Padamnya Asa, Derita Muslim Rohingya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Padamnya Asa, Derita Muslim Rohingya

Oleh Irma Faryanti

Member Akademi Menulis Kreatif

Muslim Rohingya, entah berapa lama lagi penderitaan yang harus mereka rasakan. Nasib mereka masih terkatung-katung mencari tempat perlindungan. Beberapa waktu lalu, kapal yang mengangkut 231 pengungsi telah sampai di Kabupaten Aceh besar dan Pidie. Rombongan pertama yang mengangkut 57 orang datang pada hari Minggu 25 Desember 2022. Kapal mereka diduga bocor dan terdampar di perairan Aceh.

Sementara rombongan lainnya tiba keesokan harinya, dengan penumpang yang lebih banyak lagi, yaitu 174 orang. Mereka merapat di Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh. Idhami selaku sekretaris daerah setempat langsung berkoordinasi dengan Bupati dan Badan Penanggulangan Bencana. Para pengungsi pun ditempatkan sementara di sebuah gedung SMP Negeri 2 Muara Tiga (www.bbc.com, 28/12/2022)

Setelah melalui pendataan, diketahui bahwa diantara mereka terdapat 34 orang yang sakit. Salah seorang dari pengungsi menyatakan bahwa kapal mereka berangkat dari Bangladesh dan telah berada di laut selama 1 bulan lebih. Dengan kerusakan mesin yang dialami, mereka pun kehabisan bahan makanan dan selama 10 hari tidak makan. Akibatnya 26 orang tewas, 7 diantaranya adalah perempuan. Terpaksa para imigran ini meninggalkan negara asalnya di Myanmar karena situasi sudah porak poranda, rumah mereka habis terbakar.

Sayangnya, kedatangan mereka ditolak masyarakat Aceh yang merasa terganggu dengan keberadaannya, karena didapati beberapa kali para pengungsi membuat ulah. Misalnya dengan mencuri kelapa warga tanpa meminta terlebih dahulu karena merasa sebagai korban yang tengah dilanda musibah. Pernah juga ada kasus pelecehan terhadap perempuan setempat. Warga juga sering menjadi kambing hitam ketika ada salah seorang pengungsi yang kabur.

Keresahan warga Aceh ini dapat dipahami oleh Bambang Pristiwanto selalu Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa di Kementerian Politik Hukum dan Keamanan. Pihaknya pun mendiskusikan hal tersebut dengan UNHCR untuk penempatan pengungsi di lokasi khusus, namun lembaga tersebut justru menyerahkan penentuannya pada pemerintah Indonesia. Padahal jika merujuk pada Convention Relating to the status of Refugees (konvensi 1951) dan Protocol Relating to the Status of Refugees (Protokol 1967) yang belum diratifikasi oleh pemerintah, sesungguhnya Indonesia tidak berkewajiban menerima pengungsi yang datang ke negaranya.

Sebagai polisi dunia, PBB menyeru negara-negara untuk membantu muslim Rohingya, namun banyak yang tidak merespon sekalipun mereka telah memohon dan meminta bantuan. Telah hampir satu dekade para imigran ini melarikan diri dari Myanmar, setelah mendapat penganiayaan di negerinya. Bertahun-tahun sudah mereka mencoba melarikan diri ke Thailand, Bangladesh dan Malaysia, mengarungi laut dengan perbekalan dan peralatan seadanya. Alih-alih mendapat perlindungan, yang ada justru penderitaan tak berkesudahan.

Sikap hipokrit yang ditunjukkan oleh lembaga dunia dalam sistem kapitalis, menjadi bukti nyata akan sikap mereka yang tidak akan pernah merapat pada kaum muslim tanpa embel-embel kepentingan mereka pribadi. Jika dirasa tidak ada keuntungan yang bisa diraih, bantuan pun urung diberikan. Bak niat setengah hati, yang bertopeng kepalsuan dan pencitraan.

Sejatinya, eksodus kaum muslim ke negara lain dalam kondisi terancam dan teraniaya, tidak cukup disikapi dengan seruan dan himbauan. Karena yang terjadi bukan sekedar masalah kemanusiaan belaka, melainkan menyangkut keselamatan jiwa umat Islam yang tengah teraniaya rezim zalim kapitalis. Sebuah sistem yang menjadikan kebahagiaan materi di atas segalanya, sehingga berbagai tindakan akan selalu disandarkan pada untung rugi.

Untuk itu umat butuh sosok pemimpin yang akan memberikan perlindungan menyeluruh pada rakyatnya. Yang akan menjadi perisai saat mereka tengah terpuruk dalam penderitaan dan berbagai serangan musuh Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari dan Muslim:

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.”

Hanya dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam, nasib muslim Rohingya akan tersolusikan. Tidak akan ada lagi kasus kekejaman, penganiayaan dan penindasan musuh Islam. Namun sayang, sistem ini tengah terpuruk dalam ketiadaannya.

Telah menjadi kewajiban seluruh kaum muslim untuk mewujudkannya kembali, agar hukum Allah terlaksana sempurna di setiap aspek kehidupan. Kehormatan dan kemuliaan umat pun akan mampu teraih kembali.

Wallahu a’lam Bishaawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *