Kompromi Kemaksiatan Karena Khawatir Kerugian

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kompromi Kemaksiatan Karena Khawatir Kerugian

Oleh Ari Sofiyanti (kontributor Suara Inqilabi)

 

Protes mewarnai perjalanan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hingga pengesahannya menjadi UU. Kali ini pengusaha-pengusaha hotel bersuara bahwa salah satu pasalnya akan memberikan pengaruh negatif terhadap sektor pariwisata dan perhotelan. Pasal tersebut adalah terkait perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak kategori II atau mencapai Rp 10 juta. Dampaknya, sepasang pria dan wanita tidak dapat menginap di hotel tanpa dokumen pernikahan. Para pengusaha pun khawatir hal ini mengancam industri pariwisata. Tamu-tamu dan turis yang senang “kumpul kebo” pun enggan datang. Bahkan, sejumlah duta besar, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut berkomentar terkait hal ini.

Protes pun direspon pemerintah dan diambillah jalan tengah. Hasilnya pasal perzinaan ini diatur dengan bentuk delik aduan absolut. Artinya tidak akan menjadi perkara hukum jika tidak dilaporkan pihak yang berhak. Pihak yang bisa menuntut adalah suami atau istri yang dirugikan atau dipermalukan, bagi yang memiliki ikatan perkawinan, dan dari orang tua atau anaknya, bagi yang tidak memiliki ikatan perkawinan.

Ternyata hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat liberal. Jalan tengah untuk memfasilitasi para pengusaha seperti ini juga terjadi pada pengaturan minuman beralkohol. Menurut Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013, hotel, restoran, bar sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang kepariwisataan masih diizinkan menjual minuman beralkohol. Minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan.

Berbeda dengan aturan sekuler dan liberal yang mengkompromikan kemaksiatan karena keuntungan, Islam tegas menyatakan mana yang haq dan yang bathil. Zina maupun minum minuman beralkohol adalah perbuatan kriminal dan Allah telah menentukan hukuman yang amat adil.

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (TQS An Nur ayat 2)

Sanksi tegas ini dijalankan demi kebaikan manusia itu sendiri. Betapa tidak, sesungguhnya kita sendiri telah melihat fakta kerusakan manusia akibat zina. Saking banyaknya perzinahan, banyak rumah tangga rusak. Ketika pergaulan bebas menimpa generasi muda, hamil di luar nikah pun marak. Jika anak tersebut lahir, dia tidak punya wali yang sah karena nasabnya rusak. Bayangkan berapa banyak anak yang menjadi korban karena perzinahan. Belum lagi kriminalitas meningkat seperti pembunuhan pacar, aborsi dan pembuangan bayi. Ini adalah dampak kerusakan di dunia, belum siksa yang menanti di akhirat kelak pasti akan lebih mengerikan.

Namun, manusia seakan tak peduli dengan semua mudharat itu. Negeri kaum muslim pun harus mengalah dengan kepentingan kapitalis yang pertimbangannya adalah manfaat atau untung rugi materi bagi perusahaannya sendiri. Bukankah Allah yg menurunkan rizki, mengapa kita malah mencari dengan jalan yg diharamkan Allah? Bukankah harta haram tersebut tidak berkah? Tidakkah kita takut dengan pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak?

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al A’raf ayat 96)

Penafsiran Ibn Katsir terhadap QS. Al a’raf ayat 96 secara ringkas disebutkan oleh Imam Ali Ash Shabuni dalam Mukhtashar Ibn Katsir sebagai berikut:

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, maksudnya adalah hati mereka beriman kepada apa yang dibawa oleh rasul-rasul Allah, membenarkannya dan mengikutinya. Kemudian mereka bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan meninggalkan keharaman-keharaman, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Artinya Allah akan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tanaman dari bumi. Firman Allah selanjutnya:

“Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya, maksudnya adalah akan tetapi mereka mendustakan rasul-rasul (yang diutus) untuk mereka. Maka Kami menyiksa mereka dengan kehancuran, sebagai akibat perbuatan yang mereka lakukan berupa dosa dan keharaman”(TQS. Al a’raf ayat 96)

Maka dalam hukum untuk mengatur suatu negeri, kita wajib mengikuti kehendak Allah. Individu maupun negara wajib mencari harta atau pemasukan negara dengan mengikuti syariat Islam agar diridhoi Allah. Padahal Indonesia dan negeri kaum muslim lainnya dianugrahi kekayaan alam yang amat berlimpah. Allah menghalalkan negara untuk mengelola SDA secara mandiri.

Dari sini, kita dapat mengambil hikmah bahwa kita harus membuang sekulerisme liberalisme yang memisahkan agama dari kehidupan terutama bernegara. Sebagai solusinya, kita telah memiliki Islam. Sistem sempurna dari Sang Pencipta. Hanya dengan penerapan Islam secara utuh akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam bishshawab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *