Darurat Kekerasan Seksual pada Anak

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Darurat Kekerasan Seksual pada Anak

Oleh Tini

(Aktivis Mahasiswa)

Darurat kekerasan seksual pada anak sejatinya sudah banyak terjadi di negeri ini, kekerasan seksual di tengah kehidupan anak-anak merupakan fenomena gunung es. Karena tidak mudah bagi kita untuk mendapat data sebenarnya. Namun yang pasti angka kekerasan seksual yang tidak terekspose biasanya jauh lebih banyak dibanding dengan yang terekspose. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia mencapai 9.588 kasus, meningkat drastis dari tahun sebelumnya (4.162 kasus).

Baru-baru ini juga dihebohkan R, seorang remaja berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, dilecehkan oleh hingga 11 laki-laki di tempat dan pada waktu yang berbeda. Peristiwa tragis ini bermula ketika pada tahun lalu R membawa bantuan dari Poso untuk korban di Desa Toroe, Porimo. Nahasnya, R bertemu dengan salah satu pelaku yang menjanjikan pekerjaan di sebuah rumah makan.

Ternyata, bukannya memberikan pekerjaan, pelaku malah melecehkan. Tidak berhenti sampai disitu, pelaku juga mengajak pelaku lain untuk melecehkan R. Mereka mengiming-iming R dengan berbagai imbalan, seperti narkoba jenis sabu-sabu, termaksud mengancamnya dengan senjata tajam. Akibat pelecehan tersebut, R mengalami sakit di organ reproduksi.

Hingga Selasa (30/05) Polda Sulawesi Tengah telah menahan lima tersangka dari 11 terduga pelaku dan memeriksa sejumlah saksi. Meski demikian hasil penyelidikan belum mengungkap motof para pelaku. Sementara itu pendamping korban, Salma Masri, mengatakan kondisi kesehatan anak terus memburuk lantaran alat reproduksinya mengalami infeksi akut dan rahimnya terancam diangkat.

Salma Masri juga menerangkan dalam banyak kasus kekerasan seksual yang dialami anak, kasusnya cenderung terlambat dilaporkan. Sebab mereka tidak punya keberanian untuk menceritakan apa yang dialami. Dalam kasus di Kabupaten Parigi Moutong, kata Salma, si anak baru berani menceritakan kejadian tersebut setelah merasakan sakit di organ reproduksinya ke sang bapak.

Juru bicara Polda Sulawesi Tengah, Djoko Wienarto, mengatakan pihaknya telah menetapkan 10 dari 11 orang terduga pelaku sebagai tersangka. Mirisnya, hasil dari penyidikan, beberapa pelaku merupakan sosok yang seharusnya mengayomi masyarakat, tetapi justru bertindak biadab. Salah satu pelaku (HST) adalah anggota Brimob dan menduduki jabatan perwira polisi. Pelaku lainnya adalah HR, seorang kepala desa, dan ARH, seorang ASN guru.

Kasus Parimo merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak terberat selama 2023 karena banyaknya pelaku dan dampaknya pada korban. Saat ini, korban mengalami infeksi akut pada alat reproduksinya hingga harus dilakukan operasi pengangkatan rahim. (BBC Indonesia , 31-5-2023). Kasus berat lainnya terjadi di Banyumas. Jawa Tengah. Korban (12) diperkosa oleh delapan orang pada waktu yang berbeda.

Jika ditelisik, ada banyak aspek yang menjadikan kasus kekerasan seksual terhadap anak makin parah. Pertama adalah aspek sanksi yang tidak menjerakan. Berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekersan atau ancaman kekerasan, memaksan, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar (Kompas, 6-1-2022).

Ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak tidak sampai hukuman mati, melainkan hanya dipenjara, bahkan realisasinya bisa sangat ringan. Banyak kasus menguap begitu saja jika publik tidak mengawal ketat. Hanya dengan modus pemberian sejumlah uang terhadap keluarga untuk berdamai, kasus bisa “hilang” tanpa menyelesaikan secara hukum. Hal ini menjadikan tidak adanya efek jera bagi pelaku dan selanjutnya ia maupun orang lain enteng saja melakukan kejahatan serupa karena tidak takut terhadap ancaman hukumannya.

kedua, masih terdapat berbedaan persepsi di antara para aparat terkait definisi kasus. Perbedaan definisi kasus di antara aparat ini bisa menjadi kesalahan fatak katena terkait penentuan hukuman bagi pelaku, lantas, kalau definisinya saja berbeda, bagaimana keadilan hukum bisa terwujud?

Aspek ketiga, buruknya pengaturan media massa. Pornografi-pornoaksi banyak bergentayangan di internet. Siapa pun mudah saja mengakses konten porno melalui ponselnya.

Keempat, adalah buruknya sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan kita begitu jauh dari agama (sekuler) sehingga output-nya adalah orang-orang yang mengabaikan agama. Mereka tidak peduli halal-haram, juga tidak takut neraka, apalagi mau merindukan surga. Mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa peduli terhadap syariat. Akibatnya, terwujudlah masyarakat liberal sehingga memunculkan beraneka macam tindak kejahatan.

Kondisi ini jelas tidak boleh dibiarkan. Harus ada tindakan konkret untuk memutus rantai kejahatan, yaitu mengganti sistem sekularisme dengan menerapkan sistem Islam. Sistem Islam berasaskan akidah Islam sehingga keimanan dan ketakwaan menjadi dasar penyelesaian setiap masalah.

Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan pribadi bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Sistem pergaulan Islam memisahkan antara kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali ada keperluan yang dibenarkan syariat. Tidak akan terjadi interaksi khusus antara laki-laki dan perempuan nonmahram selain dalam ikatan pernikahan. Praktik “prostitusi legal”. Semua praktik prostitusi adalah haram.

Dalam sistem Islam peran peran orang tua menjadi peran utama yang sangat diperlukan dalam permasalahan ini. Islam memandang bahwa rumah tangga dan keluarga adalah tempat utama bagi pembelajaran dan pendidikan penting bagi anak merek. Sehingga peran orang tua menjadi syarat utama dalam pembentukan generasi Islam baik mencakup akidah termaksud adab dari hukum syariah.

Selain itu, dalam Islam negara juga memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan genetasi yang bermartabat. Negara atau Khilafah berkewajiban mengurusi semua urusan rakyatnya termaksud melindungi para generasi dari hal-hal yang merusak dan mengakibatkan kerusakan generasi terutama kekerasan seksual.

Negara berperan penting mengontrol media masa yang mengedarkan video yang akan memicu anak-anak, para remaja, ataupun masyarakat yang terdorong ingin melakukan kekerasan seksual. Negara akan memberikan sanksi tegas . jika pelecehan seksual sampai kategori zina, hukumannya adalah 100 kali dera bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah.

Dalam QS An-Nur: 2, Allah Taala berfirman,

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduannya seratus kali dera.”

Inilah hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah.

Bukan hanya peran orang tua dan keluarga saja, negara dalam sistem Islam sangat memiliki peran penting untuk menerapkan pendidikan berbasis syariat Islam yakni kurikulum yang membentuk kepribadian yang utuh kepada anak baik dari sisi akidah, tsaqofah maupun pengusaan IPTEK.

Demikianlah semua akar masalah kekerasan seksual di negeri ini, bisa terselesaikan dengan mekanisme Islam yang mampu melahirkan generasi yang berakhlak mulia. Dan dengan menerapkan Islam kafah dalam wadah Khilafah, kekerasan seksual terhadap anak bisa tercegah dan tersolusi hingga ke akarnya.

 

Wallahu a’lam Bish-Shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *