Harga Beras Tinggi, Impor Bukan Solusi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Harga Beras Tinggi, Impor Bukan Solusi

Oleh Nisa Agustina

(Muslimah Pegiat Literasi)

 

Indonesia yang mendapat julukan zamrud khatulistiwa, ternyata masih menyisakan segudang pekerjaan rumah untuk membenahi urusan pangan, masalah beras salah satunya. Bank Dunia melaporkan harga beras di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lain selama satu dekade terakhir.

Laporan Bank Dunia Indonesia Economic Prospect (IEP), Desember 2022, menyebutkan harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dari Filipina. Bahkan, harga beras Indonesia dua kali lipat lebih tinggi dari harga beras di Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Thailand. “Konsumen Indonesia membayar harga beras dan makanan pokok lainnya lebih tinggi daripada negara tetangga,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Selasa (20/12/2022).

Tingginya harga beras ini tentu akan berkontribusi pada tingkat inflasi, ditambah dengan adanya ketidakpastian global beberapa waktu ini. Bank Dunia mencatat, inflasi pangan di Indonesia secara tahunan mencapai level tertinggi dalam 8 tahun pada Juli 2022, sebesar 10,3 persen. Terlebih di Indonesia, komoditas pangan penyebab inflasi tak hanya beras, melainkan juga cabai, daging, telur, kedelai, gandum, hingga minyak goreng. (kompas.com, 22/12/22)

Namun demikian, laporan tersebut dibantah oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional (BPN) dengan mengatakan bahwa harga beras Indonesia bukanlah yang termahal. Menurut mereka, harga beras Indonesia tidak pernah di atas harga eceran tertinggi (HET), bahkan harganya terendah kedua se-ASEAN. (Tempo, 23/12/2022).

Data dari Bank Dunia di atas cukup memukul pemangku kebijakan Indonesia, terlebih kementerian terkait. Ini karena tingginya harga bahan pangan pokok menjadi salah satu indikasi bahwa negara tersebut tidak sejahtera. Artinya, data tersebut sedang mengonfirmasi bahwa pemerintah gagal menyejahterakan rakyatnya.

Terlepas dari pro kontra data harga beras di Indonesia yang entah termurah atau termahal dibandingkan dengan negara lain, tetapi fakta yang menunjukan bahwa harga beras Indonesia tidak pernah stabil dan cenderung terus meningkat, tidak ada yang bisa membantahnya. Jangankan lembaga riset, masyarakat awam pun mengetahui dengan cermat kenaikan setiap rupiahnya.

Setiap harinya pula, mereka yang berupah di bawah UMR atau yang bekerja serabutan apalagi yang menganggur akibat PHK selalu waswas. Kian hari harga pangan kian naik. Bukan hanya beras, melainkan juga pangan pokok lain, seperti telur, minyak, dsb. Belum lagi kebutuhan hidup, seperti pulsa, air, listrik, dan BBM, semua mencekik.

Tingginya harga pangan sangat merugikan masyarakat, terutama bagi masyarakat miskin. Mereka bisa menghabiskan 50% hingga 70% dari pendapatannya hanya untuk membeli makanan.  Besarnya proporsi pengeluaran untuk makanan membuat masyarakat sangat rentan terhadap lonjakan harga komoditas pangan sehingga memengaruhi pola konsumsi.

Berdasarkan hasil penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), kenaikan harga beras sebesar Rp1.000 dapat mengurangi konsumsi beras sebesar 0,67 kg. Hal ini menyebabkan risiko tidak terpenuhinya Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan sebesar rata-rata 2.150 kilo kalori. Tidak tercukupinya nilai AKG yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2013 ini dikhawatirkan berkontribusi terhadap tingginya risiko malnutrisi di Indonesia.

Tingkat kemiskinan yang makin tinggi telah menyebabkan banyak keluarga lebih memilih pangan murah. Para ibu akhirnya lebih memilih membeli sekadar karbohidrat daripada protein dan lemak, alih-alih buah-buahan untuk ketahanan pangan keluarga. Akhirnya, nutrisi keluarga tidak terpenuhi, ibu anemia, para bayi berisiko stunting, hingga anak-anak usia sekolah jadi lambat berpikir. Semua ini berawal dari kondisi kurang gizi akibat akses pangan sehat yang tidak lancar.

Untuk menyelesaikan hal tersebut tentunya tidak ada satu kebijakan yang dapat menghasilkan ketahanan pangan begitu saja. Dibutuhkan serangkaian kebijakan dari beberapa sektor, seperti pertanian, perdagangan, perindustrian, politik dan sosial untuk mencapainya. Ketahanan pangan hanya bisa dicapai melalui kerja sama menuju satu visi yang selaras.

Sayangnya, kebijakan pemerintah justru paradoks. Negeri subur ternyata tidak selamanya makmur. Kebijakan pertanian dan perdagangan yang amburadul terbukti telah membuat Indonesia sebagai negara agraris ini terus menerus dihantui krisis mahalnya harga pangan.

Sangat miris, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris dengan luasan lahan yang lebih luas daripada Thailand maupun Vietnam untuk memenuhi kebutuhan pangannya, malah masih harus mengimpor ke negara yang justru luas lahannya lebih sempit daripada Indonesia.

Kebijakan aneh ini tiba-tiba dilakukan, padahal menteri pertanian mengungkapkan produksi dari sisi hulu  menyatakan surplus. Demikian juga stok beras yang yang ada di gudang Bulog juga masih melimpah.

Terlebih lagi rencana impor 1 juta ton beras jelang panen raya. Impor beras pada saat-saat tersebut menjadikan harga padi sangat murah, sehingga petani mengalami kerugian. Kondisi ini sangat ironis, di saat jutaan rakyat kelaparan, ternyata di gudang bulog ada ratusan ribu ton beras hasil impor rusak. Bahkan bisa jadi sebagian sudah membusuk karena beras itu hasil impor tahun lalu. Ini menunjukkan kejahatan rezim yang mengizinkan impor beras. Pemerintah berdalih bahwa kebijakan tersebut diambil untuk memenuhi cadangan guna mengintervensi harga yang naik.

Masalahnya, kebijakan impor di tengah panen raya, selain tidak berpihak kepada rakyat juga akan membuat negara ini kehilangan kedaulatan pangan karena tergantung kepada impor. Kebiasaan impor ini diduga kuat karena adanya mafia rente yang mencari keuntungan dari impor beras tersebut.

Hal ini bukti kerusakan sistem kapitalis dan kejahatan rezim. Kerusakan paradigma ekonomi kapitalis disebabkan karena d sistem ekonomi ini meyakini bahwa satu-satunya problem ekonomi adalah kelangkaan (scarcity) sehingga solusi yang diambil yaitu menambah persediaan barang tanpa memperhatikan distribusi ditambah adanya permainan jahat para oligarki.

Oleh sebab itulah, diperlukan sistem untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalis yang menjadi penyebab masalah ketahanan pangan yang tak kunjung selesai. Sistem itu adalah Sistem Islam. Sistem yang sempurna yang akan mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan. Setidaknya ada dua kebijakan dalam sistem Islam untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Pertama, kebijakan yang dapat memperkuat kedaulatan pangan, yaitu intensifikasi dengan mempermudah petani dalam hal produksi. Subsidi bukanlah beban, melainkan satu cara untuk meningkatkan produktivitas yang akan menjaga ketersediaan. Begitu pun ekstensifikasi, pemerintah akan hadir untuk rakyat, bukan untuk korporasi. Pemerintah akan menjaga agar alih fungsi lahan benar-benar dilakukan untuk kepentingan seluruh rakyat.

Kedua, harga bukan satu-satunya hal dalam pendistribusian harta. Negara akan bertanggung jawab terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat, termasuk pangan. Contohnya, negara menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan tanah mati dan pemagaran apabila para petani tidak menggarapnya secara langsung. Kebijakan yang demikian ini bisa terwujud jika negara memiliki peran sentral dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Kebijakan yang berfokus pada umat hanya akan bisa kita dapatkan dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), bukan demokrasi. Selain karena sejarah membuktikan bahwa hanya peradaban Khilafah yang dapat menyejahterakan penduduknya dengan sebaik-baik pengurusan, juga terdapat firman Allah Taala bahwa suatu negeri akan sejahtera jika Islam diterapkan secara kaffah.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96).

 

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *