Penerapan Sistem Kapitalis, Pedofil Tetap Eksis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Penerapan Sistem Kapitalis, Pedofil Tetap Eksis

 

 Oleh Euis Purnama Sari

Ibu Rumah Tangga

Lagi-lagi kasus pelecehan seksual terhadap anak terjadi. Bulan lalu di kabupaten Bandung, tepatnya di kecamatan Cilengkrang, digemparkan oleh predator anak berkedok guru ngaji yang melecehkan 12 orang muridnya, mereka menjadi korban perilaku bejatnya, bahkan diantaranya ada yang sampai hamil. Yang lebih mengejutkan lagi, pelaku sebelumnya telah beraksi di kampung sebelah bahkan sampai diusir. Alih-alih menyesal dengan perbuatannya, pelaku malah semakin menggencarkan aksinya.

Kepala Kepolisian Resor Kota Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo pada Senin (29/5) menyampaikan walaupun menurut ketentuan dalam undang-undang perlindungan anak, pelaku pelecehan seksual menghadapi ancaman hukuman penjara paling singkat lima tahun penjara dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar, namun dikarenakan tersangka adalah tenaga pendidik sehingga bisa bertambah menjadi 20 tahun. Menyikapi kasus tersebut, Bupati Bandung Dadang Supriatna, menginstruksikan DP2KBP3A Kabupaten Bandung, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk saling berkoordinasi dalam menangani korban pelecehan seksual. (ANTARAJABAR, Selasa, 30 Mei 2023)

Ini bukan kali pertama, karena kasus serupa pernah terjadi sebelumnya, bahkan hingga dilakukan hukuman kebiri diberikan kepada pelaku. Namun sayangnya hukuman yang ditetapkan sama sekali tidak memberi efek jera dan tidak mampu menghentikan pelecehan seksual terhadap anak. Maka tidak heran jika kasus tersebut terulang kembali.

Beberapa faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual diantaranya adalah lemahnya penanaman aqidah. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan tidak mampu membentengi diri manusia dari perbuatan dosa, sehingga manusia mudah terjerumus dalam perbuatan maksiat. Selain itu, pengaruh tontonan dan tayangan yang merangsang naluri seks saat ini begitu mudah diakses oleh masyarakat bahkan anak-anak. Padahal konten tersebut sangat besar pengaruhnya dalam merusak perilaku manusia.

Faktor lainnya adalah hukum yang berlaku tidak memberikan efek jera sehingga bermunculanlah predator-predator berikutnya atau bahkan pelaku yang sama. Hukuman 15 tahun dengan denda maksimal Rp5 miliar yang ditetapkan dalam UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, terbilang ringan jika dibandingkan dengan kerusakan yang diakibatkan dari perbuatannya. Dimana ketika pelaku melakukan aksinya akan merusak kehidupan korban bahkan bisa melahirkan bibit-bibit predator yang baru, inilah yang berbahaya. Sehingga wajar jika dibutuhkan hukuman yang lebih berat lagi.

Fakta diatas tidak lain akibat dari penerapan sistem liberal – kapitalisme yang memberikan kebebasan pada manusia untuk berperilaku dan menjadikan tolak ukur perbuatannya hanya sebatas meraih keuntungan semata, tanpa batasan nilai-nilai agama.

Lain halnya dengan Islam, sistem ini bukan sebatas agama ritual yang hanya mengatur peribadahan dengan al-khaliq saja. Keberadaannya dikatakan sempurna karena memiliki seperangkat aturan yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan kehidupan manusia, termasuk dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.

Islam memiliki upaya preventif agar tidak terjadi kekerasan seksual terhadap anak, yaitu dengan menanamkan aqidah pada manusia melalui kurikulum pendidikan agar terbentuk kepribadian Islam, dengan pola pikir dan pola sikap yang Islami yang senantiasa mengikatkan diri terhadap hukum Allah. Sehingga manusia mampu membentengi diri dari perbuatan dosa.

Islam juga sangat menjaga umatnya dari hal-hal yang akan menimbulkan rangsangan seperti video, gambar atau konten-konten berbau pornografi ataupun pornoaksi yang menjadi pemicu terjadinya penyimpangan seksual. Selain memerintahkan untuk menundukkan pandangan (Al gadhul Bashar) kepada umatnya, negara juga akan memfilter konten-konten yang akan diakses oleh masyarakat, serta menutup celah-celah yang bisa menyebabkan penyimpangan atau kekerasan seksual.

Upaya terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sanksi yang berat kepada pelaku agar memberikan efek jera, sehingga bagi manusia yang hendak melakukan perbuatan tersebut akan berpikir ribuan kali karena beratnya sanksi yang diberikan. Dalam Islam pezina akan dihukum dengan dirajam bagi yang telah menikah dan dicambuk bagi yang belum menikah. Sedangkan bagi yang melakukan liwat (gay) harus dibunuh. Artinya, seorang pedofil bisa jadi harus dihukum mati karena kerusakan yang dilakukannya.

Namun solusi yang diberikan hanya bisa diterapkan secara menyeluruh ketika sistem yang mengatur kehidupan manusia diganti dengan aturan Islam bukan kapitalisme yang merupakan biang dari semua kerusakan. Hal ini telah terbukti di masa lalu selama ratusan tahun ketika Islam diterapkan secara sempurna oleh Rasulullah hingga para Khalifah sepeninggalnya. Saat itu, hanya aturan Allah Swt. saja lah yang diterapkan sehingga tercipta kesejahteraan dan keamanan di tengah masyarakat. Hingga terwujud keberkahan bagi seluruh alam.

Wallahu a’lam bishawab

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *