Kebijakan Absurd Membuka Pintu WNA di Tengah Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Yauma Bunga Yusyananda (Anggota Ksatria Aksara Kota Bandung)

 

Saat dunia masih was-was menerima Warga Negara Asing dengan status kasus Covid-19 yang fluktuatif, Indonesia memperbolehkan Warga Negara Asing (WNA) asal China masuk saat pandemi masih berlangsung. Terpantau, sebanyak  153  Warga Negara Asing (WNA) China memasuki Indonesia pada Sabtu (23/1/2021) di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

Namun, Kassubag Humas Ditjen Imigrasi Ahmad Nursaleh menanggapi isu kedatangan tenaga kerja asing (TKA) asal China yang beredar di media sosial. Nursaleh mengatakan bahwa mereka adalah WNA yang diizinkan karena  150 orang dengan izin tinggal terbatas (Itas) dan izin tinggal tetap (Itap), serta tiga orang pemegang visa diplomatik. Alasan tersebut yang menyebabkan diperbolehkannya WNA masuk Indonesia walaupun masih kondisi pandemi. Namun hal tersebut bukan kali pertama, pada tahun 2020 ada 500 WNA China untuk bekerja di Sulawesi Tenggara, dan kondisinya Indonesia tengah melarang WNA untuk memasuki negaranya karena pandemi. Namun, kasus 500 WNA yang akan bekerja ini mendapatkan izin oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dengan dalih dibutuhkan negara untuk proyek persiapan industri litium baterai milik pemerintah. (nasional.kompas.com 25/01/2021)

Hal-hal tersebut seolah membunuh keamanan masyarakat akan kesehatannya, karena pemerintah masih mengizinkan yang seharusnya dicegah tanpa memberikan dalih apapun. Semua usaha pencegahan seolah absurd dengan fakta-fakta kebijakkan yang bertolak belakang walaupun pemerintah ikut andil untuk mengurusi rakyat dalam menyediakan layanan kesehatan yang sebenarnya belum memadai. Namun, hal tersebut dirasa percuma jika negara mebiarkan korek api yang terbakar jatuh ke dalam sekam, akan menyebar juga. Begitupun virus, walau dengan segala test yang dirasa sudah mampu mencegah WNA sebagai carrier tapi kita tidak bisa 100% memastikan apakah mereka benar-benar steril ataukah tidak.

Keamanan atas kesehatan rakyat terlihat tidak penting dibandingkan dengan WNA asing dengan berbagai urusan, baik itu terkait dengan pemerintah secara langsung ataupun tidak. Masyarakat harus sadar, bahwa mereka tidak hanya butuh sekedar bantuan sosial yang nilainya bahkan tidak seberapa untuk menghidupi manusia per kepala. Ini bukan bentuk kurang bersyukur, tetapi kita akan melihat bagaimana kekayaan Indonesia tidak sebanding dengan kesejahteraan yang  seharusnya dinikmati oleh rakyatnya. Lalu dimanakah letak kesadaran kita jika kita merasa masih baik-baik saja dengan kondisi negeri ini?

Kita harus menyadari, membuka kran untuk WNA masuk ke Indonesia saja menandakan kita longgar dalam melindungi masyarakat. Dan sesungguhnya ada kebijakkan keliru dan kontradiktif. Saat masyarakat harus taat dengan segala protokol kesehatan, namun WNA tetap diperbolehkan masuk, masyarakat bisa menilai sendiri bagaimana absurdnya izin di negeri ini yang hanya bisa mengutamakan kepentingan segelintir elite. Tanpa mau mencari solusi yang solutif dengan mengutamakan perlindungan kepada masyarakat.

Karena solusi solutif harus lahir dari keyakinan kita untuk memahami sesuatu. Solusi ini berasal dari kepercayaan dan keimanan yang membuat kita berpikir bahwa hidup ini perlu diatur dengan aturan Pencipta. Solusi itu lahir dari Allah, lalu Rasulullah menuntun kita untuk melakukannya. Itulah syariat Allah yang memahami manusia diberbagai kondisi. Dalam kondisi wabah, Islam akan melindungi masyarakat dengan mengutamakan kesehatan masyarakat yang tidak terkena wabah agar tetap bisa berkaktivitas normal. Dan akan mengunci sumber wabah agar tidak menyebar. Jika memang kita memuhasabahi diri, melihat ke belakang. Walaupun, pandemi covid-19 ini Qodho’ Allah yaitu ketetapan Allah, namun ada syariat yang dari awal kita tidak lakukan dan seolah meremehkan sumber pandemi ini karena jauh jaraknya dengan tetap menerima WNA meskipun isu virus ini sudah menyebar.

Virus pun menyebar dan ditemukan kasus di Indonesia dan pda akhirnya kita menyadari lagi bahwa dunia terkotak-kotak dengan sekat negara, seolah negara yang jauh akan menjadi urusan negara nya sendiri. Namun pada kenyataannya, virus ini sudah menyebar dan menjadi permasalahan dunia.

Kurangnya untuk melindungi masyarakat, meremehkan hal yang seolah jauh dari pandangan padahal berbahaya, tidak menutup sumber wabah karena tersekat dengan kebijakan negara masing-masing adalah permasalahan yang timbul saat kita krisis kepercayaan terhadap solusi solutif yang sejatinya manusia gunakan. Solusi solutif itu, sekali lagi hanyalah Islam.

Islam pernah menangani wabah, dan pada saat terjadi wabah, Islam mengunci sumber wabah agar tidak menyebarkan wabah. Lalu memisahkan orang sakit dan sehat agar tidak bercampur terserang penyakit, dan menyediakan pelayanan kesehatan terbaik serta menyiapkan generasi tenaga kesehatan dengan mumpuni. Hal-hal tersebut  terbukti pada kisah kaum muslimin saat terkena wabah tha’un, Khalifah Umar bin Khattab mengajak ummatnya untuk berikhtiar berlindung bukan lari dari qodho’ namun menemui qodho’ lain untuk selamat dari wabah. Maka ada upaya lockdown bagi daerah yang terkena wabah.

“Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

Wallohu’alam bi ash shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *