Bullying Bikin Merinding, Putus Rantainya dengan Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Bullying Bikin Merinding, Putus Rantainya dengan Islam

Nuha Arofah

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Kasus bullying hari ke hari bikin merinding orangtua. Kemarin, beberapa kali menimpa pesantren, ada juga yang menimpa sekolah Internasional. Yang baru-baru ini, terjadi di Batam, menimpa anak perempuan. Korban dan pelakunya sama-sama perempuan. Sang korban berusia 17 tahun dan 14 tahun, sedangkan pelaku pengeroyokan berjumlah 4 orang, dengan usia 18 tahun, dua orang usia 14 tahun, serta satu orang berusia 15 tahun. (kompastv.com 02/03/2024)

Mengutip dari databoks.com (20/02/2024), sepanjang tahun 2023 sendiri, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan telah terjadi 30 kasus bullying (perundungan) dimana angka tersebut meningkat dari tahun 2022 yang berjumlah 21 kasus. Angka tersebut dirinci dengan 50% terjadi di jenjang SMP/sederajat, 30% jenjang SD/sederajat, 10% jenjang SMA/sederajat, dan 10% jenjang SMK/sederajat. Sementara itu, kejutan di awal tahun 2024 ini sudah ada catatan-catatan baru kasus bullying dikalangan pelajar.

BULLYING SALAH SIAPA

Maraknya bullying harus dipandang meresahkan dan tak bisa dibiarkan. Baik secara fisik, maupun non fisik, sejumlah faktor bisa melatarbelakangi terjadinya perundungan ini. Pertama, faktor keluarga. Anak yang tumbuh dengan bangunan keluarga broken home atau tidak harmonis bisa menjadi penyebab pertama melakukan bullying terhadap orang lain. Mereka menyaksikan orangtuanya sering cekcok atau bermain fisik, saudaranya berkelahi lalu anak menontonnya dan merekam dalam pikiran, kemudian mereka mencari perhatian diluar rumah dengan melakukan perundungan. Singkatnya, kenyamanan tidak didapatkan di dalam keluarga.

Kedua, faktor sekolah. Kurangnya pengawasan dan manajemen dari pihak sekolah kepada para siswa menjadikan fenomena perundungan kian subur. Peran sekolah yang hanya sebatas transfer ilmu pengetahuan tanpa mendampingi pembentukan akhlak murid-murid nya menjadikan para pelajar bebas berperilaku tanpa batasan sekalipun membahayakan.

Ketiga, faktor lingkungan dan media. Hal ini bersebab lingkungan dan media adalah tempat dimana para pelajar banyak menghabiskan waktu mereka. Sudah bukan rahasia umum, game online, tontonan seperti film kartun, anime dll, dan media sosial tak jarang menyajikan budaya kekerasan untuk anak-anak.

Selain ketiga faktor di atas, ada satu faktor lagi yang sejatinya berperan penting untuk penyelesaian angka perundungan di negeri ini, yakni negara. Sebab, negara dapat melakukan regulasi hukum, tapi negara juga bisa memberikan sanksi tegas agar tidak terjadi perundungan kembali. Sebagai contoh, perundungan yang marak terjadi dilakukan oleh anak dibawah umur hingga korbannya meregang nyawa. Sistem sanksi yang diberikan adalah sistem sanksi rendah anak dibawah umur yang tidak membuat pelaku jera. Sehingga perundungan terjadi lagi-lagi.

SOLUSI ISLAM HAPUS PERUNDUNGAN

Fakta pelajar menjadi pelaku bullying/perundungan menjadi gambaran akan lemahnya pengasuhan dan gagalnya sistem pendidikan hari ini mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Islam memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik di keluarga, sekolah maupun Masyarakat. Disamping itu, Islam juga memiliki sistem sanksi yang shahih yang mampu membuat jera termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku dalam batas balighnya seseorang, bukan angka usia seperti hari ini.

Pertama, peran negara dimana kurikulum pendidikan didasarkan pada akidah Islam. Menanamkan akidah Islam sejak dini menjadi modal utama. Dengan demikian, pelajar memiliki iman yang kuat serta tidak akan melakukan hal-hal yang Allah haramkan.

Kedua, peran keluarga. Orangtua dalam sistem Islam akan fokus mendidik anak agar berkepribadian Islami. Mereka tidak akan terbebani dengan biaya pendidikan sebab negara memfasilitasi pendidikan secara gratis bagi rakyatnya. Sementara itu, negara membuka peluang pekerjaan bagi laki-laki sebagai kepala keluarga, sehingga kaum ibu tidak akan terbebani oleh masalah ekonomi. Para ibu dapat fokus pada perannya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.

Ketiga, peran masyarakat dan sekolah. Masyarakat dalam sistem Islam terbiasa melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka adalah pemantau dan pengawas perilaku masyarakat. Adapun sekolah juga menerapkan kurikulum berbasis Islam. Setiap guru tidak akan dipusingkan dengan beban kerja dan gaji rendah. Setiap sekolah akan memfokuskan para pendidik untuk menghasilkan mutu pendidikan berkualitas dan islami. Sehingga, akan sangat minim bahkan mustahil terjadi perundungan dikalangan pelajar.

Hal itu hanya akan terjadi manakala Islam diterapkan secara sempurna dalam sendi kehidupan. Sedangkan penerapannya secara sempurna ini hanya akan terwujud dalam bingkai institusi negara. Demikianlah, jika bullying bikin merinding, hanya Islam yang bisa memutuskan rantai penularannya.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *