Hari-hari yang Sulit

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Peni Sartika

Telah usai tugas Ramadan kini ia pergi dengan hadirnya idul fitri. Hari Raya umat islam dunia meski di tengah pandemi idul fitri akan terus hidup bersama pekikan takbir menggema di setiap penjuru dunia menggetarkan setiap dada musuh yang berdiri rapuh, menguatkan kaum mukmin tentang persatuan mereka dalam ikatan akidah.

Bukan sebuah utopis, mimpi dan angan-angan kosong,Seperti yang musuh-musuh hembuskan tentang kemustahilan umat islam bersatu. Persatuan itu pernah terjadi dimasa Rasul dan sahabat serta generasi sesudahnya dan pasti akan terulang. Dengan merekatnya ukhuwah islamiyyah pada saat hari raya.

Penting bagi kaum muslim untuk memeriahkan dan menghidupkan iduk fitri. Sebab,Idul fitri bagian dari syiar islam yang kental dengan simbol persatuan umat islam dunia. Meski Ramadan telah beranjak pandemi covid -19 masih belum berlalu. Baik di Indonesia maupun di negeri-negeri lain, masih terus berhadapan dengan covid-19.

Konsep unik dan menarik hasil kreatifitas anak negeri patut di aspresiasi dengan hadirnya program lebaran digital. Salah satu wasilah menghidupkan idul fitri di tengah pandemi, menghadirkan tontonan yang sehat dan berpahala dengan jangkauan yang sangat luas membawa misi perubahan menuju tegakknya syariat dan membangun kesadaran umat.

Meski di tengah pandemi silahturahmi online jadi solusi. Sungguh ini sulit bagi kita untuk beradaptasi dengan kondisi yang berbeda. Tapi itulah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya agar kita tidak berlama-lama dalam keadaan berdosa dan kembali bertaubat kepada Allah SWT.

Mengutip pernyataan Bapak Jokowi: Semoga Allah Meridai Ikhtiar Pencegahan Covid-19. Allah benar-benar menghendaki dan jika kita bisa menerimanya dengan ikhlas dan dalam takwa dan tawakal, sesungguhnya hal tersebut akan membuat berkah, membuahkan hikmah, membuahkan rezeki, dan juga hidayah,” kata Jokowi.
Jokowi juga berharap hari kemenangan bagi umat muslim ini bisa dijadikan momentum bagi bersatunya bangsa.

“Semoga Allah SWT meridai ikhtiar kita bersama, untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 dan memberi kekuatan pada kita untuk menjadi pemenangnya. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 syawal 1441 hijriyah, mohon maaf lahir dan batin,” ujar dia.

Pada momentum idul fitri banyak para petinggi-petinggi negeri ini kompak mengajak untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dalam menghadapi situsai sulit ini, tapi pernyataan ini sangat kontradiktif dengan kebijakaan yang dipilih.

Sungguh jika benar yang di katakan kepala negara bahwa modal utama keluar dari pandemi ini adalah tawakal, takwa dan mendapat ridha Allah SWT. Tapi mengapa setiap kebijakan yang di keluarkan untuk menangani wabah tidak berpijak pada syariah?

Padahal islam telah gamblang memberikan solusi ketika wabah yakni mengambil langkah lockdown, tapi pemerintah nampaknya gagap dalam menyikapi pandemi covid -19.
Imam al-Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Usamah bin Zaid dari Nabi saw, beliau bersabda,

«إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا«

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”

Nyatanya sampai hari ini, PSBB yang di legalkan telah banyak menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.

Apalagi semenjak berlaku hukum baru yakni pelonggarakn PSBB, belum lagi wacana New Normal yang bertentangan dengan syariat dalam mengatasi wabah, bukankah ini tambah ruwet. Seolah ini bentuk pelarian pemerintah untuk lepas tanggung jawab.

Inilah hari-hari yang sulit bagi kita semua, jadi jika benar wasiat dari kepala negara untuk bertawakal kepada Allah SWT, tentulah Pemerintah telah bergerak menyeru kepada rakyat untuk melakukan tobat nasional, dengan menyingkirkan hukum-hukum kufur yang menjadi rujukan menyelesaikan persoalan bangsa.

Lantas, bagaimana ketakwaan hakiki dapat kita raih di tengan pandemi dan berakhirnya bulan ramadan?

Kata taqwâ berasal dari kata waqâ. Artinya, melindungi. Kata tersebut kemudian digunakan untuk menunjuk pada sikap dan tindakan untuk melindungi diri dari murka dan azab Allah SWT. Caranya tentu dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Pengertian takwa tersebut sebagaimana dikatakan Thalq bin Habib, seorang Tabi’in, salah satu murid Ibnu Abbas ra.

Dikatakan, “Takwa adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah SWT berdasarkan cahaya-Nya dengan mengharap pahala-Nya dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya-Nya karena takut terhadap azab-Nya.” (Tafsîr Ibnu Katsîr, I/2440).

Demikianlah, takwa tidak hanya ada pada diri individu. Tapi, takwa mesti total. Melingkupi setiap aspek kehidupan kita baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Dan penting kita dituntut untuk senantiasa menghadirkan “idrak silla billah” artinya adalah kesadaran hubungan langsung dengan Allah SWT.

Disini pentingnya kedudukan takwa dalam bernegara. Sebab, takwa benar-benar dibutuhkan hari ini dalam menyelesaikan wabah covid -19 dan problem lainnya. Nyatanya negeri kapitalisme yang rapuh telah gagal dalam menangani wabah ini, apalagi membentuk insan yang bertakwa. Mustahil takwa bisa berdampingan dengan sistem kufur ala kapitalsme.

Menghadapi hari-hari yang sulit ini, tentulah kita membutuhkan solusi dari Pemilik alam semesta dan Pencipta diri ini. Yaitu kembali pada syariat dan menanggalkan demokrasi. Mulai meneladani Rasul dan para sahabat dan berhenti menjiplak kafir barat.

Semoga wabah covid-19 segera berakhir bersama runtuhnya kapitalisme tegakknya peradaban Islam.
Wallahu’alam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *