Genosida dan Bencana Kelaparan Terus Terjadi, Mengapa Dunia Hanya ‘Diam’ Saja?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Genosida dan Bencana Kelaparan Terus Terjadi, Mengapa Dunia Hanya ‘Diam’ Saja?

Nisa Agustina

(Muslimah Pegiat Literasi)

 

“Ramadhan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya…

Kali ini, ia datang untuk mengingatkanmu :

Bahwa kamu punya saudara yang telah memulai ‘puasa’-nya sejak 5 bulan lalu..

Namun, sampai kini ia belum berbuka…”

(Adham Syarqawiy, Penulis Palestina)

Kutipan tulisan dari penulis Palestina di atas begitu telak menggambarkan kondisi Palestina saat ini. Ketika sebagian kaum muslimin dunia menyambut dengan gembira kehadiran bulan Ramadhan, menyelenggarakan berbagai pawai tarhib dan juga telah mempersiapkan berbagai menu untuk sahur dan berbuka. Saudara muslim kita di Palestina sana justru dari 5 bulan lalu telah dipaksa untuk berpuasa tanpa sahur dan berbuka. Mereka menghadapi Ramadhan dengan ancaman kelaparan massal dan kondisi yang memprihatinkan.

Warga Palestina di Jalur Gaza yang berjuang menghadapi kelaparan, terpaksa menggiling pakan ternak untuk dijadikan roti karena dilanda kelangkaan tepung terigu yang berkepanjangan di tengah blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan. Hal ini berdampak buruk pada tubuh akibat sakit perut yang parah dan diare. Krisis pangan yang mengakibatkan sulitnya makanan membuat warga Gaza terpaksa harus menjadikan kaktus sebagai makanan alternatif.

Bahkan, menurut keterangan Ramesh Rajasingham, direktur koordinasi Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), satu dari enam anak Gaza di bawah usia 2 tahun mengalami kekurangan gizi. Sepertiga populasi Gaza juga terancam kelaparan. Mereka mencuci dengan air laut yang tercemar, tidur di tenda-tenda penuh sesak, makan roti seadanya, mengumpulkan tumbuhan, segala jenis benih, dan menggunakannya untuk bertahan hidup. Namun, kebanyakan orang tidak makan. Seringkali, mereka tidak makan selama beberapa hari.. Ratusan ribu pengungsi berada dalam kondisi krisis kemanusiaan yang semakin lama, semakin melampaui batasannya. (viva.co.id, 08/03/2024)

PBB dan badan kemanusiaan lainnya mengalami kendala luar biasa dalam menyalurkan bantuan ke Gaza, itu pun dalam jumlah sedikit. Kendala itu meliputi penutupan perbatasan, pembatasan mobilitas dan komunikasi, prosedur pemeriksaan yang rumit, ketegangan, jalan rusak, hingga bom aktif yang belum meledak.

Seperti yang kita saksikan, agresi Zionis Israel ke Jalur Gaza, Palestina, telah berlangsung selama hampir 150 hari dan terus memakan korban. Setidaknya 30.320 orang terbunuh dan 71.533 terluka dalam serangan di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Semua masyarakat dunia bereaksi. Entitas Zionis ini pun digugat di Mahkamah Internasional (ICJ) atas genosida Palestina. Namun, tak ada yang berubah. Mereka tetap memborbardir Gaza, bahkan dengan biadabnya mereka melepaskan tembakan ke arah kerumunan warga Gaza yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan pada Kamis 29 Februari lalu.

Sayangnya kecaman demi kecaman tidak pernah berhasil menyurutkan kekejian dan kebrutalan zionis Israel. Para pemimpin dunia Islam bisa dikatakan pura-pura buta karena diam saja melihat genosida dan kelaparan yang dihadapi saudara-saudaranya.

Belakangan, aksi Raja Yordania yang mengirimkan bantuan kemanusiaan lewat udara diapresiasi seluruh muslim dunia. Aksi tersebut dianggap bagaikan oase di padang pasir tatkala negeri-negeri Arab lainnya memilih bungkam atas genosida di sana. Bahkan, Mesir membangun tembok beton tinggi di sepanjang perbatasannya dengan jalur Gaza, menyusul kabar invasi Israel ke Rafah.

AS juga mengirimkan bantuan kemanusiaan lewat jalur udara seperti yang dilakukan Yordania. Namun, bantuan tersebut tampaknya hanyalah kamuflase. Pemimpin dunia Islam juga hanya mampu mengecam dan mengutuk tanpa bisa menghentikan kebengisan Zionis atas Palestina. Mereka hanya berdialog dan berdiplomasi, padahal kita semua tahu entitas Zionis tidak akan pernah bisa dihentikan dengan bahasa diplomasi dan kecaman. Alih-alih membantu, mereka justru mempersulit muslim palestina, di antaranya dengan membangun tembok lebih tinggi dan berlapis-lapis, tidak mengirimkan pasukan dan lain-lain. Ini terjadi akibat sekat nasionalisme dan demi melanggengkan kekuasaannya.

Bantuan kemanusiaan itu pun seperti ironi karena pada saat yang bersamaan, mereka membiarkan dan menyokong Israel untuk hidup dan melakukan penjajahan, pembantaian, serta pengusiran atas warga Palestina. Ini ibarat memberi makan Palestina untuk bertahan hidup dalam peperangan. Yang tidak mampu bertahan hidup akan meninggal, yang bertahan hidup akan hidup dalam keputusasaan dan penderitaan berkepanjangan.

Oleh Karena itu, menghentikan krisis Palestina tidak cukup hanya dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan. Kita juga tidak bisa berharap pada lembaga dunia seperti PBB. Hadirnya PBB tidak berpengaruh apa pun pada Palestina. Hukum Internasional tiba-tiba mandul bila berkaitan dengan Israel karena setiap resolusi untuk menghukum Israel, senantiasa diveto oleh AS dan sekutunya. Perjanjian damai dan jalan diplomasi pun tidak bisa menjadi solusi karena salama ini zionis sendirilah yang selalu melanggar setiap perjanjian.

Sudah seharusnya para pemimpin muslim dunia tidak lagi berpura-pura apalagi menutup mata atas genosida yang terjadi di Palestina. Menghentikan agresi entitas Yahudi tidak bisa dengan bantuan uang dan obat-obatan saja, apalagi retorika serta sidang-sidang yang berisi omong kosong belaka.

Satu-satunya yang bisa menghentikan serangan entitas Yahudi adalah dengan mengerahkan pasukan tentara kaum muslim. Firman Allah Taala, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS Al-Baqarah: 191).

Namun, hingga kini, para pemimpin negeri muslim tidak banyak membantu untuk melenyapkan penjajahan itu. Jika ada yang mau berupaya membantu, mereka mengalami keterbatasan akibat adanya hukum-hukum internasional dan sekat-sekat nasionalisme.

Sungguh, Palestina butuh pergerakan dunia Islam untuk membangkitkan seluruh umat. Bantuan nyata dari pemimpin negeri-negeri muslim adalah berupa pengiriman tentara, bukan sekadar mengambil suara di sidang PBB dalam rangka membela Palestina.

Persatuan kaum muslim harus segera diwujudkan. Palestina adalah ujian ikatan akidah. Palestina adalah cobaan ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah itu tidak tampak tatkala nation state telah mengerat tubuh kaum muslim menjadi puluhan negara. Negara bangsa inilah yang membuat Liga Arab sulit melawan Zionis meski mereka mendukung Palestina.

Harus ada kekuasaan Islam yang menyerukan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, tidak ada solusi lain bagi Palestina selain dengan mewujudkan Khilafah Islamyiah. Dengan Khilafah, sekat bangsa akan tercerai, persatuan kaum muslim akan mewujud, akidah Islam menjadi fondasi kekuatan Islam. Khalifah akan menyerukan jihad memerangi musuh-musuh Islam.

Hanya jihad dan Khilafah solusi fundamental untuk Palestina dan negeri muslim lainnya yang masih terjajah. Mau berapa bukti lagi bahwa tanpa Khilafah umat tertindas dan tercerai berai?

Hanya Khilafah rumah dan tempat aman bagi kaum muslim meminta perlindungan. Dengan Khilafah, kaum muslim terjaga kehormatan, nyawa, dan hartanya. Semoga Allah menyegerakannya untuk kita.

Wallahu a’lam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *