Demokrasi Sistem Kufur

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Tri Cahya Arisnawati

Saat ini hampir di seluruh dunia termasuk negeri-negeri muslim telah mengadaptasi sistem demokrasi. Bahkan negara islam yang dahulu telah menjadi negara adidaya telah meninggalkannya dan turut menggunakan demokrasi karena menganggap demokrasi adalah perwujudan dari islam itu sendiri. Hingga sampai detik ini demokrasi masih menjadi sistem pemerintahan yang masih eksis hingga hari ini, dan masih dianggap menjadi sistem pijakan sebagian manusia untuk menyelesaikan problematika kehidupan yang mendera walapun kerusakan yang ditimbulkannya sudah banyak mencuat ke permukaan. Bahkan ada sebagian umat muslim yang menganggap bahwa demokrasi serupa dengan islam. Benarkah demikian?

Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu Demos yang berarti rakyat dan Kratos yang berarti pemerintahan. Orang Yunani yang pertama kali mengembangkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan setiap kota (polis). Demokrasi bermakna pemerintahan atau kekuatan rakyat (power of strength of the people). Presiden Amerika Abraham Lincoln mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, yang dijalankan oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat (government of the people, by the people, and for the people).

Demokrasi berasal dari asas sekulerisme (pemisahan agama dari dalam kehidupan), dalam sistem ini agama dijadikan hanya sebagai ritual atau ibadah saja, artinya agama hanya boleh mengatur manusia hanya dalam hal beribadah saja. agama tidak punya andil yang lebih luas dalam mengatur kehidupan manusia. Politik, sosial, ekonomi, pendidikan, dan hubungan luar negeri agama tidak mendapatkan porsi sedikitpun dalam mengaturnya. Dalam menjalankan kehidupannya, dalam sistem demokrasi manusia meniscayakan bahwa manusia lah yang harus membuat hukum. Dalam sistem demokrasi masih mempercayai adanya pencipta, tetapi mengabaikan peran pencipta bahwa sang pencipta telah menciptakan dunia ini beserta peraturannya untuk ditaati untuk kesejahteraan dan keselamatan hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat.

Demokrasi yang berasaskan sekulerisme memang benar-benar memisahkan agama dari kehidupan, sistem ini dirancang dengan sangat rapi dan apik membuat manusia sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang halal dan mana yang haram sehingga membuat manusia bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa mempedulikan norma-norma agama.

Ada prinsip-prinsip dalam demokrasi yang sangat jelas kebatilannya :
Prinsip kedaulatan, dalam islam sudah jelas bahwa yang berhak membuat hukum hanyalah Allah saja. Manusia tidak boleh membuat hukum yang berkaitan dengan hayat hidup orang banyak seperti ekonomi, sosial, politik, dll. Tetapi dalam demokrasi yang berhak membuat hukum adalah manusia (rakyat).

Prinsip kekuasaan, dalam demokrasi kekuasaan di tangan rakyat, tahu kan slogan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat?! rakyat boleh membuat hukum dan melakukan apa saja yang mereka inginkan. Tetapi tidak mungkin seluruh rakyat mampu mengatur urusan pemerintahan. Maka dari itu, mereka memilih wakil rakyat untuk mewakili suara mereka. Padahal rakyat dalam demokrasi bukanlah rakyat yang sebenarnya tetapi para kapitalis (para pemilik modal). Jadi mereka membuat hukum-hukum yang sesuai dengan kepentingan mereka. Sekalipun bertentangan dengan keinginan masyarakat. jika selama pemimpin kepala negara sudah tidak sesuai dengan harapan rakyat maka rakyat boleh menggantinya dengan pemimpin yang baru.

Prinsip kepemimpinan, dalam demokrasi tidak mengenal kepemimpinan tunggal. Sistem demokrasi memberikan ruang kepemimpinan kolektif yang terdiri dari tiga lembaga independen yang saling mengawasi yaitu Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif. Namun, alih-alih saling mengawasi justru ketiga lembaga ini saling berkomplot membuat hukum yang hanya melindungi para penjahat kelas kakap atau para koruptor yang berada di pusaran ketiga lembaga tersebut. Bahkan seorang Presiden dan keluarganya bisa kebal hukum dan tidak akan dijatuhi hukum walaupun perbuatan dan kebijakannya merugikan rakyat.

Dalam islam kekuasaan memang di tangan rakyat, tetapi dalam menjalankan fungsi kekuasaannya tersebut harus sesuai dengan hukum yang Allah buat. Dalam arti merekalah yang mengangkat seorang pemimpin yang menerapkan hukum Allah secara kaffah (menyeluruh), mereka juga yang akan memberhentikan melalui keputusan mahkamah mazhalim ketika pemimpin tersebut tidak menerapkan hukum Allah.

Dalam demokrasi yang berasaskan sekulerisme, dalam kehidupan sesama manusia mereka tidak mau diatur oleh hukum Allah. Sehingga mereka berani membuat hukum sendiri. Jadi secara tidak langsung mereka berani menentang Allah dalam membuat hukum.

Padahal jika kita mengaku beriman, berarti harus terima konsekuensinya yaitu mengikuti semua perintah Allah termasuk menggunakan hukum Allah untuk seluruh aspek kehidupan.
Seperti firman Allah :

“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam islam secara keseluruhan, janganlah kamu turut langkah-langkah setan sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah : 208).

Ada satu hal lagi yang sangat terlihat sekali keruskan dari sistem ini yaitu dari segi musyawarahnya. Islam tidak boleh memusyawarahkan yang sudah jelas hukumnya contoh haramnya khamr, haramnya pacaran, haramnya riba, dll. Tetapi dalam demokrasi hal itu masih bisa dimusyawarahkan hukum halal dan haramnya selama masih ada kemaslahatan dan keberlangsungan individu.

Dalam islam hanya memperbolehkan musyawarah dalam hal teknis yang tidak menyangkut hayat hidup orang banyak seperti pengaturan sistem lalu lintas, peraturan di sekolah, penanganan bencana dll. Dalam demokrasi musyawarah tidak ada batasannya tetapi dalam islam masih ada batasannya, dalam islam yang mengambil keputusan tetap pemimpin bukan anggota musyawarah, pemimpin boleh mengambil salah satu pendapat dalam musyawarah jika pendapat tersebut adalah pendapat yang terbaik, meskipun itu bukan suara terbanyak. Dalam islam pendapat orang awam diabaikan, tetapi dalam demokrasi orang yang sangat ahli dan orang yang sangat awam nilai suaranya sama.

Dalam demokrasi ada 4 pilar kebebasan yang sangat bertentangan dengan islam dan sangat jelas sekali kerusakannya, yaitu :

Adanya jaminan kebebasan dalam beragama, sehingga lahirlah agama-agama baru yang sesat dan menyesatkan, memperbolehkan dan tidak ada sanksi tegas bagi orang lain untuk murtad (keluar dari islam)
Adanya jaminan kebebasan berpendapat, sehingga muncullah islam nusantara, penghinaan terhadap nabi, penghinaan terhadap ulama, penghinaan terhadap simbol dan ajaran islam terutama syariah khilafah yang merupakan sistem pemerintahan warisan rasulullah saw.

Adanya jaminan kebebasan dalam kepemilikan, sehingga aset kekayaan alam yang menguasai hayat hidup orang banyak digadaikan oleh pemimpin zalim kepada pihak asing (tambang emas di papua dikuasai oleh freeport, mata air gunung salak dikuasai oleh danone,dll)
Adanya jaminan kebebasan berekspresi atau bertingkah laku, sehingga banyaknya seks bebas, banyak yang pacaran, mengumbar aurat, feminisme, LGBT dan maksiat lainnya yang sejenis.

Dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat, rakyat berhak membuat perundang undangan, dan rakyat juga yang menggaji kepala negara untuk menjalankan perundang undangan yang dibuatnya. Jika kepala negara sudah tidak sesuai dengan harapan rakyat selama memimpin, maka rakyat berhak untuk mencabut kekuasaan dari kepala negara dan menggantinya dengan pemimpin yang baru. Hal ini dikarenakan kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah adanya akad ijaroh (upah) antara rakyat dengan kepala negara. Jika upahnya tidak sesuai dengan harapan kepala negara tentu bisa jadi kinerja kepala negara tersebut menjadi tidak optimal karena mengharapkan imbalan semata bukan dari hati untuk melayani rakyat.

Sebenarnya rakyat yang dimaksud dalam sistem demokrasi disini bukanlah rakyat yang sesungguhnya tetapi rakyat dalam tanda kutip yaitu para kapitalis (pemilik modal). Para kapitalis membuat undang-undang dan membayar kepada pemerintahan untuk menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. Undang-undang terdiri dari beberapa pasal, harga pasal tersebut tidaklah murah. Bahkan satu pasal bisa dihargai puluhan juta bahkan bisa mencapai ratusan juta, sungguh benar-benar rusak hukum diperjualbelikan. Jika undang-undang diperjualbelikan seperti ini yang diuntungkan bukanlah rakyat tetapi para kapitalis, hal ini dikarenakan para kapitalis yang membuat undang-undang dan menggaji kepala negara untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan mereka. Walhasil, para kapitalis semakin berjaya dalam sistem demokrasi sedangkan rakyat semakin menderita dan tertindas.

Berbeda dengan sistem islam yakni khilafah islamiyyah yang berasaskan aqidah islam, dalam khilafah tidak ada kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan dalam negara mutlak hanya ada di tangan satu orang yang disebut khalifah. Khalifah akan dibantu oleh para wali yang ditempatkan di tiap-tiap wilayah untuk mengurus segala kebutuhan umat. Apabila ada khalifah yang kedua dan seterusnya muncul harus dibunuh karena akan mengancam stabilitas kedaulatan dan keamanan internal negara.
Rasulullah bersabda :
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim)

Kedaulatan mutlak berada di hukum syara’ bukan rakyat, kekuasaan rakyat hanya pada aspek pemilihan khalifah. Rakyat berhak menentukan siapa calon khalifah yang layak untuk memimpin asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syara’. Dan rakyat juga berhak memberhentikan khalifah jika terdapat kelalaian dan kezaliman yang dilakukan khalifah melalui legislasi mahkamah mazhalim. Dalam sistem khilafah, hanya Allah yang berhak membuat hukum (QS. Al An’am : 57 dan QS. Al A’raaf: 54). Khalifah yang bertindak sebagai pemimpin hanya berwenang menjalankan hukum-hukum syara’ untuk diterapkan dalam negara dan ditaati oleh rakyat, bila ada pelanggaran hukum syara’ maka khalifah wajib memberikan sanksi tegas kepada pelaku sesuai dengan hukum syariat islam. Sehingga tidak ada kebebasan mutlak dalam islam, segala perbuatan manusia terikat oleh hukum syara.

Seharusnya rakyat bisa belajar dari masa lalu, tetapi kenapa rakyat masih saja percaya dengan sistem yang rusak ini. Dengan bergantinya pemimpin bukan berarti keadaan menjadi lebih baik selama sistem yang dianut masih demokrasi. Sudah 75 tahun Indonesia hidup di bawah naungan sistem demokrasi jika sistem yang dianut masih demokrasi Indonesia tidak ada ubahnya dengan Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.

Banyaknya kekacauan dan kemungkaran yang terjadi di dunia ini karena tidak diterapkannya hukum islam secara kaffah. Lalu adakah solusi untuk mengatasi kekacauan tersebut? tentu saja ada yaitu khilafah rasyidah. Hanya khilafah lah satu-satunya solusi untuk mengatasi problematika umat, karena khilafah bersumber dari hukum Allah yang terdapat pada Al Qur’an dan As sunnah dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Sekarang apakah anda masih ingin menjadi pejuang demokrasi?

Semoga apa yang saya sampaikan melalui tulisan ini bisa bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita, dan yang terpenting mudah-mudahan Allah SWT membukakan pintu hidayah kepada kita agar mau melaksanakan hukum islam secara kaffah. Semoga Allah SWT mempermudah kita semua untuk menegakkan khilafah kembali.

We need khilafah not democracy, we need khilafah not liberalism, we need khilafah not capitalism!

Wallahu ‘alam bishowab

Jazakumullah khoiron katsiro

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *