Klaim Penemuan Obat Corona Virus, Antara Harapan Dan Realita?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Elin Herlina, S.Farm

Tidak sedikit orang Indonesia atau pihak tertentu yang mengeluarkan pernyataan terkait obat atau herbal yang bisa menyembuhkan Covid-19. Salah satunya adalah Hadi Pranoto, seseorang yang memperkenalkan diri sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19. Wawancara Hadi oleh musisi Erdian Aji Prihartanto atau Anji dalam video Youtube pada 31 Juli 2020 lalu menimbulkan kontroversi. Ia menyebutkan bahwa cairan antibodi Covid-19 yang ditemukannya bisa menyembuhkan ribuan pasien Covid-19. Cairan antibodi Covid-19 tersebut diklaim telah didistribusikan di Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan.
Hadi juga menyebutkan telah memberikan cairan antibodi Covid-19 tersebut kepada ribuan pasien di Wisma Atlet, dengan lama penyembuhan 2-3 hari.

Masyarakat Jangan Asal Percaya Klaim

Ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo, menyebutkan bahwa salah satu masalah mendasar di Indonesia terkait obat atau pengobatan sebuah penyakit adalah klaim. Indonesia terbilang awam dalam hal klaim, sementara segala hal terkait obat sangatlah ketat dan tak boleh sembarangan. Karena itulah adanya Badan POM adalah sebagai perlindungan kepada masyarakat yang mengonsumsinya.

Menurut Ahmad, pada masa pandemi Covid-19 beberapa aturan terasa lebih longgar. Misal, beberapa obat yang digunakan untuk penyakit lain juga diuji untuk Covid-19, seperti Ritonavir untuk HIV dan hidroklorokuin untuk malaria.
Klaim sebuah obat tidak bisa dilakukan serta merta dan oleh sembarangan orang, tapi harus disertai uji klinis yang benar sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu Ahmad menyebutkan bahwa masyarakat harus diedukasi mengenai orang-orang yang mengeluarkan klaim. Sampai hari ini belum ada ilmuwan yang bisa meyakini obat yang tengah diuji sekarang mampu mengobati Covid-19.

Perlu adanya uji klinis yang dirancang dengan serius. Terobosan-terobosan yang dilakukan oleh pihak non-medis harus bekerja sama dengan pihak medis.
Klaim Hadi Pranoto yang mengatakan telah memberikan cairan antibodi Covid-19 kepada ribuan pasien di Wisma Atlet beberapa waktu lalu tidak bisa serta merta bisa diakui. Ini karena pasien yang ditempatkan di Wisma Atlet itu bukan dengan gejala berat, melainkan isolasi mendiri pasien gejala ringan sampai sedang. Ditambah lagi tidak adanya data klinisnya, sehingga diragukan kebenarannya.

Corona Produk Rekayasa?

Virus Corona telah terdapat pada hewan seperti unggas, kalkun, babi, tikus, kucing, dan anjing sejak lama. Melansir Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, virus Corona menyerang manusia ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an.
Virus Corona juga pernah mewabah di belahan dunia pada tahun 2002-2003, yang menyebabkan penyakit pandemi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Pada tahun 2015, virus Corona mewabah kembali menyebabkan penyakit Middle East Respiratory Syndrome (MERS) di Korea Selatan.
Desember 2019 di kota Wuhan Cina, virus Corona kembali muncul. Virus ini menyerupai SARS dengan kemiripan 96% yang menyebabkan penyakit Covid-19. Hanya saja, virus Corona jenis baru ini memiliki protein spike (protein S) lebih banyak dan memiliki bentuk yang lebih adaptif.

Berdasarkan tinjauan ilmiah, kemunculan virus Corona diduga kuat bermutasi secara alami. Sebagaimana hal tersebut dikonfirmasi Nature Medicine dengan mengatakan :

“melalui perbandingan rantai genom yang sudah ada untuk rantai virus Korona yang sudah dikenal, kami dapat mengkonfirmasi dengan kuat bahwa virus Korona muncul dari proses alami”.
Lebih lanjut, majalah tersebut juga mengatakan: “pandangan ini didukung oleh data dari tulang punggung virus dan struktur molekulnya. Siapa yang ingin merekayasa virus di laboratorium maka hal itu tampak di dalam tulang punggung virus” (https://www.npr.org).
Dari laporan tersebut dipahami jika Covid-19 muncul karena rekayasa, maka akan tampak pada tulang punggung virus dan struktur molekulnya. Konfirmasi tersebut menjadi rujukan bahwa virus Corona bukanlah produk rekayasa.

Jika diamati dalam mikroskop, virus Corona memiliki karakteristik seperti mahkota yang ditandai dengan spike protein atau protein S di sekeliling permukaan virus yang mirip paku atau tanda panah di permukaan organisme. Kontur yang tepat dari bentuk Corona Covid-19 memungkinkannya untuk menempel lebih kuat ke ACE2. Dimana, ACE2 (angiotensin-converting enzyme 2) adalah protein yang berfungsi sebagai reseptor dari protein S virus Corona Covid-19 ini. Struktur yang kondusif tersebut menyebabkan Covid-19 mudah menginfeksi.

Protein S apabila menempel pada ACE2 merupakan langkah awal terjadinya infeksi. Setelah itu kemudian virus dapat melepaskan materi genetiknya yang berupa RNA virus ke sel tubuh manusia. Panjang genom virus Corona sekitar 27-32 kilobasa yang kemudian membentuk protein penyusun tubuh virus. Misal fosfoprotein N, glikoprotein M, protein E, protein S, dan glikoprotein HE serta enzim lain untuk perbanyakan virus. Seperti itulah kinerja virus menginfeksi manusia dan memperbanyak diri.

Sifat penularannya yang begitu cepat dan mudah serta banyak menimbulkan kematian, maka virus ini digolongkan virus berbahaya berdasarkan tinjauan sains. Banyaknya jumlah korban dan penyebarannya yang meluas di banyak negara di dunia, membuat WHO mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi global pada bulan Maret lalu.

Seseorang yang sudah terinfeksi virus Corona akan dapat menularkan kepada manusia yang lain melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang keluar ketika seseorang yang terinfeksi virus ini bersin atau batuk. Jika tetesan yang mendarat di sebuah benda atau permukaan disentuh orang lain dan orang tersebut kemudian menyentuh mata, hidung atau mulut mereka, maka terjadilah penyebarannya. Virus Corona juga dapat menyebar jika tetesan kecil itu dihirup oleh seseorang ketika berdekatan dengan orang yang terinfeksi Corona.

Covid-19 menyerang sistem pernapasan pada manusia dengan gejala berupa demam, batuk, hingga sesak napas. Pada kasus kritis, penderita dapat meninggal dunia. Adapun tingkat kematian virus Corona adalah SARS 10%, MERS 34.3%, dan Covid19 3,4% (databoks.katadata.co.id, 19/03/2020).

Covid-19 memiliki tingkat kematian terendah diantara virus Corona yang pernah mewabah. Namun, dari segi menginfeksi manusia, Covid-19 lebih tinggi dibanding lainnya.
Grafik kasus virus corona secara global masih terus mengalami peningkatan. Hingga Sabtu, (8/8/2020) pagi, berdasarkan data dari Worldomoters, total kasus infeksi virus corona di seluruh dunia telah mencapai 19.498.877. Dari jumlah itu, sebanyak 722.405 orang meninggal dunia, dan 12.525.218 dinyatakan sembuh (Kompas.com – 08/08/2020).

Kedudukan Virus Dalam Sains: “Virus Hanya Makhluk Lemah Dan Terbatas”
Sebelum membahas virus, terlebih dahulu dipahami apa tujuan sains di dalam Islam. Sains disebut juga sebagai ilmu alam. Dalam buku M. Abdurrahman, ‘Membangun Pemikiran Cemerlang’, (hal: 147-155) dijelaskan tujuan ilmu sains. Tujuan pertama adalah sains untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (TQS Ali Imran (3): 190).

Kedua, ilmu sains adalah proses mengungkap sistematika alam semesta termasuk kadar dan khasiatnya. Sistematika kimia, fisika, dan ke-makhluk-hidupan adalah sains. Sains dapat diungkap hakikat dan sistematikanya oleh akal manusia. Sistematika tersebut merupakan ketetapan Allah yang disebut sunnatullah (hukum alam). Misalnya Allah menciptakan air dapat mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Buah jatuh karena adanya gaya gravitasi. Adanya sel untuk mendukung kehidupan.

Dalam proses itu manusia akan mendapati bahwa material sains berasal dari luar sains, namun dapat bertransformasi (perubahan bentuk secara parsial bukan substansial) secara alami atau rekayasa. Ketiga, sains untuk memecahkan tantangan dan persoalan kehidupan manusia melalui rekayasa sains yang disebut teknologi.
Lalu, bagaimana kedudukan alam semesta di dalam Islam yang menjadi sumber dari ilmu sains?

Alam semesta dipandang sebagai makhluk atau ciptaan dimana sesuatu yang tercipta pasti memiliki kelemahan dan keterbatasan. Virus Korona adalah bagian dari alam semesta ciptaan Allah.

Dengan demikian virus Korona pasti lemah dan terbatas. Salah satu kelemahan dan keterbatasannya adalah virus tidak dapat bertahan hidup jika tidak menemukan inang (ia akan mati). Kelemahan lainnya dapat diungkap lebih lengkap menggunakan ilmu sains.
Demikianlah filosofi ilmu sains, dengan begitu manusia optimis dan terpacu mengoptimalkan sains untuk memecahkan tantangan dan persoalan kehidupan manusia, khususnya corona.

Optimasi Sains Untuk Keselamatan Umat

Ketika sains dapat membongkar struktur dari virus tersebut, maka akan dapat dipahami seluk-beluk virus tersebut. Dengan memahami virus diharapkan akan diperoleh penangkalnya yang kita sebut sebagai vaksin. Namun, antivirus kadang juga dipergunakan untuk menangkal virus.

Vaksin bukanlah obat. Vaksin adalah virus atau bakteri yang mati atau sudah dilemahkan yang disuntikkan ke dalam tubuh agar merangsang antibodi yang dibutuhkan (antibodi spesifik) untuk penyakit tertentu. Antibodi merupakan salah satu benteng tubuh yang berperan besar menahan serangan virus dan bakteri. Jika antibodi spesifik tersebut terbentuk, maka seseorang akan dapat sembuh dari sakitnya dan memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Virus atau bakteri yang dapat membentuk antibodi spesifik disebut antigen.

Ketika telah mengetahui virus Corona dan antibodi seperti apa yang akan terbentuk ketika menghadapi virus ini, maka antigen dapat dirumuskan untuk vaksin Corona.

Disinilah poin optimasi sains. Sains yang dimaksudkan adalah sains bidang kedokteran. Para peneliti, ahli laboratorium, dan pakar sains harus serius dan bersungguh-sungguh menemukan vaksin tersebut. Sedangkan para saintis yang tidak menjangkau laboratorium adalah penyambung informasi kepada masyarakat. Karena saintis memahami teks-teks sains walaupun mereka di luar laboratorium. Informasi sains harus sampai ke masyarakat. Inilah skenario optimasi yang harus dilakukan oleh dunia sains dalam rangka menundukkan Covid-19.

Sains adalah perkara yang membantu menyelamatkan nyawa dengan penemuan vaksin Korona atau antivirus untuk Corona. Namun, hingga saat ini obat untuk virus Korona belum ada, walaupun ada pengabaran vaksin telah ditemukan.

Pada kondisi vaksin dan antivirus belum ditemukan maka sains tetap memberikan jawaban berdasarkan titik kelemahan Corona. Seperti contoh, Corona terselubung oleh lemak dipermukaan tubuhnya. Lemak apabila bertemu dengan sabun, molekul nya akan rusak. Dan ketika pelindung virus rusak (lemak), maka tubuh virus akan rusak. Virus akan mati dan tidak bisa menular lagi. Oleh karena itu, para ahli kesehatan senantiasa menyerukan untuk mencuci tangan dan membersihkan diri untuk menghindari virus Corona. Dengan mencuci tangan, virus akan mati.

Adanya sosial distancing adalah bagian dari solusi yang ditinjau dari aspek sains. Sosial distancing adalah memberi jarak kurang lebih 6 kaki (1-2 meter), agar virus tidak terhirup ke pernapasan ketika berhadapan dengan penderita virus atau yang membawa virus. Karena virus ini dapat menular lewat percikan ludah, batuk, dan napas.

Beberapa pencegahan lainnya dapat dilakukan misalnya, mengonsumsi makanan yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menghambat infeksi virus Corona. Makanan yang dapat mencegah penyebaran virus Corona dapat diteliti dan ditemukan oleh ilmu sains. Seperti ditemukannya jambu merah dan kulit jeruk yang memiliki kandungan tertentu untuk mencegah virus Corona. Peran sains sangat vital di dalam Islam untuk mengatasi wabah Corona dengan tepat, baik pra dan pasca.

Memajukan Sains Butuh Peran Negara

Bicara sains tidak bisa tegak dengan sendiri dan membutuhkan dukungan yang besar, termasuk di bidang penelitian. Oleh karena itu, pengembangan dan penelitian di bidang sains wajib membutuhkan dukungan negara. Bagi muslim, sudah seharusnya aspek sains adalah perkara yang diseriusi untuk menciptakan peradaban yang berkemajuan. Sebagaimana dulu para ilmuwan di dalam Islam telah memperlihatkan kontribusinya di dunia sains. Mereka menjadikan pengembangan keilmuan itu bermanfaat bagi umat, memecahkan masalah umat, dan memudahkan kehidupan.
Maka, Corona ini harus ditaklukkan dengan serius. Sebagaimana Allah telah menundukkan alam semesta bagi manusia. Allah berfirman:

“Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya” (TQS. Al-Jaatsiyah (45): 12).

Maka, dengan optimalisasi akal manusia dalam memahami sistematika virus, merumuskan teori untuk melemahkannya, maka insyaaAllah, corona virus akan usai. Dan keseriusan itu juga wajib ditampakkan negara dalam bentuk dukungan penuh, baik riil maupun materil.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *