Oleh: Aminah Darminah, S.Pd.I (Muslimah Peduli Generasi )
Sejak wabah corona masuk ke Indonesia, persoalan terus bermunculan, salah satunya defisit APBN. Bebagai cara dilakukan untuk menanggulangi defisit ini, bahkan presiden sampai mengeluarkan Perpu corona. Berbekal Perpu ini, pemerintah punya wewenang untuk mencari jalan keluar atas defisit APBN tampa restu DPR dengan utang asing.
Untuk menanggulangi dampak pandemi covid-19 dan melindungi ekonomi nasional pemerintah melebarkan defisit APBN tahun 2020 ke level 6,27% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setara Rp 1.028,5 triliun. Pemerintah berencana menerbitkan utang baru sekitar Rp 990, 1 triliun, total utang senilai Rp 990,1 triliun ini dengan penerbitan SUN secara keseluruhan baik melalui lelang ritel, maupun privat placement dalam dan atau luar negeri. (detikfinance, 28/5/2020). Hal ini senada dengan pernyataan, menteri keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyebutkan APBN Indonesia tahun 2020 berpotensi menembus 1000 triliun. Menurut Sri Mulyani pendapatan negara tahun ini hanya mencapai Rp 1.691,6 triliun turun 13,6 % dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2019 yang sebesar Rp 1.957,2 triliun. Asumsi pendapatan negara sebesar itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.404,5 triliun dan penerima bukan pajak sebesar Rp 286,6 triliun. Untuk menambal defisit yang menganga begitu besar, akan ada utang baru melalui menerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baik domestik maupun global senilai 10 milyar hingga 14 milyat dolar. Selain tambahan utang baru, jumlah utang luar negeri Indonesia pada kwartal -1 2020 sebesar Rp 5839,5 triliun. (Kompasiana, 2/6/2020).
Defisit anggaran APBN bukan kali ini saja terjadi, hampir setiap tahun APBN mengalami defisit, hanya saja pandemi covid-19 menjadi salah satu alasan penyebab terjadinya defisit anggaran. Walaupun anggaran APBN dari aspek penerimaan dan pengeluaran selalu mengalami kenaikan, faktanya pelayanan terhadap rakyat tidak semakin baik. Justru rakyat dibebani dengan iuran BPJS yang terus naik, subsidi listrik dan BBM terus dikurangi, subsisi pendidikan, pertanian dikurangi, anehnya APBN terus mengalami defisit. Dari fakta ini ada sesuatu yang salah dalam penyusunan anggaran APBN.
Penyusunan APBN yang dilakukan setiap tahun dilakukan bersumber dari sistem ekonomi kapitalis. Paradigma kapitalis ini menjadikan liberalisme ekonomi, kebebasan hak milik, negara tidak boleh campur tangan langsung dalam perekonomian. Salah satu bentuk liberalisasi adalah meningkatnya privatisasi perusahaan-perushaan milik umum dan milik negara, yang seharusnya dikuasai dan dikelola oleh negara (BUMN) sebagai sumber utama pemasukan APBN. Emas, tembaga, batu bara, gas, hutan, minyak dikuasai pihak asing sampai 80% lebih. Akibatnya negara kehilangan sumber pendapatan negara, yang berasal dari harta milik umum dan milik negara, karena diprivatisasi. Negara hanya mendapat sebagian kecil melalui pajak atau laba dari penyertaan modal pada perusahan pengelola. Sementara pendapatan negara bertumpu pada pajak dan utang.
Disisi lain kondisi ini diperparah dengan kebijakan belanja APBN yang cendrung boros dan tidak pro rakyat. Dialokasikan untuk anggaran pemerintah pusat untuk belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, perjalanan dinas, renovasi gedung, ditambah kebocoran APBN karena korupsi. Sisanya ditransfer ke daerah.
Dalam Islam APBN disebut dengan baitul mal. APBN dalam Islam tidak disusun setiap tahun, tidak membutuhkan pembahasan dengan majelis ummat. Maka APBN dalam Islam bersifat tetap dari aspek penerimaan dan pos pengeluaran. Tetapi alokasi anggaran permasing-masing sumber pendapatan dan pos pengeluaran bersifat fleksibel. Penerimaan APBN tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Pajak hanya temporal jika kas di baitul mal sedang kosong dan hanya dipungut dari orang kaya dan muslim. Begitupun utang tidak dijadikan sebagai sumber penerimaan APBN.
Dalam Islam sumber penerimaan APBN berasal dari: Pertama, dari sektor kepemilikan individu, sedekah, hibah, zakat. untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Kedua, dari sektor kepemilkan umum, pertambangan, minyak bumi, gas, hutan, laut, padang rumput. Ketiga, dari sektor kepemilikan negara, jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, ‘usyur.
Dari sisi pengeluaran fokus pengeluaran APBN dalam Islam menjamin pemenuhan kebutuhan primer tiap warga negara maupun kebutuhan pokok masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan. serta memberikan jaminan peluang pemenuhan kebutuhan sekunder bahkan tersier sesuai kemampuan masing-masing. Khusus untuk zakat pos pengeluarannnya wajib hanya 8 asnaf.
Pengelolaan keuangan bersifat sentral, anggaran belanja daerah tidak didasarkan pada potensi kekayaan alam daerah tersebut. Tetapi didasarkan kepada kebutuhan daerah untuk kesejahteraan rakyat. Daerah yang melimpah kekayaannya tidak dibiarkan mengelola sendiri semata-mata untuk kepentingan daerahnya.
Dengan demikian defisit APBN tidak akan terjadi setiap tahunnya, jika sumber pendapat APBN diambil dari pengelolaan SDA yang ada di negeri ini. Sumber pendapatan APBN tidak akan mengandalkan pajak apalagi utang yang sangat membahayakan kedaulatan sebuah bangsa.
Wallahualam.