UTANG MENINGKAT, PENJAJAHAN SEMAKIN KUAT?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

UTANG MENINGKAT, PENJAJAHAN SEMAKIN KUAT?

Sahwa Aljannah

Kontributor Suara Inqilabi

Kementerian Keuangan atau Kemenkeu menyebutkan utang pemerintah sebesar Rp 8.253 triliun per 31 Januari 2024 masih dalam rasio aman, karena berada di bawah ambang batas 60 persen dari produk domestik bruto atau PDB.

Jumlah utang negara naik sebesar Rp 108,4 triliun dibandingkan utang di Desember 2023 yakni sebesar Rp 144,69 triliun.

“Batas atas 60 persen dalam UU tentang Keuangan Negara mestinya tidak ditafsirkan sebagai batas aman kondisi utang, melainkan yang tidak boleh dilampaui,” kata ekonom Bright Institute, Awalil Rizky

Seperti diketahui, total utang pemerintah per akhir Januari kemarin setara dengan 38,75 persen dari PDB. Sedangkan pada krisis ekonomi sebelumnya pada 1998, ujar Awalil, rasio utang pemerintah meningkat. Pada 1997 rasio utang tercatat 37,92 persen, sedangkan pada akhir 1998 mencapai 61,74 persen.

Indikator risiko utang pemerintah, kata dia, bukan hanya utang terhadap PDB. Tapi di antaranya adalah rasio utang terhadap pendapatan negara, rasio pembayaran bunga utang atas pendapatan negara, dan rasio pembayaran beban utang atas pendapatan negara. Ketiga indikator ini sempat digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mereviu kondisi Indonesia pada 2019-2020.

Menurut hitungan Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, jika utang pemerintah ditanggung oleh setiap warga negara Indonesia, mqka setiap orang akan menanggung beban utang sebesar Rp 30,5 Juta. Kemungkinan perkiraan akan meningkat menjadi Rp 40 juta. Sebab, postur belanja pemerintah lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan. (Tempo, 01/03/2024)

Sistem ekonomi kapitalis yang terpampang secara nyata mengatur sistem dalam negeri ini. Dimana utang menjadi salah satu pemasukan utama negara.

Terdengar sangat miris, dengan kekayaan alam yang melimpah namun beban utang semakin hari justru semakin melambung tinggi. Pemasukan dari utang negara ini jelas akan menggoyahkan kedaulatan negara, dengan bergantung pada utang luar negeri maka negara sedikit demi sedikit melangkah masuk pada dominasi asing atas negara. Yah penjajahan secara halus, sedikit demi sedikit, tidak secara langsung terlihat namun besar dampak yang mampu kita rasakan akibatnya.

Hubungan antara yang terhutang dengan piutang jelas sangat terlihat. Yang berhutang akan tunduk pada si pemilik modal, ironisnya demi pembayaran utang yang semakin melambung bantuan-bantuan, serta subsidi sedikit demi sedikit dihilangkan. Bukan tidak mungkin jika terkendala pembayaran utang aset negara pun bisa ikut melayang.

Sebagai contoh, Srilanka harus menyerahkan pelabuhan internasionalnya kepada China setelah gagal melakukan pembayaran utangnya.(Dikutip dari MMC)

Belum lagi pengambilan utang saat ini kuat keterikatannya dengan riba. Jelas kita tahu bahwa Riba adalah perkara yang berulangkali diharamkan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an.

Namun, kembali lagi bahwa negara dengan sistem kapitalisme. Utang adalah suatu keniscayaan, bahkan menjadi salah satu cara yang wajar dalam membangun negara.

Sangat jauh berbeda dengan pengaturan negara dengan sistem Islam. Islam memiliki sistem ekonomi serta sistem politik yang khas, dengan aturan yang berlandaskan pada hukum Syara’ sistem ini mampu mewujudkan negara yang berdaulat.

Dalam Islam negara berperan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, dalam merealisasikan hal tersebut, diwujudkan dengan sistem ekonomi dan politik Islam. Sistem ekonomi Islam mengatur jaminan kesejahteraan rakyat dan sistem politik Islam mengatur urusan rakyat. Keduanya tentu dilaksanakan berlandaskan syariat Islam.

Dengan menerapkan kedua sistem ini dan didukung oleh sistem Islam dalam bidang lainnya, maka kedaulatan suatu negara bukanlah hal yang sulit untuk diwujudkan. Hal ini bisa kita liat dalam sejarah peradaban Islam. Selama kurang lebih 1300 tahun Islam mengatur sebuah negara (khilafah) dengan hukum Syara’ dan berhasil mewujudkan negara yang berdaulat dan adidaya.

Mengenai masalah utang, Dalam Islam utang hanya boleh dilakukan untuk perkara-perkara urgen. Yang dimaksud disini adalah perkara tersebut tidak dapat ditangguhkan atau jika ditangguhkan khawatir aka terjadi kerusakan dalam masyarakat. Diluar dari perkara urgen tersebut, maka negara akan menunggu hingga kas negara mencukupi. Dengan begitu, negara tidak akan dengan mudah mengambil utang. Apalagi jika hanya dengan alasan-alasan yang tidak terlalu penting contohnya seperti renovasi gedung-gedung pemerintahan, jika tidak terdapat kerusakan yang membahayakan nyawa renovasi bisa saja ditangguhkan hingga negara mempunyai kas yang cukup tanpa harus menambah utang negara.

Dalam Islam utang merupakan langkah terakhir yang akan diambil. Karena pengaturan dalam sistem Islam memiliki sistem keuangan yang yang stabil dan jelas arahnya. Pemasukan keuangan negara berbasis pada Baitul mal, dimana terdapat tiga pola pemasukan, diantaranya:

1. Pos kepemilikan negara

Dalam pos kepemilikan negara ini bersumber dari pendapatan harta negara. Dalam pos ini terdapat dua sumber pendapatan, _pertama_ Pemasukan tetap negara seperti ghanimah, kharaj, dll. Dan _Kedua_ Pemasukan tidak tetap yang berasal dari dharibah (pajak). Namun perlu diketahui bahwa pajak dalam Islam berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. Dharibah hanya bersifat sementara dan hanya akan diberlakukan ketika kas Baitul Maal kurang atau kosong ketika negara membutuhkan anggaran untuk mengurus kebutuhan rakyat. Juga Dharibah hanya dikenakan pada kaum muslimin yang memiliki harta lebih, dengan kata lain mereka yang telah memenuhi dahulu kebutuhannya dan keluarganya.

2. Pos Kepemilikan Umum

Harta pas pos ini bersumber dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam. Seluruh hasil dari pengelolaan SDA baik itu tambang dan lain sebagainya.

3. Pos Zakat

Harta pada pos ini bersumber dari zakat, shadaqah, infaq dan wakaf kaum muslimin.

Ketiga pos Baitul Maal ini memiliki alur pengeluaran masing-masing yang tidak boleh bercampur atau bahkan tertukar. Dengan mekanisme keuangan yang jelas sumber serta tujuannya jelas akan mengokohkan keuangan negara. Kita dapat bercerita pada masa pemerintahan Khilafah Harun Ar-Rasyid, keuangan negara saat itu bahkan surplus.

Dan apabila kondisi Baitul Maal kosong dan negara harus mengambil utang. Negara tidak akan diperbolehkan mengambil utang ribawi yang jelas diharamkan. Pun juga utang Ribawi akan menimbulkan bahaya bagi kedaulatan sebuah negara.

Maka jelas bahwa dalam Islam sebuah negara akan berdaulat dengan keuangan yang kokoh. Sistem yang dijalankan memiliki mekanisme pencegahan yang jelas akan membawa negara terhindar dari kemungkinan kemungkinan yang akan menggoyahkan kedaulatan. Demikian Islam dalam mengatur sebuah negara. Dimana segala sesuatu dilandaskan pada hukum Syara’ yang jelas. Sehingga mekanisme dalam menjalankan segala sesuatu didalamnya pun jelas terarah.

Wallahu a’lam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *