Hipokrit Kebebasan di Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)

Siapa sih yang hidupnya tak ingin bebas? Pasti kebanyakan orang menginginkan kebebasan atas apa yang ingin ia lakukan. Tak perlu menghiraukan apa kata orang. Namun nyatanya tak ada kata bebas yang sebebas-bebasnya jika seseorang hidup di tengah-tengah masyarakat. Pastilah akan ada peraturan yang mengatur kehidupannya.

Begitu juga di alam demokrasi ini. Tak ada kata mutlak atas nama kebebasan. Meski dimanapun ia berada, ia akan tetap mengusung slogan kebebasan. Begitulah hipokrit demokrasi.

Di satu sisi ia mengusung slogan siapapun bebas memiliki kebebasan, namun di sisi lain ia mengatur kehidupan dengan pengaturan yang ia inginkan. Seolah-olah kebebasan itu hanya ia yang mampu menentukan siapa yang berhak memiliki kebebasan dan siapa yang tidak berhak memiliki kebebasan itu.

Amerika Serikat (AS), sang perintis demokrasi pun mengalami ketimpangan atas kebebasan yang selama ini mereka gaungkan. Lihat saja di bidang ekonomi dan politiknya, kedua bidang ini dikuasai oleh kalangan konglomerat. Begitu juga jabatan-jabatan kekuasaan, baik eksekutif ataupun legislatif menjadi hak para konglomerat atau pihak yang mendapat dukungan dari kalangan superkaya.

Dengan demikian, di Negara yang mengusung demokrasi ini ternyata terdapat jurang yang menganga lebar sehingga memisahkan antara penguasa dan rakyat biasa. Maka dapat dipahami jika kebebasan yang diusung hanyalah milik orang-orang tertentu saja.

Dengan asas kapitalismenya juga, maka kebebasan disini dapat dimaksudkan dengan bebas memiliki kekayaan berapapun hasilnya dan dengan bagaimanapun cara meraihnya. Maka tak heran jika di Negara tersebut terjadi banyak penyimpangan sosial, hanya demi meraup kekayaan.

Kehidupan hedonis, perampokan, kekerasan, pelecehan seksual, kesenjangan sosial, serta kerusakan moral tak luput dari masyarakat demokrasi ini. Tak hanya AS, namun Negara-negara yang mengusung demokrasi juga mengalami hal yang sama. Ada jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Sungguh nyata hipokrit kebebasan si demokrasi ini. Hidup dengan kepura-puraan. Kepentingan rakyat tak dihiraukan lagi, hanya mementingkan sang pemilik modal. Kebebasan bersuara, berpendapat, menyampaikan aspirasi tak seindah konsepnya. Termasuk kebebasan berserikat dan berkumpul. Sungguh fenomena yang tak terelakkan. Pantas saja jika rakyat sudah mulai muak dengan muka dua demokrasi ini.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Hanya ada satu cara, yakni meninggalkan sistem demokrasi ini dan segera beralih kepada sistem yang revolusioner. Sistem Islam adalah jawabannya. Islam terbukti mampu menyelesaikan problematika manusia selama berabad-abad lamanya ketika diterapkan. Perubahan terjadi dimana-mana. Dunia berevolusi dengan kecanggihan teknologi, pendidikan moral, spiritual dan berbagai kemajuan yang lainnya.

Islam dengan syariatnya juga akan terjaga karena pencipta seluruh alam yang akan menjamin kebenaran Islam. Islam pun mengajarkan untuk tidak bertindak hipokrit atau bermuka dua. Jika batil, maka katakan batil. Jika shohih, maka katakan shohih. Jika ada umatnya yang berlaku hipokrit, maka akan ada laknat oleh Sang Penciptanya

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Dan kalian akan menjumpai seburuk-buruknya manusia yang bermuka dua. Yaitu orang yang mendatangi mereka dengan satu wajah, dan mendatangi yang lain dengan wajah yang berbeda.” (Mutafaq ‘alaih)

Dari Muhammad bin Zaid, sesungguhnya orang-orang bertanya kepada kakeknya, Abdullah bin Umar, semoga Allah meridhai keduanya:
“Kami menemui para pemimpin kami, lalu mengatakan kepadanya sesuatu yang berbeda dengan yang kami katakana, tatkala kami meninggalkan mereka. Berkata (Ibn Umar), “Kami biasa menyebutnya sebagai perbuatan hipokrit (nifak).” (HR. al-Bukhari)

Dari Amar bin Yasir ra., ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa bermuka dua ketika di dunia, maka pada hari kiamat kelak akan diberi dua mulut dari api neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)
Wallahu a’lam bishshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *