Dunia Remaja, Brutal?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Dunia Remaja, Brutal?

Wiwik Afrah

(Aktivis Muslimah)

 

Belakangan kita menyaksikan beberapa kasus kriminal yang pelakunya masih berusia remaja. Motifnya macam-macam. Mulai dari urusan balas dendam, hubungan terlarang, saling ejek di media sosial hingga perundungan.

Terbaru banget ada kisah pelajar asal Bogor bernama Arya yang menjadi korban kebrutalan remaja seusianya. Menurut pengakuan pelaku motifnya karena saling ejek di media sosial. Bukan kali ini saja kasus seperti ini terjadi. Bahkan, tawuran antarpelajar menggunakan senjata tajam kerap menghiasi ruang pemberitaan.

Kalau menyimak kejadian dengan latar belakang yang sebenarnya sepele, rasanya tidak satu pun yang tidak menggelengkan kepala karena heran. Mengapa remaja kita bisa sebrutal ini? Mengapa mereka begitu mudah tersulut emosi dan menyelesaikan masalah dengan cara-cara kriminal?

Jika merujuk ke lingkungan terdekat remaja, tidak sedikit yang lantas mengarahkan telunjuknya ke keluarga. Sebab, sebagai lingkungan terdekat remaja keluarga menjadi tempat anak-anak tumbuh dan mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya. Meski demikian, tidak sedikit juga yang merujuk pada sistem pendidikan yang sedang berjalan saat ini.

Remaja yang notabene merupakan output sistem pendidikan membingkai dirinya berdasarkan apa yang mereka dapatkan di sekolah. Ini seakan menjadi lingkaran setan. Pangkal masalahnya di mana? Masyarakat awam, praktisi hingga intelektual pun mengeluarkan analisis dari berbagai sudut pandang. Sayangnya, sedikit yang melihat ini sebagai efek domino dari sistem hidup yang melingkupi remaja.

 

Bagaimana penjelasannya?

Masa muda merupakan fase ketika manusia berada di titik produkivitas yang tinggi. Semangat mereka membara dengan dukungan fisik yang tangguh. Kreativitas pemuda selalu mengundang decak kagum masyarakat. Sayangnya, potensi besar pemuda ini berkelindan dengan berbagai problem akut yang justru membajak potensi mereka.

Dunia digital yang akrab dengan dunia generasi kita saat ini ibarat dua sisi mata uang. Ada peluang, tetapi jebakannya pun banyak. Dunia maya yang menawarkan banyak kemudahan, tidak sedikit menjebak pemuda dalam berbagai masalah, ingat kasus kriminal yang terjadi di Makassar dengan motif penjualan organ? Menurut pengakuan pelaku, hal itu dilakukan karena terinspirasi dari dunia maya.

Belum lagi gim maupun film yang membuat remaja mudah banget untuk meniru visualisasi yang mereka saksikan. Sikap dan pikiran mereka seakan terformat untuk mempraktikkan di dunia nyata. Walhasil, begitu tersulut emosi, penyelesaiannya dengan kekerasan.

Untuk eksistensi diri pun tidak sedikit dari remaja yang meraihnya dengan menantang maut.

Sobat muslim tentu masih ingat remaja yang tewas saat membuat konten dengan menabrakkan diri ke truk yang sedang melaju. Berani banget, ya? Padahal itu amat berbahaya. Membahas setiap sisi kehidupan generasi muda tidak lepas dari arah pandang mengenai kehidupan saat ini, berikut sistem yang melingkupi manusia.

Tindakan yang manusia lakukan pada dasarnya ditentukan oleh pandangannya mengenai kehidupan.

Pemahamannya mengenai dari mana ia berasal, apa tujuannya di dunia ini, dan hendak ke mana setelah kehidupan dunia akan menuntun setiap tindakan manusia. Ini pula yang bakal mengontrol segala perilaku remaja. Jadi, tidak asal dan tidak berpatokan pada kesenangan semata. Oleh karenanya, mendiagnosis masalah remaja saat ini harus berawal dari memahami apa yang menjadi landasan berpikir mereka.

Setiap hendak melakukan tindakan, pasti akan ada berbagai pertimbangan berdasarkan pemikiran tadi. Jika kembali pada pembentukan pemikiran yang berdasarkan pada pemahaman mengenai dari mana manusia berasal, apa tujuan hidup di dunia, dan hendak ke mana setelah kehidupan ini, niscaya tidak akan ada manusia yang berbuat dengan mengandalkan perasaan atau bahkan mengedepankan emosi saat bertindak. Sayangnya, sistem sekuler saat ini membuat remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja. Padahal, Allah bakal meminta pertanggungjawaban manusia kelak di akhirat.

