Bilakah Persoalan Miras Akan Tuntas?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dewi Fitratul Hasanah (Pemerhati Sosial)

 

Beberapa hari lalu media sosial bingar dengan tagar “Saya Menolak Legalitas Miras di Indonesia”. Tagar tersebut menggema lantaran presiden Jokowi meneken Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, dimana pada lampiran 3, terdapat pengaturan dan perizinan penanaman modal untuk minuman keras (Miras).

Meskipun dalam Perpres tersebut hanya diberlakukan pada daerah-daerah tertentu saja, namun mensinyalir peluang untuk dijalankan juga di daerah-daerah lain atas izin Kepala Daerah.

Perpres yang diteken pada tanggal 2 Februari 2021 oleh presiden Jokowi dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly itu sedemikian menyemai penolakan dari berbagai kalangan. Hingga akhirnya, Perpres tersebut dinyatakan batal alias dicabut pada 1 Maret 2021 oleh presiden.

Kendati demikian, rakyat tak serta-merta lega dan puas. Sebab, Perpres tersebut sejatinya hanyalah bersifat parsial dan tak mampu mengubah izin miras yang pernah ada.

Dikutip dari CNN.com, 2/3/2021, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwasannya izin yang sudah keluar tetap berlaku selama aturan dan prosesnya disesuaikan dengan undang-undang yang sudah diterapkan sebelumnya.

Dari sini rakyat bisa menilai bahwa problematika yang disebabkan oleh miras masih jauh dari harapan untuk diberangus secara serius.

Tentu rakyat mengharapkan pelarangan pengadaan dan peredaraan miras ini secara total dan tegas. Bagaimanapun juga, miras telah sedemikian sukses melahirkan berbagai kemudharatan.

Miras membuat penenggaknya hilang akal kendali. Ia mampu melakukan tindakan kriminal sesuka hati seperti, memperkosa, menganiaya, mencuri bahkan sampai pada perbuatan yang menghilangkan nyawa. Jika ini di biarkan terus, tentulah moral rakyat dan generasi bangsa menuju ambang kebobrokan.

Masih rapi dalam ingatan akan pemberitaan tentang seorang Paman yang tega mencekoki miras kepada keponakannya yang masih berusia 4 tahun, oknum polisi yang menembak mati beberapa orang tak bersalah, anak yang membacok Ibu kandungnya dan seabrek kriminalitas lainnya yang kesemuanya dilakukan akibat kendali miras.

Betapa selaksa kemudharatan terpampang benderang di pelupuk mata. Sehingga wajar jika rakyat menolak keras akan keberadaan miras. Apalagi jika diapresiasi sebagai salah satu rujukan investasi bisnis di negeri ini.

Jika tanpa legalitas investasi miras saja produksi miras telah membawa keburukan yang besar selama ini, bisa dibayangkan jika bisnis ini dilindungi.
Ironisnya lagi, perlindungan Investasi miras nyaris saja diberlakukan di negeri dengan penduduk muslim terbesar ini. Pertanyaan demi pertanyaan pun bercokol dan berotasi dalam pikiran rakyat.

Jika mau sedikit menganalisa, ini bukanlah sebuah hal yang mengherankan. Sebab, sistem yang tengah dijalankan di negeri ini adalah sistem demokrasi-kapitalisme. Sistem ini berasaskan sekularisme yang memisahkan aturan agama dalam berkehidupan dimana orientasinya adalah mengejar keuntungan semata tanpa menghiraukan halal-haram.

Perundang-undangan di dalamnya pun bebas dibuat dan dirombak sesuai kepentingan dan permintaan yang sepihak. Penderitaan rakyat dan masa depan generasi takkan diperhitungkan.
Sistem demokrasi-kapitalisme ini tidak akan menjadikan “bahaya atau tidaknya sesuatu” sebagai prioritas pengambilan kebijakan. Rumus dasar kapitalisme adalah selama permintaan barang itu ada “wajib” bagi mereka untuk diadakan pula. Inilah inti poin sistem demokrasi-kapitalisme”

Oleh karenanya, sistem demokrasi-kapitalisme yang diterapkan selama inilah yang sebenarnya menjadi biang permasalahan.

Berbeda jauh dengan sistem pemerintahan Islam yang bersumber dari hukum-hukum Allah SWT, yang ketika ia diterapkan maka akan tanpa kompromi menghapuskan segala sesuatu yang jelas-jelas bersifat haram menyesatkan lagi merusak.

Allah SWT, telah jelas mengharamkan khamr melalui Al-Qur’an, surah Al-Maidah ayat 90 :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Begitu pula penjelasan dalam sebuah hadis bahwa ” Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamar, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya.” (HR. ath-Thabrani)

Dalam Islam, halal dan haram adalah suatu hal yang mutlak, tidak bisa dinegosiasi meski atas nama investasi. Dalam Islam, baik pembuat, pengedar, pemberi izin investasi dan pengonsumsi adalah sama berdosanya.

Sedemikian tegasnya Islam dalam berhukum membuatnya berjaya dan terbukti menebar keberkahan selama ia diterapkan bukan sekedar sebagai agama melainkan juga sebagai sebuah institusi pemerintahan sesuai manhaj kenabian yang dicontohkan Rasulullah Saw, Sang suri tuladan manusia hingga akhir zaman.

Sudah saatnya kita berjuang dan mensyiarkan agar mengganti sistem yang diterapkan sekarang ini dengan sistem yang penuh kebaikan yang datang dari Rabb alam semesta, yaitu sistem pemerintahan Islam kafah.
Sungguh ketika sistem Islam kembali diterapkan, maka persoalan miras akan benar-benar tuntas. Wallahu a’lam bishshawaab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *