Anak Muda Wajib Melek Politik Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Khaulah (Aktivis BMI Kota Kupang)

 

“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia” (Ir. Soekarno).

Pemuda merupakan generasi penerus estafet peradaban gemilang. Dengan kecerdasan, keteguhan, dan kekuatan tubuh, mereka mampu menerobos penghalang untuk wujudkan impian. Di bahu mereka dipikulkan tanggung jawab nasib bangsa esok hari. Namun, tentu saja perlu diperhatikan atas dasar apa pemuda bertindak, agar jelas arahnya.

Sebuah survei yang dilakukan Lembaga Indikator Politik Indonesia melaporkan masih banyak anak muda yang intoleran dalam hal politik, dibandingkan intoleran pada praktik ritual sosial keagamaan. Hal ini seperti yang dilansir dalam laman republika.co.id (21/03/2021) bahwasanya sebanyak 39 persen anak muda menyatakan keberatan jika orang non-Muslim menjadi presiden, sedangkan anak muda yang tidak keberatan 27 persen, dan tergantung 28 persen. Lebih lanjut, sebanyak 62 persen anak muda menyatakan tidak keberatan apabila non-Muslim membangun tempat ibadah di sekitar tempat tinggalnya. Ada 16 persen yang keberatan dan 18 persen menyatakan tergantung.

Di lain sisi, terdapat sebesar 41,6 persen anak muda yang menyatakan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian serius pemerintah karena sangat mengancam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Sebanyak 49,4 persen pemuda sangat mendesak atau mendesak untuk segera ditangani. Hanya 24,1 persen anak muda yang menilai bahwa perkara radikalisme ditujukan pada umat Islam belaka.

Selain itu, survei ini juga memperlihatkan sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat. “Sikap mereka tidak begitu yakin bahwa politisi mewakili aspirasi masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. Walau begitu, masih terdapat 54 persen anak muda yang kukuh, setia memercayai partai politik. (merdeka.com, 21/03/2021)

Jelas terlihat bahwa anak muda tak lagi percaya pada partai politik berikut politikusnya. Tetapi pemahaman terhadap sistem politik alternatif masih terlalu abu-abu. Sehingga mau tidak mau, mereka mendesak pemerintah untuk selesaikan persoalan radikalisme serta persoalan lainnya. Pemuda juga masih gigih mempertahankan demokrasi, berharap masih bisa diperbaiki, masih bisa disembuhkan agar menjadi solusi.

Pemuda sungguh utuh berada dalam ambang kegalauan. Antara “sadar harus adanya perubahan politik” dan “tak tau sistem alternatif apa yang bisa selesaikan persoalan-persoalan ini”. Bahkan masih ada pemuda yang terjerat oleh pengertian politik yang keliru.

Nahasnya, tak sedikit pemuda yang buta politik. Tak tahu-menahu sedikitpun. Kalaupun melek politik, ialah sebatas politik yang merupakan seni merebut/mendapatkan kekuasaan.

Pemuda dengan kecerdasannya bahkan masih teperdaya oleh slogan “keren” demokrasi. Ya, pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat bukankah sudah sebaik-baiknya pemerintahan? Bukankah sistem yang kedaulatannya berada di tangan rakyat, sudah terlampau sempurna? Sehingga, demokrasi dipandang sekadar anomali belaka.

Segala persoalan yang terjadi bukanlah akibat diterapkannya demokrasi, melainkan tingkah bejat para pemegang mandat. Maka, menurut mereka demokrasi masih bisa diselamatkan walau telah berada di ujung tanduk. Sungguh, pemuda berada pada level kegalauan kelas atas.

Pemuda dengan akalnya yang luar biasa harusnya meneliti lebih cemerlang, mencari tahu lebih mendalam. Bahwasanya ada sistem lain yang mampu mengatasi segala persoalan, yang memecah kegalauan mereka. Tentu saja sistem Islam.

Sistem Islam dan sistem demokrasi kapitalisme tentu bak porselen dan tanah liat. Ya, teramat jauh perbedaannya. Dalam Islam, politik bermakna mengurus urusan umat. Mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Islam juga menjadikan Allah, Sang Mudabbir sebagai satu-satunya pembuat hukum. Para pemimpin dipilih tak lain untuk merealisasikan hukum-hukum Allah, tak lebih.

Dari sini terlihat jelas perbedaan politik dalam sistem demokrasi kapitalisme dan sistem Islam. Pemuda sudah seharusnya melek politik Islam serta menjadikannya sebagai pijakan pun batu loncatan kebangkitan. Sungguh tak boleh lagi menaruh harap pada politik di sistem hari ini, karena hanya dengan politik Islam kemenangan Islam akan teraih.

“Merupakan sebuah kewajiban bagi kita, pemuda, untuk melek politik Islam. Mari bersama-sama bergerak, tebar opini Islam. Insya Allah kita tuai semerbaknya”.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *