Ironi Kedaulatan di Rempang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ironi Kedaulatan di Rempang

Oleh Ummu Qiya

Kontributor Suara Inqilabi

Kamis, 7 September 2023,  Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau mendadak mencekam. Aparat kepolisian hingga TNI datang untuk memasang patok batas lahan Rempang Eco City. Namun, hal itu menuai protes dari warga masyarakat, sampai mereka memblokade jembatan dan menjadi buntut aksi protes terhadap pembangunan Rempang Eco City.

Mereka merasa terancam akan direlokasi dari tanah kelahiran mereka sendiri. Setidaknya, ada 10.000 warga dari 16 kampung adat yang dilaporkan akan terdampak Rempang Eco City. Akibat peristiwa ini, sejumlah pelajar SMPN 22 Batam yang berlokasi di Tanjung Kertang Rempang Cate dilaporkan pingsan karena terkena efek gas air mata yang diarahkan aparat ke sekolah.

Ketegangan dan bentrokan pun semakin menjadi. Diketahui, Rempang Eco City sendiri akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama dengan perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG). Bahwa rencananya di Rempang akan dibangun pabrik kaca dan solar panel. Pada Juli 2023, pemerintah mendatangani kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman dengan Xinyi Group, perusahaan asal China (Tiongkok).

Perjanjian tersebut ditandatangani Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Chengdu, China dan disaksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengorbankan masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang.

Meski Pulau Rempang batal dikosongkan pada Kamis (28/09) seperti rencana awal pemerintah, masyarakat di Kampung Pasir Panjang, Sembulang, mengaku masih cemas dan waspada. Sebab sampai saat ini, pemerintah maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam memperpanjang tenggat waktu pendaftaran dan belum membatalkan rencana pemindahan masyarakat dari kampung- kampung tua.

Meski rencana relokasi ditunda. Namun hal itu bukan berarti membatalkan relokasi masyarakat dari kampung-kampung tua. Kemungkinan untuk direlokasi masih sangat besar. Kasus ini merupakan ujian atas konsep kedaulatan rakyat yang berlaku di negeri ini. Siapa sebenarnya yang berdaulat? Rakyat Rempang atau pengusaha?

Faktanya rakyat justru banyak dirugikan dalam berbagai kasus sengketa tanah/lahan/ agraria saat ini. Seringnya yang dimenangkan adalah para pengusaha /pemilik modal. Jadi, kedaulatan rakyat hanyalah jargon dalam sistem demokrasi saat ini. Kebijakan yang tidak pro rakyat lebih mementingkan para oligarki ketidakadilan akan senantiasa ada dalam sistem Kapitalisme sekuler demokrasi jika negeri ini terus mempertahankannya.

Sementara dalam islam, jelas ditetapkan bahwa kedaulatan di tangan syara dan umat sebagai pemilik kekuasaan. Rakyat diurus dan dipenuhi semua hak-haknya oleh negara termasuk kepemilikan lahannya. Rakyat dilindungi bukannya malah digusur (direlokasi) paksa seperti yang terjadi saat ini.

Dengan mengerahkan militer untuk Mengusirnya. Negara dalam sistem Islam berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat. Negara akan melindungi rakyat agar terpenuhi kebutuhannya dan mencegah siapa saja yang ingin mengambil hak rakyat. Negara tidak boleh berbuat zalim kepada rakyat dengan alasan pembangunan, apalagi demi kepentingan para kapitalis.

Allah Swt. berfirman,

اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih.” (QS Asy-Syura: 42).

Khalifah Umar bin Khaththab pernah menegur Wali Mesir, Amr bin Ash yang akan menggusur seorang Yahudi yang rumahnya menghalangi proyek pembangun masjid. Umar ra. mengirimi Amr ra. tulang busuk yang berasal dari belikat unta. Di tulang itu, Umar menggoreskan huruf alif sederhana dari atas ke bawah yang dipalang di bagian tengahnya. Ini adalah tamsil agar Amr bin Ash berlaku adil. Amr pun membatalkan rencananya.

Demikianlah profil negara yang melindungi dan mengurusi rakyatnya, tidak semena- mena penggusuran dilakukan. Meski untuk memperluas Masjid saja begitu santunnya kepala negara dalam sistem Islam. Dengan kebaikan dan keadilan memiliki hak yang sama sekalipun itu orang yahudi. Sehingga pada akhirnya sang yahudi tersebut merelakan rumah dan tanahnya demi pembangunan masjid.

 

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *