Oleh: Rifdah Nisa
Tepat sebulan lalu pasca pengumuman korban Covid-19 pertama di Indonesia. Semakin hari jumlah korban bertambah, baik ODP, PDP bahkan yang meninggal. Korban tersebar dari beberapa propinsi cuman tetap jakarta menjadi wilayah terbesar korban Covid-19 karna sbg pintu gerbang internasional. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah seperti sosial distancing, anjuran dirumah aja, karantina wilayah, darurat kesehatan dan yang terakhir darurat sipil. Tidak hanya aturan dan anjuran pemerintah seolah memberi angin segar ditengah2 memanasnya wabah. Pemerintah memberi bantuan Rp 3.000.000 kepada korban PHK akibat corona (www.cnnindonesia.com), menangguhkan cicilan selama satu tahun, PLN menangguhkan pencatatan meteran dbulan april (www.jpnn.com).
Apakah upaya pemerintah mampu mengatasi masalah ekonomi rakyat ditengah-tengah tersebarnya wabah? Jawabannya “tidak” realita menyatakan insentif yang diberikan pemerintah tidak terlalu mendongkrak ekonomi rakyat apalagi mengatasi wabah secara ekonomi karena bukan hanya sebagian kecil rakyat yang menjadi sasaran program namun juga prasyarat berbelit yang mungkin banyak rakyat tidak akan memanfaatkan apalagi belum ada dukungan penuh dari pihak lain (perbankan/pegadaian) ini hanya jadi solusi tambal sulam. Solusi yang digelontorkan lebih bernilai pencitraan dibanding pemenuhan kebutuhan rakyat.
Disisi lain, adanya penangguhan pencatatan meteran bulan april dengan berpacu pada pengeluaran 3 bulan terakhir, nampak ketidakadilan dalam kebijakan ini karna tagihan tidak sesuai penggunaan. Ini menunjukkan bahwa rezim saat ini tidak mau tahu masalah rakyat karena solusi yang digulirkan lebih mengarah kepada pencitraan ketimbang memenuhi kebutuhan rakyat sehingga nampak kedzoliman pemerintah ditengah-tengah mengganasnya wabah, rakyat kembali harus mengurusi masalahnya sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah sehingga tak heran muncul para relawan sosial tanpa pamrih akibat lambannya pemerintah dalam mencukupi kebutuhan rakyat pada masa sosial distancing.
Tak buat malu atau menyesal karena rakyat lebih tanggap dulu ini justru membahagiakan pemerintah karena upaya lepas tangan terhadap rakyat dsambut oleh para relawan sehingga muncul statemen pemerintah “yang kaya membantu yang miskin” inilah realita rezim neoliberalisme radikal yang digadang-gadang menjadi sistem terbaik untuk diterapkan ditengah-tengah masyarakat.
Jika neolibelisme gagal mengatasi masalah ekomoni rakyat dtengah-tengah merebaknya wabah lantas apa solusi apa yang tepat?. Sungguh manusia adalah makhluk/ciptaan Allah sebaik-baik aturan adalah aturan yang berasal dari pencipta. Dalam pandangan Islam pemerintahan Islam “khilafah” merupakan negara independen tidak tergantung pada asing sebagaimana firman Allah “dan sekali -kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang mukmin “( TQS. An-Nisa: 141).
Beberapa kebijakan pemerintah dalam mengatasi wabah baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai berikut:
Memastikan suplai kebutuhan vital pada wilayah yang diisolasi, jika pusat wabah ada di wilayah khilafah.
Membiayai aktivitas edukasi dan promosi hidup sehat pada masyarakat diluar wilayah pusat wabah.
Melarang praktik ihtikar (peminbunan) pada barang apapun
Membiayai riset untuk menemukan obat dan anti virus.
Menghentikan impor barang dari wilayah pusat wabah, jika pusat wabah ada diluar wilayah khilafah
Melarang kapitalisasi antivirus
Memberi bantuan sosial pada negara lain yang terdampak wabah.
Inilah gambaran solusi khilafah dalam mengatasi wabah terkait kebijakan ekonomi yang justru berbanding terbalik dengan pemerintah saat ni, lantas manakah yang menjadi pilihan kita?
Wallahu a’lam bishowab.