Hak Guna Lahan IKN untuk Investor, Membuat Rakyat Tekor

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Hak Guna Lahan IKN untuk Investor, Membuat Rakyat Tekor

Oleh : Unix Yulia (Komunitas Menulis Setajam Pena)

 

Proyek pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) baru yang berlokasi di Kalimantan sudah dimulai sejak beberapa bulan yang lalu. Proyek ini membangun kota baru dari awal, mulai buka lahan dan sebagainya. Ditengah banyaknya permasalahan di masyarakat, apakah pembangunan ini sangat urgent?

Saat ini, pemerintah lagi sibuk-sibuknya menarik investor yang diperuntukkan untuk IKN. Pemerintah rencananya akan menawarkan Hak Guna Lahan mulai dari 90 sampai dengan 180 tahun kepada investor.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, bahwasannya jangka waktu Hak Guna Lahan ini merupakan strategi pemanis (sweetener) agar investor mau masuk IKN. Dan strategi ini sudah berhasil berbagai negara. Selain itu, menurutnya saat ini sudah ada beberapa negara (Uni Emirat Arab, China, Korsel, Eropa) yang berkomiten untuk melakukan investasi. Dan pemerintah melakukan penawaran lain supaya negara dan pengusaha dapat memperoleh keuntungan. (nasional.kontak.co.id, 02/12/2022)

Sejak awal direncanakan, proyek pembangunan IKN sudah menimbulkan kontroversi dan masalah. Misalnya, yang awalnya tidak akan mengobrak-abrik APBN, namun nyatanya APBN tetap digunakan. Hal ini membuktikan bahwasannya pemerintah belum siap untuk memulai proyek ini. Apalagi ditengah problematik umat saat ini, masih banyak hal urgent lainnya yang harus dilakukan.

Tetapi nyatanya pembangunan tetap dimulai. Ditambah kini pemerintah menawarkan hak guna lahan mulai 90 hingga 180 tahun, terhitung waktu yang sangat lama dan bisa mengancam kedaulatan negara. Terlihat pemerintah sangat ambisius dalam menjalaninya, karena seperti yang dikatakan Bahlil bahwa pemerintah dan pengusaha akan mendapatkan keuntungan. Sungguh, hal ini akan membuat rakyat tekor.

Begitulah tabiat pembangunan dalam sistem kapitalisme. Pembangunan dilakukan untuk memperoleh keuntungan bagi para kapital (pemerintah ataupun pemilik modal) dan mengancam kedaulatan rakyat. Tanpa mempertimbangkan urgensinya, yang penting para kapital mendapatkan keuntungan.

Sangat berbeda pada sistem islam, pembangunan infrastuktur murni dilakukan negara sebagai bentuk melayani masyarakat dan memperlancar kegiatan ekonomi sosial rakyat. Infrastuktur yang bersifat umum, seperti jalan, laut, kanal, masjid, pabrik yang berhubungan dengan benda milik umum (contoh : pertambangan) dan infrastuktur milik negara seperti alat komunikasi, pembayaran, industri militer harus dikelola secara mandiri oleh negara. Sehingga hasilnya bisa untuk membiayai seluruh umat /negara.

Pembangunan infrastuktur dalam Islam sendiri dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :

Pertama, Infrastuktur yang sangat dibutuhkan oleh publik yang jika ditunda akan menimbulkan bahaya atau dharar. Sehingga pembangunannya tidak memperhatika ada atau tidaknya dana di Baitul Mal. Apabila biaya mencukupi maka diambil dari Baitul Mal. Namun apabila tidak mencukupi maka negara memungut pajak (dharibah) dari rakyat yang kaya. Namun apabila pengumpulan dana membutuhkan waktu lama, sedangkan pembungan infrastuktur mendesak, maka boleh berhutan dari luar, asalkan tidak melanggar syariat (mengandung riba).

Kedua, Infrastuktur yang dibutuhkan masyarakat, tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya. Dan tidak boleh dibangun apabila negara tidak memiliki dana yang cukup.

Sayangnya saat ini negara berpaling dari sistem islam, pembangunan infrastruktur dijadikan proyek meraih keuntungan bagi para kapital. Hanya dengan diterapkan sistem Islam, kita bisa kembali mendapatkan pelayanan yang sesungguhnya.

 

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *