Bebas Utang Dengan Sistem Khilafah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Yuliani (Mahasiswi Kaltim Samarinda)

 

Tahun 2020 menorehkan catatan pahit dalam buku utang Indonesia. Pemerintah menarik utang yang besar guna meredam anjloknya ekonomi akibat wabah COVID-19 yang merebak dari Wuhan China akhir 2019. Pada masa pandemi, pemerintah harus menggelontorkan belanja negara yang lebih besar dari pendapatannya. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit di atas 3 persen, sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020. (https://www.viva.co.id di akses Kamis, 24 Desember 2020).

Indonesia menghadapi persoalan kenaikan utang luar negeri sejak krisis ekonomi 1998 dan era reformasi bergulir. Utang luar negeri yang tadinya berada pada level di bawah seribuan triliun rupiah, kini sudah nyaris menyentuh Rp 6.000 triliun per Oktober 2020. Tak heran jika belum lama ini Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai 10 besar negara berpendapatan rendah dan mencengah yang memiliki utang luar negeri terbesar pada tahun lalu. (Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, di akses Ahad 27 Dec 2020).

Sungguh mengenaskan Indonesia menjadi negara ke 10 yang gemar berutang Bank Dunia merilis International Debt Statistics (IDS) 2021 pada Oktober 2020. Data statistik setebal 194 halaman tersebut merinci utang banyak negara-negara di dunia hingga akhir 2019. Mulai dari besaran total, sumber utang hingga rasio utang.

Berdasarkan data tersebut, 10 besar negara dengan utang terbesar adalah China berada pada posisi pertama dengan total ULN mencapai US$2,1 triliun. Diikuti Brasil US$569,39 miliar, India US$560,03 miliar dan Rusia US$490,72 milar. Setelahnya baru Meksiko US$ 469,72 miliar, Turki US$ 440,78 miliar, dan Indonesia dengan nilai utang US$402,08 miliar. Kemudian Argentina US$279,30 miliar, Afrika Selatan US$188,10 miliar dan Thailand US$180,23 miliar. (ase)

Utang yang sekian besarnya membuat Indonesia kehilangan kedaulatannya sendiri di kerenakan sangat bergantung kepada utang. Dalam islam utang adalah aktivitas yang mubah/boleh di lakukan namun harus ada ketentuan yang harus di penuhi salah satunya ketika berutang/memberikan utang maka tidak boleh ada pengambilan manfaat dari aktivitas utang tersebut seperti Riba dan manfaat lainnya. Namun di lapangannya aktivitas berutang dengan riba itu terjadi di Indonesia.

Berbicara  soal utang, siapapun juga diantara kita pasti tidak ada yang mau berutang, sebabnya bisa macam-macam, takut tidak bisa melunasi, takut jadi ketagihan ngutang, dan lain-lain. Lalu, ketika negara kita berutang sudah nyaris menyentuh Rp 6.000 triliun, tentunya itu utang harus dibayar dong, tidak mungkin dibiarkan begitu saja atau dianggap amal dari negara lain.

Ada yang berpendapat bahwa utang dapat mempercepat proses pembangunan infrastruktur yang berujung pada perbaikan perekonomian masyarakat. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Pembangunan memang bisa berlangsung lebih cepat dan masif, namun tetap saja ada syarat-syarat yang bisa membawa dampak buruk ke depannya. Perlu ditekankan, bahwa pembayaran utang diambil dari APBN, dan dalam APBN itu berisi juga penerimaan pajak, yang berarti uang untuk melunasi utang tersebut diambil dari uang rakyat. rakyatlah yang membayar utang tersebut. Ibarat pepatah, lebih baik mencegah dari pada mengobati.

sistem ekonomi kapitalis-sekulerisme yang di terapkan di Indonesia menganggap utang suatu hal yang lumrah untuk dilakukan dalam membiayai pembangunan dan infrastruktur lainya. Namun hal yang perlu di catat adalah ketika berutang dengan pihak swasta maupun pihak luar negeri maka di pastikan mereka menginginkan feedback atau balasan dari pinjaman yang mereka berikan bisa dari kebijakan-kebijakan, undang-undang dan lainnya semua itu akan mempengaruhi kedaulatan negeri karena mudah untuk di dikte oleh negara lain. Hal yang paling harus di perhatikan bahwa Utang antar negara menjadi jalan untuk menjajah negara yang berhutang. Baik utang yang berasal dari kawasan Barat (asing) ataupun Timur (aseng).

Utang yang dilakukan oleh Indonesia diakibatkan oleh sumber daya alam (SDA) yang tidak di kelola oleh negara karena pengurusannya di berikan kepada pihak asing dan swasta sehingga tidak bisa menopang perekonomian Indonesia sendiri sehingga cara yang di ambil adalah berutang sebagai dalih membangun segala infrastuktur dan sebagianya.

Islam memandang bahwa utang boleh di lakukan tapi jangan sampai mengorbankan kedaulatan negara dan menggunakan sistem pembayaran yang mengandung riba di dalamnya.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah:278)

Islam akan mengelola sumber daya alam dengan bijak untuk terhindar dari Utang dalam mensejahterakan rakyatnya. tentu islam hadir tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman:

“Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS an-Nahl [16]: 89).

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Sehingga utang tidak lagi menjadi sarana utama dalam pembangunan sebuah negara karena suah di topang dari sumber daya alam yang di kelola dengan tepat oleh negara. Dari pengelolaan SDM yang tepat oleh Daulah Islam di bawah naungan Khilafah negara akan terhidar utang.  

Wallahu A’lam Bisshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *