Oleh: Ummu Taqizaki
(Penulis, Pemerhati Ekonomi dan Sosial)
Menjadi negara maju, lepas dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap) adalah mimpi yang disebutkan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato pertamanya sebagai presiden Republik Indonesia dalam periode kedua kepemimpinannya (2019 – 2024).
Untuk mewujudkan mimpi menjadi negara maju, presiden menekankan pentingnya meningkatkan investasi. Sebagai bentuk keseriusannya bahkan di Kabinet Indonesia Maju ini, presiden membuat kementrian baru yaitu kementrian investasi. Kementrian Investasi tergabung dengan Kementrian Maritim sehingga menjadi Kementrian Koordinasi (Kemenko) Maritim dan Investasi. Selanjutnya untuk penyelenggaraan investasi, Kemenko Maritim dan Investasi akan berkoordinasi dengan kementrian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sebagai penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah, BKPM bertanggung jawab untuk mendorong investasi langsung baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dalam siaran persnya, Selasa (12/11), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyerukan untuk mempermudah izin investasi. Ia mengatakan saat ini sebanyak Rp 700 triliun investasi asing langsung (foreign direct investment) siap antri masuk ke Indonesia. Hanya saja, investasi itu terkendala berbagai masalah sepele dan klasik, berputar-putar, izin-izin, rekomendasi, regulasi perpajakan, dan ketersediaan lahan. (bkpm.go.id).
Terkait upaya mempermudah izin investasi tersebut, saat ini ada wacana yang menuai pro-kontra yaitu penghapusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk investor. Wacana ini masuk dalam rancangan Omnibus Law, suatu undang-undang (UU) yang fungsinya menyederhanakan berbagai UU yang ada.
Jika IMB dan Amdal dihapus, kualitas penataan ruang dan keberlanjutan lingkungan tetap terjamin karena ada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), ucap Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil. (kompas.com)
Menjadikan Indonesia negara yang maju tentu bukan hanya mimpi presiden Jokowi, tapi juga mimpi setiap warga negara Indonesia. Tapi apakah itu akan terwujud indah atau malah menjadi bencana tentu tergantung pada perencanaan dan pelaksanaannya.
Rencana penghapusan IMB dan Amdal telah sampai di telinga para pemimpin daerah. Beberapa pemimpin daerah menolak rencana itu, salah satunya Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto. Menurut Bima, alasan mengapa ia tidak setuju adalah karena tidak semua aspek yang ada di dalam IMB dan Amdal bisa dimasukan ke dalam RDTR. Ditambah lagi, belum semua daerah memiliki RDTR. (okezone.com)
Penolakan Wali Kota Bogor itu cukup beralasan, sebab IMB, Amdal dan RDTR memiliki fungsi yang berbeda. Ahmad Djuhara, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia dan Iwan Rudiarto, Ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), menyatakan bahwa penghapusan IMB menyebabkan tak ada kepastian hukum terhadap bangunan. Pembangunan sebuah bangunan perlu mempertimbangkan keselamatan dan keamanan bangunan maupun pengguna. RDTR hanya bisa menyentuh aspek perencanaan dan tata ruang. Aspek keselamatan gedung hingga dampak lingkungan dikendalikan oleh IMB dan Amdal. (mongabay.co.id)
Informasi bahwa tidak semua daerah memiliki RDTR, dan penjelasan bahwa IMB dan Amdal tidak dapat digantikan oleh RDTR menunjukkan bahwa wacana penghapusan IMB dan Amdal ini sangat tidak tepat, cenderung dipaksakan, bahkan terkesan lebih berpihak kepada investor asing dibanding masyarakat atau lingkungan. Jika wacana penghapusan IMB dan Amdal sampai disahkan, maka ini menjadi tanda tanya besar; Apa sebenarnya yang ingin diwujudkan pemerintah, kemajuan ataukah bencana?
Pandangan Islam terhadap Investasi
Investasi pada sebuah negara merupakan bagian dari politik ekonomi. Menurut Al-Maliki dalam buku “Politik Ekonomi Islam”, Politik ekonomi di negara Islam meliputi dua perkara; pertama, garis-garis besar tentang empat sumber ekonomi, yaitu pertanian, perindustrian, perdagangan, tenaga manusia/jasa. Kedua, garis-garis besar tentang jaminan pemenuhan kebutuhan primer (basic needs).
Saat ini, peluang investasi yang dibuka bagi investor oleh pemerintah Indonesia adalah melalui investasi langsung (direct investment) baik oleh investor asing maupun lokal, juga kerja sama investor asing dengan pengusaha lokal. Sebagai bagian dari politik ekonomi, masalah investasi ini akan dipandang Islam dari sudut aspek kepemilikan dan pekerjaan (produksi) sehubungan dengan empat sumber ekonomi.
Politik ekonomi Islam telah membatasi proyek-proyek yang wajib dikuasai oleh negara dan membatasi proyek-proyek yang dikuasai oleh individu-individu. Pembatasan tersebut berdasarkan aspek kepemilikan harta dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Untuk proyek-proyek yang dikuasai individu maka pengadaan atau pendanaannya diserahkan pada masing-masing individu. Untuk proyek-proyek yang dikuasai oleh negara maka pengadaan atau pendanaannya diserahkan kepada negara. Namun baik proyek individu ataupun negara harus mempertimbangkan halal-haram sesuai syariat Islam dan mempertimbangkan dampak atas langkah pengadaan atau pendanaan proyek yang diambilnya.
Dalam acara “Visi Indonesia” yang diadakan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, pada 14 Juli 2019, Jokowi menyampaikan program-program investasi prioritas, yang salah satunya mencakup pembangunan infrastuktur.
Dalam Islam, keberadaan infrastruktur merupakan hak rakyat yang harus ditunaikan oleh negara. Negara wajib membangun infrastruktur yang tujuan pembangunannya hanya untuk melayani rakyat, bukan untuk mendapatkan keuntungan atas penggunaan infrastruktur tersebut. Oleh karena itu, tindakan membuka peluang investasi langsung dalam pembangunan infrastruktur bagi investor dalam maupun luar negeri, tidak diperbolehkan dalam Islam sebab menyebabkan infrastruktur tersebut dimiliki oleh investor yang membangunnya sehingga pasti tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan. Contohnya adalah pembangunan jalan tol. Banyak jalan tol di Indonesia yang dibangun oleh swasta, akibatnya rakyat harus membayar mahal untuk menggunakan jalan tol tersebut. Alih-alih bermanfaat malah rakyat jadi melarat.
Untuk membangun infrastruktur, negara Islam menggunakan kas Baitul Mal. Jika kas baitul mal tidak ada sementara proyek tersebut termasuk proyek yang jika tidak ada akan mendatangkan kerusakan bagi umat, maka negara mewajibkan pajak (sifatnya insidental) kepada warga negara yang beragama Islam untuk membangun proyek-proyek ini. Negara tidak boleh mendanai proyek infrastruktur dengan utang baik dari dalam maupun luar negeri.
Begitulah pengaturan Islam terkait dengan masalah investasi. Islam memiliki aturan yang lengkap yang mengatur individu, masyarakat, dan negara. Allah SWT berfirman dalam QS. Al maidah: 3 “Pada hari ini, telah Ku sempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Ku cukupkan Nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Ku ridhai Islam sebagai agama kalian.” Jika pemerintah Indonesia mengikuti aturan Islam dalam pengelolaan negara, maka insyaAllah akan mendatangkan kebaikan sehingga kemajuan yang diidam-idamkan selama ini akan terwujud. []