 

Bagaimana Menurut Islam?

Berbagai problem remaja saat ini, salah satunya karena mereka tidak memiliki paradigma berpikir yang khas. Khas karena tuntunannya menyentuh tataran akhirat, bukan hanya dunia. Tindak kriminal yang remaja lakukan tetap terkategori sebagai pelanggaran terhadap syariat.

Dalam Islam, siapa pun yang telah balig, maka sudah terbebani hukum syarak. Jika sistem hukum saat ini masih mengategorikan usia remaja sebagai anak-anak, dalam Islam berbeda. Patokannya, ya pada usia balig itu. Dalam beberapa kasus kriminal yang pelakunya berusia remaja, masyarakat mulai kritis terhadap sistem hukum yang berlaku saat ini. Khususnya mengenai kategori hukum untuk usia belasan tahun. Pasalnya, kejahatan yang mereka lakukan levelnya mafia.

Baligh adalah fase ketika manusia sudah memahami apa saja yang terkategori baik dan buruk maupun terpuji dan tercela. Fase ini pula yang harusnya membuat seorang hamba menyadari bahwa seluruh amal perbuatannya bakal dihisab kelak pada hari kiamat. Khalifah Utsman bin Affan pernah memerintahkan untuk memeriksa tanda balig yang ada pada seseorang yang melakukan tindakan kriminal. Saat tahu bahwa ia telah balig, maka Khalifah Utsman memerintahkan untuk memproses sang pelaku.

Jadi, dalam Islam, penting banget bagi seseorang untuk memahami sandaran hukum perbuatan ketika ia balig. Aspek personal, keluarga, juga lembaga pendidikan wajib bahu-membahu membingkai pemikiran mengenai syariat pada anak. Langkah yang tepat agar remaja tidak memandang bahwa hidup di dunia ini adalah akhir dari segalanya yakni dengan memahami tujuan hidup di dunia ini untuk apa.

Pemahaman akan tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, bakal menuntun remaja untuk melakukan perbuatan berlandaskan ridha Allah Saw. Pemahaman ini pula yang akan mengontrol tingkah laku remaja dalam kehidupan sosial. Walhasil, cita-cita mewujudkan generasi rabani bukan angan-angan semata.

Sistem yang menerapkan agama dalam kehidupan adalah jawaban atas berbagai problem yang melanda remaja saat ini. Agar kasus kriminal remaja tidak terus berulang, yuk pahami Islam sebagai alternatif hukum yang ideal yaitu yang sesuai fitrahnya, memuaskan akal, dan menenteramkan jiwa.

Islam Mewujudkan sumber daya manusia tangguh dan berkualitas

Kebahagiaan hakiki seorang muslim adalah meraih ridha Allah Taala. Ketakwaan dan ketawakalan seorang hamba adalah modal besar dalam pedoman utama menjalani kehidupan. Pilar-pilar kebahagiaan yang harus diwujudkan oleh penguasa terhadap rakyatnya.

Penguasa memahami dengan sungguh-sungguh rakyat adalah amanah layaknya gembalaan yang wajib dijaga dan dilindungi oleh gembalanya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,

“Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Bukhari dan Ahmad).

Di samping itu penguasa sangat berperan penting dalam sistem pendidikan dan pembinaan generasi, sehingga terjadi penanaman ideologi Islam yang akan menumbuhkan sosok-sosok berkepribadian Islam yang siap untuk terikat dengan hukum syarak, juga mendakwahkan dan memperjuangkannya.

Sosok-sosok inilah yang akan menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan mereka akan memberikan penyerahan totalitas solusi permasalahan kehidupannya semata hanya kepada Allah Taala, dengan menolong dan membela agama Allah, Allah akan diberikan jalan keluar bagi seluruh problematika yang mereka hadapi. Dengan karakternya ini, akan mewujudkan orang yang tangguh dan berkualitas.

Allah Taala berfirman,

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah [9]: 111)

Dengan demikian, jelas sistem dan negara sekuler telah menabung kesalahan besar karena aturan kehidupannya menghasilkan borok dan berbagai kebusukan yang menjadi atmosfer negatif sehingga memicu mental health yang rendah. Kapitalisme telah gagal memberikan kebahagiaan sejati bagi orang-orang yang bernaung padanya, alih-alih kesejahteraan hakiki. Sungguh, hanya Allah Swt tempat berlindung meraih kesejahteraan yang hakiki dalam bingkai sistem Islam

Waalahu ‘alam bisshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *