Kenaikan Upah Menjadikan Buruh Bahagia Atau Dilema?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kenaikan Upah Menjadikan Buruh Bahagia Atau Dilema?

Tuti Sugiyanti S.Pd.I

(Guru dan Aktivis Dakwah)

 

Bagi para buruh kenaikan upah merupakan hal yang sangat menggembirakan dan sangat di harapkan. Bahkan menjadi penantian yang tak berujung. Bulan Januari merupakan bulan yang dinanti, pasalnya setiap bulan Januari upah para buruh ada kenaikan. Dengan kenaikan itu, para buruh melebarkan senyuman. Akan tetapi di balik senyuman itu juga tergambar guratan kesedihan yang mendalam, kenapa?

Tentu saja, seiring dengan kenaikan upah, diiringi pula dengan melambungnya harga berbagai bahan pokok dari. Disinilah dilemanya para buruh. Di sisi lain, para buruh menginginkan kesejahteraan dalam kehidupannya melalui kenaikan upah. Namun, para buruh harus dipusingkan juga dengan kebutuhan yang serba mahal.

Kalau kenaikan upah hanya 0.96% atau setara dengan Rp 33.000, yang mana total gaji sebulan itu hanya Rp.3.500.000, tentu saja tidak akan bisa menopang terpenuhinya kebutuhan para buruh. Dengan keadaan yang seperti ini, maka para buruh harus berfikir lebih keras lagi, bagaimana cara untuk mendapatkan uang tambahan lebih untuk menambal dari kekurangannya dalam mencukupi seluruh kebutuhan keluarga.

Kondisi ini juga diperparah dengan melambungnya harga kebutuhan pokok untuk sehari-hari yang dikonsumsi. Selain itu, biaya sekolah dan kesehatan juga mahal. Bagi masyarakat yang bekerja menjadi buruh, itu akan terasa sangat berat.

Sistem ekonomi kapitalisme membuat kaum buruh lesu dalam segala hal. Tuntutan produksi yang tinggi dengan pembayaran upah yang sangat minim, membuat kaum buruh itu semakin tertindas dari segi fisik, moral dan mental, sehingga kaum buruh hanya bisa pasrah dan tidak berdaya.

Para pengusaha juga tidak mau tahu dengan beban para buruhnya. Bahkan para pengusaha itu mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal yang sekecil-kecilnya. Mereka para pengusaha lebih menggunakan prinsip ekonomi kapitalis, dibandingkan dengan ekonomi islam.

Selain itu, peran negara dalam hal ini adalah pemerintah yang hanya sebagai regulator saja. Mereka adalah pihak yang membuat kebijakan agar kepentingan pengusaha terpenuhi. Berbagai kebijakan berkaitan dengan semua ini tidak ada yang menguntungkan para buruh. Mereka berpihak pada pengusaha karena sistem demokrasi membuat yang sedemikian rupa. Dengan andilnya para pengusaha untuk membiayai pemilu yang sangat luar biasa. Maka dengan begitu para kontestan harus mengikuti dan menyepakati apa saja yang menjadi keinginan dari pengusaha yang telah memodali mereka.

Di samping itu, dengan dipersempitnya lapangan pekerjaan dari segala lini, maka kaum buruh mau tidak mau tetap harus mengikuti aturan yang berlaku di setiap perusahaan, untuk tetap bekerja dalam mencukupi kebutuhan primernya. Alhasil banyaknya kemiskinan di mana-mana. Bahkan hidup di bawah angka kemiskinan itu melonjak sehingga kesejahteraan tidak bisa dirasakan.

Berbeda dengan Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna dan memiliki pandangan yang khas. Dalam Islam, pekerja akan mendapatkan upah yang pantas sesuai pekerjaannya. Antara pekerja dan pemberi kerja akan bersepakat (akad) mengenai upah, waktu kerja, jenis pekerjaan, dll. Dengan begitu semuanya saling rela dan berjalan dengan adil.

Dalam sistem Islam, negara lah yang mengangkat seseorang (khubaara) sebagai orang yang paham tentang pengupahan. Dengan begitu, antara pekerja dan pemberi kerja tidak ada yang terzalimi. Selain itu, negara juga memberikan jaminan dari sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Kemudian negara juga akan menjamin seluruh kebutuhan tersebut sehingga rakyat tidak akan merasakan beban hidup yang berat. Fakir miskin akan mendapatkan bantuan zakat sampai mereka keluar dari kemiskinan dan sejahtera.

Selagi masyarakat masih berada dalam sistem kapitalisme ini, maka para buruh tidak akan mendapatkan keadilan dalam pengupahan. Tenaga yang terus diperas tanpa diberi upah yang sesuai. Jalan satu-satunya agar para buruh mendapatkan keadilan adalah dengan kembali kepada penerapan syariat Islam yang sempurna.

Wallahu a’lam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *