Boikot Produk Yahudi, Efektifkah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Boikot Produk Yahudi, Efektifkah?

Oleh Tini

(Aktivis Muslimah)

Serangan entitas Yahudi terhadap Palestina makin membabi buta, sampai dengan hari ini Rabu (15-11-2023), warga Palestina yang syahid mencapai 11.180 orang, termasuk di dalamnya 4.609 anak-anak dan 3.100 wanita. Sementara itu, 28.200 orang mengalami luka-luka. Merespon kekejian Zionis Yahudi terhadap penduduk Palestina, MUI mengeluarkan Fatwa MUI No. 83/2023 tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina yang ditandatangani pada 8 November 2023, MUI dengan tegas memfatwakan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Yahudi hukumnya wajib.

Pada intinya, fatwa tersebut mewajibkan seluruh muslim untuk mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Palestina dan memboikot seluruh aktivitas yang akan mendukung Israel dalam agresi militer, baik langsung maupun tidak langsung. Belakangan ramai seruan boikot produk terafiliasi Israel di media sosial, seruan boikot produk yang mendukung Zionis Yahudi adalah wujud kesadaran individu masyarakat untuk membela Palestina.

Seruan boikot produk Yahudi tidak hanya ada di Indonesia. Sejak terjadinya serangan entitas Yahudi terhadap Palestina Oktober lalu, aksi boikot terhadap produk-produk terkait Yahudi telah diserukan di berbagai negeri muslim. Gerakan boikot produk Israel ini juga menggema berujung pada ajakan untuk menggantikannya dengan menggunakan produk dalam negeri.

Tujuan boikot adalah untuk mencegah adanya aliran dana dari konsumen muslim melalui produk pro Yahudi kepada entitas Yahudi, jika dilakukan secara masif oleh seluruh rakyat Indonesia, apalagi muslim sedunia, diharapkan bisa membantu Palestina. Oleh karena, umat akhirnya mewujudkan solidaritas sesama muslim dengan melakukan aksi boikot.

Melalui media sosial, umat Islam juga gencar menyuarakan penolakannya terhadap penjajahan entitas Yahudi di Palestina meski media Barat kerap membungkam. Umat juga mengumpulkan donasi dengan mengadakan doa bersama, semua itu memang ranah yang bisa dilakukan oleh umat Islam yang berisi individu-individu sipil tanpa kekuasaan maupun kekuatan.

Sebenarnya, gerakan boikot akan efektif jika dilakukan secara total oleh negara. Pemerintah Indonesia bisa melarang produk-produk pro Yahudi untuk beredar di Indonesia, juga memutus hubungan dagang dengan entitas Yahudi tersebut dan negara-negara pendukungnya, seperti Amerika Serikat. Tidak hanya itu, Indonesia bisa memutus hubungan diplomatik dengan semua negara yang mendukung Yahudi. Inilah bentuk boikot yang konkret. Tetapi apakah itu semua sudah dilakukan oleh negara untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina?

Sayangnya, realita negara tidak melakukan boikot, padahal negara bisa saja melakukan hal tersebut. Keengganan pemerintah memboikot produk pro Yahudi dikarenakan negara terjajah secara ekonomi. Negara tergantung pada para kapitalis untuk menjaga investasi agar tidak lari ke luar negeri. Negara pun membuat regulasi yang menghamba pada kepentingan oligarki sehingga tidak berani memboikot produk mereka yang pro Yahudi.

Lebih parahnya lagi, pada saat umat Islam di Palestina meregang nyawa, penguasa negeri ini justru bermesraan dengan kapitalis oligarki yang mendanai Yahudi untuk membombardir Palestina.

Bisa saja Indonesia memboikot produk pro Yahudi secara total, asalkan penguasa melepaskan diri dari penjajahan ekonomi para kapitalis oligarki. Negara harus independen, terlepas dari cengkeraman gurita bisnis pengusaha pro Yahudi. Hal ini bisa terwujud jika negara terlepas dari ideologi kapitalisme yang menuhankan ideologi materi dan menerapkan ideologi Islam yang berbasis keimanaan pada Allah Taala.

Ketika negara bisa menerapkan ideologi Islam, Indonesia tidak hanya bisa memboikot produk pro Yahudi secara total. Lebih dari itu, Indonesia bisa mengirimkan tentara. Bukan sekedar untuk menjadi penjaga perdamaian. Tetapi untuk melakukan jihad fi sabilillah menumpas penjajah Zionis Yahudi dan membebaskan Palestina. Indonesia sangat bisa melakukan hal itu karena memiliki kekuatan militer yang cukup untuk melawan intitas Yahudi.

Firman Allah SWT. “Persiapkanlah untuk (mengahadapi mereka apa yang kamu mampu, berupaya kekuatan (yang kamu miliki) dan pasukan berkuda. Dengannya (persiapan itu) kamu membuat gentar musuh Allah, musuh kamu, dan orang-orang selain mereka.” (QS Al-Anfal:60)

Namun sayangnya, pemerintah seolah telah mati hati dan masa bodoh. Memang para pejabat tampak hadir pada aksi bela Palestina, tetapi mereka tidak menggunakan kekuasaannya untuk membela Palestina. Pembelaan mereka berhenti pada memberikan doa dan donasi, tindakan yang hanya menunjukan kapasitas rakyat, bukan pejabat.

Bungkamnya para penguasa muslim ini terjadi karena mereka telah terjajah oleh nasionalisme. Ide ini diembuskan oleh penjajah Barat ke dunia Islam untuk mengerat wilayah Khilafah Utsmaniyah menjadi lebih dari 50 negara bangsa pada awal abad ke-20. Nasionalisme juga yang kini membelenggu negeri-negeri muslim sehingga tidak acuh pada penderitaan umat Islam di negeri yang lainnya, seperti penderitaan muslim Palestina, Uighur, Rohingya, dan sebagainya.

Akibat nasionalisme pula, umat Islam centang perenang laksana buih di lautan. Umat Islam juga menjadi santapan Barat tanpa ada pelindung, kondisi ini tidak pernah terjadi ketika umat Islam masih bersatu di bawah institusi Khilafah Islamiah.Rasulullah Bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.”

(HR Bukhari dan Muslim).

Umat saat ini hanya bisa melakukan aksi boikot sebagai bentuk keberpihakan pada Palestina dan perlawanan terhadap Yahudi. Namun, boikot bukanlah solusi hakiki. Solusi hakiki atas penjajahan Yahudi adalah jihad fi sabilillah untuk mengalahkan entitas Yahudi. Satu-satunya institusi yang akan menggelorakan jihad membebaskan Palestina hanyalah Khilafah. Sejarah telah membuktikannya. Oleh karenanya, tidak cukup hanya melakukan boikot, umat juga harus mewujudkan institusi Khilafah ini secara nyata dengan memberikan dukungan politik terhadap Daulah Khilafah sang pembebas Palestina.

Takbir, Allahu Akbar.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *