Ironi Bansos, Minim dan Timpang!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Shinta Putri (Aktivis Muslimah Peradaban)

 

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Anis Byarwati meminta agar Pemerintah segera menyalurkan bantuan sosial (bansos) baik tunai maupun non-tunai untuk membantu masyarakat miskin jika memang ada perpanjangan PPKM darurat.

“Karena itu saya mendesak pemerintah agar segera menyalurkan bantuan sosial tunai maupun non-tunai kepada masyarakat miskin dan rentan miskin dengan data yang akurat dan valid agar bantuan tepat sasaran,” kata Anis kepada Liputan6.com, Selasa (13/7/2021).

Selama perpanjangan PPKM darurat ini, pemerintah menambah alokasi bansos menjadi Rp 55,21 triliun dari sebelumnya Rp 39 triliun. Bantuan sosial tersebut berupa bantuan tunai, program keluarga harapan (PKH), bantuan sembako, bantuan kuota internet dan perpanjangan subsidi listrik. Bantuan juga diberikan kepada para pelaku usaha mikro informal yang terdampak dari wabah Covid-19. (kontan.co.id, 21/07/2021)

Akibat dari perpanjangan PPKM darurat, ekonomi masyarakat semakin sulit, tidak ada yang bisa diharapkan karena adanya pembatasan mobilisasi masyarakat, sungguh menyusahkan dan memberatkan. Masyarakat tidak akan kuat lagi dalam menanggung beban ketika PPKM berlangsung hampir satu bulan, karena bantuan pemerintah belum optimal. Secara penyaluran juga terhambat, tidak merata bahkan sering salah sasaran.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima menyampaikan pihaknya telah menyetujui usulan  PMN (Penyertaan Modal Negara) tahun anggaran 2022 yang diajukan oleh pemerintah sebesar Rp 72,449 triliun. Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, anggaran PMN 2022 untuk restrukturisasi dan penugasan kepada 12 BUMN yang membutuhkan suntikan dana untuk memulihkan kondisi akibat pandemi, karena perusahaan pelat merah tersebut bergerak pada bidang  esensial di masyarakat. (kontan.co.id, 14/07/2021)

Timpang Anggaran ala Kapitalisme

Berbeda sekali usulan bantuan antara bantuan sosial dan perusahaan pelat merah. Pemerintah lebih mengutamakan urusan penyelamatan kondisi BUMN dari pada kebutuhan rakyat dan kondisi yang membahayakan nyawa akibat pandemi.

Padahal bantuan sosial untuk rakyat yang hanya Rp 55,21 triliun masih kurang jika melihat dari data BPS jumlah penduduk miskin yang bertambah akibat pandemi sebesar 0,36 persen, dari sebelumnya 26,42 juta pada Maret 2020 menjadi 27,54 juta pada Maret 2021.Seharusnya dana bantuan sosial lebih banyak lagi dari yang diajukan sekarang. Sedangkan untuk perusahaan negara sebelum pandemi pun sering diberi suntikan dana akan tetapi tidak ada hasilnya. Perusahan negara tersebut tetep saja pailit.

Bantuan sosial selama pandemi terbukti tidak bisa memenuhi kebutuhan secara layak dan tidak merata dinikmati oleh rakyat. Sementara dengan anggaran yang minim, banyak yang dialokasikan untuk dana insentif atau bantuan desa. Inilah yang menyebabkan tidak efektifnya pemerintah dalam mengantisipasi dampak dari Covid-19.

Selisih dana yang akan digelontorkan antara rakyat dan perusahaan negara membuktikan bahwa negara ini yang mengadopsi sistem kapitalisme lebih mementingkan kepentingan kapitalis dari pada urusan rakyat. Keuntungan saja yang dipikirkan tapi tidak memedulikan kondisi rakyat meskipun terancam nyawanya. Rakyat diberi beban yang berat untuk menanggung sendiri semua kesusahan akibat Covid-19. Begitu teganya sistem kapitalisme ini kepada rakyatnya sendiri, padahal jika mendekati momen pemilu, rakyat seolah-olah diperjuangkan kemaslahatannya setelah berada dalam lingkar kekuasaan rakyat diabaikan.

Islam dan Pandemi

Sungguh zalim, banyak korban pandemi yang berjatuhan tetap tidak dipedulikan. Kalau dalam sistem Islam, satu nyawa saja sangat berharga dari pada bumi dan seisinya, sedangkan kematian akibat Covid-19 sudah tembus lebih dari 80 ribu orang. Ini bukti bahwa kapitalisme tidak peduli dengan nyawa rakyat.

Pemerintahan dalam Islam atau yang disebut Khilafah tidak akan membiarkan pandemi ini merenggut nyawa terus-menerus. Pemimpin (Khalifah) akan memutar otak bagaimana segera menyelesaikan pandemi. Dengan merujuk pada syariat Islam, negara mencari solusi bagaimana rakyat bisa menjalani musibah global ini dengan selamat. Negara dengan konsep Islam akan memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyatnya tanpa terkecuali baik itu miskin maupun kaya.

Karena pandemi ini dampaknya terkena kepada siapa saja, maka negara mengambil peran penuh dan ber tanggung jawab dengan mengalokasikan dana yang diambil dari kas negara yaitu  Baitulmal. Bukan hanya itu, pendataan yang akurat dan teliti untuk menghindari kesalahan data sehingga tidak akan ada rakyat satu pun yang terlewat dari bantuan yang negara berikan.

Inilah gambaran jika Islam diterapkan dalam sebuah negara, pemimpin akan bertindak nyata sebagai pelindung dan penjaga rakyat, sehingga urusan umat bisa terkover semua. Lebih mengutamakan urusan umat daripada urusan para kapitalis bahkan urusan pribadinya saja dinomorduakan.

Alhasil, semua masalah bisa segera teratasi tuntas sampai ke akar-akarnya dan tidak berlarut-larut seperti yang sekarang terjadi. Pandemi global saat ini membuktikan kapitalisme tidak sanggup menyelesaikan, maka satu-satunya harapan kita untuk memecahkannya harusnya juga dengan kepemimpinan global yaitu Khilafah.

Wallahu a’lam bishowwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *