Islam Menjaga Fitrah Keibuan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Islam Menjaga Fitrah Keibuan

 D Budiarti Saputri

Tenaga Kesehatan

 

Kerasnya hidup semakin dirasakan oleh setiap kalangan. Tidak terkecuali oleh kaum ibu. Sosok ibu yang selama ini identik dengan kasih tak terhingga sepanjang masa, kini hal tersebut mulai terkikis oleh beban hidup yang semakin berat dalam sistem saat ini. Ibu yang seharusnya menjadi pelindung selain ayah, justru bisa menjadi orang yang menyakiti anaknya sendiri.

Seperti kasus yang belum lama ini terjadi, seorang ibu tega menghilangkan nyawa anaknya. Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar. Kepada polisi Rohwana mengaku tega membunuh bayinya itu karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh.

“Ibu ini ada dua anaknya, semua sudah besar. Dan anak ketiga ini (korban) dibunuh karena alasannya faktor ekonomi. Dia tidak kehendaki anak itu,” ujar Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, kepada kumparan, Rabu (24/1). Akibat perbuatannya, Rohwana dijerat Pasal 338 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 306 Ayat 2 KUHP atau Pasal 308 KUHP. Dikutip dari kumparan.com (24/1/2024).

Fakta ini menunjukkan bahwa beratnya beban ekonomi yang menghimpit masyarakat telah menghilangkan fitrah berupa naluri kasih sayang ibu pada anaknya. Ibu seharusnya menjadi orang yang paling menyayangi anaknya. Betapa tidak, selama mengandung tercipta jalinan kasih antara ibu dengan sang anak yang bersemayam di dalam rahimnya.

Namun, banyak faktor yang akhirnya mendorong seorang ibu tega menghabisi nyawa anaknya yang baru lahir. Di antaranya aspek keimanan, lemahnya iman telah membuat ibu gelap mata. Ia tidak menyadari bahwa anak adalah karunia dan sekaligus amanah dari Allah Swt yang harus dijaga sebaik-baiknya.

Kelak pada Hari Akhir seorang ibu dan ayah akan mempertanggungjawabkan pengasuhan dan pendidikan sang anak kepada Allah Swt. Faktor ketahanan keluarga juga turut berperan penting mencegah kejadian ibu membunuh bayinya sendiri. Keluarga sepatutnya menjadi lingkaran yang mendukung perempuan untuk menjalankan fungsi utamanya, yakni menjadi seorang ibu. Sayangnya, di bawah asuhan sistem kapitalisme, kaum ibu justru dipaksa oleh keadaan untuk turut menanggung beban ekonomi keluarga.

Sementara itu, masyarakat yang seharusnya menjadi sistem pendukung juga tidak berjalan. Sistem kapitalisme telah menjadikan masyarakat bersikap individualis. Kerabat dekat dan tetangga sudah sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak ada perhatian pada ibu yang kepayahan dengan kehamilannya. Negara yang harusnya tampil terdepan menjadi pelindung kaum ibu ternyata bersikap abai terhadap kesejahteraan rakyatnya.

Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai junnah (perisai) yang melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk kesulitan ekonomi. Negara wajib menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme.

Diantaranya pertama, dari jalur nafkah perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja. Ia berhak mendapatkan nafkah dari suaminya atau walinya. Dengan demikian, ia tidak menanggung beban ekonomi keluarga. Kedua, dukungan masyarakat. Prinsip ta’awun dijunjung tinggi di dalam masyarakat Islam. Ketiga, mekanisme negara. Negara akan memberikan santunan kepada warga yang terkategori fakir atau miskin.

Maka, sudah seharusnya kita kembali pada sistem yang hakiki dapat mensejahterakan rakyat dan dapat menjaga fitrah keibuan. Sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Islam yang diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah.

Wallahu’alam bissawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *