Jika pemilik tanah rida, negara dapat memberikan ganti untung yang membuat pemilik tanah tidak mengalami kesusahan.

Khatimah

Sistem kapitalis yang ada saat ini membuka peluang terjadinya konflik tanah antara rakyat dan perusahaan . Semua ini terjadi karena ketidak jelas status kepemilikan tanah dan di tambah lagi ada mafia-mafia tanah yang tidak tersentuh hukum makin mempermudah dalam penguasaan tanah. Di tambah lagi disistem kapitalis ini siapa yang bermodal dialah yang berkuasa. Hanya sistem Islam yang bisa mengatasi masalah konflik ini dengan solusi yang benar sesuai dengan syariat Allah.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *