Oleh: Ummu Dzakirah
Sedih bercampur marah, demikian rasa yang sedang membuncah. Membaca berita tentang anak yang menitipkan orang tuanya di panti jompo saat usia telah renta. Disaat kondisi fisik sudah lemah tak berdaya, dengan sengaja putra putrinya meninggalkannya di griya lansia. Besar harapan orang tua tentunya dimasa tua dirawat oleh anak-anaknya.
Seorang ibu bernama Trimah, 65 tahun dititipkan ke panti jompo Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang, dengan alasan anaknya menitipkannya ke panti jompo karena mereka tidak mampu membiayai orang tua. (viva.co.id, 31/10/2021). Dalam sebuah wawancara trimah menuturkan Karena anaknya masih numpang sama mertua, anak 4, kondisi Covid ini tidak bekerja. Meskipun saat ini dititipkan ke panti jompo, trimah tetap berharap hati anak-anaknya suatu saat akan terbuka.
Tahun 2020 lalu Seorang pria lanjut usia (lansia) diperkirakan berusia 80 tahun meninggal di salah satu lokasi dalam wilayah Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, setelah sehari sebelumnya diduga dibuang oleh anak-anaknya. (aceh.tribunnews.com, 3/4/2020). Di tahun sebelumnya juga terdapat kisah memilukan dimana seorang ibu diminta anaknya beli barang lalu ditinggal, terus dinanti, sang putri tak datang menjemput lagi. (tribunnews.com/international, 21/10/2019)
Silih berganti kabar tentang anak yang tega menelantarkan orang tuanya. Harapan orang tua mendapat kasih sayang dari anaknya sebagaimana kasih sayangnya semasa anaknya kecil hilang musnah begitu saja.
Kapitalisme melahirkan anak yang miskin nurani
Dengan alasan himpitan ekonomi dan beratnya beban keluarga seolah menjadi pembenaran bagi anak mengalihkan pengurusan orang tua pada griya lansia. Dari fakta diatas tidak cukup hanya itu, bahkan pada penelantaran pun kerap terjadi hingga membiarkan dan meninggalkan mereka di jalan begitu saja.
Pemimpin dalam sistem kapitalisme telah nyata melepaskan tanggung jawab dalam melayani dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Yang ada kemiskinan itu tersistemkan, seseorang menjadi sangat keras dalam berusaha keluar dari kemiskinan yang melanda sehingga anakpun kehilangan nuraninya untuk dapat memuliakan orang tuanya karena tersibukkan dengan aktivitasnya.
Tak lekang dari ingatan kejadian anak tega menggugat ayah kandung yang sudah tua renta. seorang anak juga tega memenjarakan ibunya. Walaupun akhirnya berdamai dan si anak meminta maaf. Lebih parah lagi ketika si anak tega membunuh orang tua demi harta. Inilah korban keganasan kapitalisme.
Jika masalah anak durhaka banyak ditemui saat ini, berarti bukan sekadar salah person-nya semata. Tetapi sistem kapitalismelah yang tanpa disadari telah membentuk keluarga yang jauh dari sakinah, mawadah, dan rahmah. Sistem ini telah menghilangkan pemahaman tentang hak dan kewajiban antara anggota keluarga karena nilai-nilai Islam telah ditinggalkan dalam ranah keluarga.
Islam adalah cahaya ditengah gulita
Islam dengan cahaya keimanan kepada Allah, mendidik anak untuk taat kepada orang tua. Jangankan berlaku kasar, bilang “ah!” saja tidak diizinkan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Ya Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (TQS Al-Israa’: 23-24).
Adapun perilaku buruk anak terhadap orangtuanya, Allah segerakan balasannya di dunia. Hadis Rasul SAW “Terdapat dua pintu petaka yang disegerakan akibatnya di dunia, yaitu orang yang zalim dan durhaka kepada orang tua”. (HR Al-Hakim).
Aturan Islam yang paripurna akan mendukung keluarga dalam mendidik anak. Sistem pendidikan Islam yang menanamkan tauhid dan Ridha Allah sebagai orientasi tertinggi. Tidak seperti kapitalisme yang pola pendidikannya cenderung menilai hasil tanpa melihat proses mengakibatkan anak menjadi stres. Mereka hanya menjadikan pendidikan agama sebagai rutinitas. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tak sedikit pun nyantol di hati. Akhirnya, segala cara ditempuh demi hasil yang diinginkan.
Tidak hanya itu, Sistem ekonomi islam akan menjamin sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Sistem pemerintahan yang mengatur segala kebijakan sesuai dengan syariat islam. Juga sistem uqubat yang tegas pada setiap pelanggaran hukum syariat.
Keseluruhan itu akan membentuk kepribadian individu yang sempurna. Individu yang taat akan Islam, yang berkepribadian islam secara otomatis tidak akan menyia-nyiakan kedua orang tuanya. Demikianlah hanya islam yang dapat mewujudkan anak yang berbakti kepada orang tua dan menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Wallahua’lam bishawab.