PHK Marak, Saatnya Tata Kelola Negara Dirombak?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

PHK Marak, Saatnya Tata Kelola Negara Dirombak?

Nur Syamsiah Tahir

Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK

 

Kurang lebih 20 tahun yang lalu gelombang tsunami melanda sebagian wilayah negara di dunia, termasuk Indonesia, tepatnya di wilayah Aceh dan sekitarnya. Dampak tsunami sangat dirasakan oleh masyarakat, baik berupa dampak fisik maupun dampak psikis. Kini, gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pun tengah mengancam ribuan buruh. Lesunya perekonomian menjadi penyebabnya. PHK menjadi salah cara yang ampuh bagi pengusaha untuk menyelamatkan asetnya. Pengusaha tak lagi peduli dengan nasib buruhnya.

Sebagaimana dilansir oleh cnnindonesia.com pada 6 April 2023, raksasa ritel Walmart kembali akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada lebih dari 2.000 karyawan. Mereka yang di-PHK ini adalah para pekerja di 5 gudang Walmart di Amerika Serikat. PHK ini direncanakan beberapa minggu sebelumnya. Perusahaan membuat peringatan tentang tantangan yang sulit bagi bisnis di masa depan.

PHK ini menurut Reurters menimpa lebih dari 1.000 karyawan di Texas, 600 karyawan di Pennsylvania, 400 karyawan di Florida, dan 200 orang di New Jersey. Padahal pada Agustus 2022 Walmart juga telah merumahkan 200 pekerjanya. Bahkan Amazon, sebagai pesaingnya, sejak awal 2023 telah merumahkan 30.000 pekerjanya.

Tak terkecuali, PHK pun melanda pekerja di Indonesia. Buktinya per Februari 2023 BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) telah mencatat klaim program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sejumlah Rp35,6 miliar. Sedangkan Februari tahun lalu klaim yang ada hanya Rp150 juta. Lonjakan yang fantastis, yakni 23.562 persen. Salah satu perusahaan yang telah melakukan PHK terhadap karyawannya adalah PT Tuntex Garment yang berlokasi di Cikupa, Tangerang. Perusahaan yang memproduksi baju kenamaan dunia yakni Puma ini telah mem-PHK 1.163 karyawannya.

Oleh karena itu, meningkatnya klaim JKP karena meningkatnya Putus Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi dalam setahun terakhir. Mulai dari sektor teknologi seperti startup hingga industri manufaktur, jelas Oni Marbun (Deputi Bidang Komunikasi BPJamsostek). (kumparan (9/4)

JKP sendiri merupakan jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK. Adapun manfaat yang diterima berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

Melihat fenomena ini tampak jelas, bahwa negara telah abai terhadap nasib rakyatnya. Negara abai dalam menjamin kebutuhan pokok rakyat. Fakta ini wajar terjadi di negeri yang mengemban sistem kapitalis. Sebagaimana induk semang kapitalis yaitu Amerika, maka negara akan mengeluarkan kebijakan yang mendatangkan keuntungan bagi negara. Sebaliknya jika kebijakan itu dipandang merugikan bagi negara, maka akan ditinggalkan. Inilah sejatinya asas yang diemban oleh sistem kapitalis sekuler, yakni asas manfaat.

Kemanfaatan itu sendiri merupakan hasil pemikiran para pemangku negara. Mereka yang duduk di jajaran kekuasaan akan berkuasa untuk mengetok palu atas kebijakan atau peraturan yang akan digulirkan. Dengan dalih melayani kepentingan masyarakat, maka lahirlah undang-undang dan peraturan yang justru menyengsarakan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan hanya merupakan solusi bagi segelintir orang, namun menindas kepentingan rakyat lainnya.

Pada akhirnya kondisi perekonomian rakyat semakin terlilit. Di tengah himpitan naiknya harga kebutuhan pokok, gelombang PHK pun di depan mata, tuntutan biaya pendidikan yang kian meningkat, besarnya biaya kesehatan yang tak terjangkau, dan jaminan keamanan yang kian dipertanyakan. Alhasil, problem yang harus dihadapi masyarkat kian menggunung. Dampak yang lebih serius pasti akan menimpa rakyat yang keimanannya tipis yakni stress, bahkan gila.

Fakta seperti ini akan terus mendera negeri yang mengusung kapitalisme sekulerisme, hingga pada akhirnya negeri tersebut menuju gerbang kehancuran.

Tentu saja akan berbeda faktanya jika negara mengemban sistem Islam. Tidak hanya individu-individunya saja yang mengemban Islam, tetapi juga masyarakatnya termasuk negaranya. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat antara individu sebagai anggota masyarakat dengan individu-individu yang duduk di kursi pemerintahan akan saling berhubungan dan membutuhkan. Maka keterikatan ini akan bisa berjalan langgeng jika mereka memiliki satu pemikiran, satu perasaan, dan satu aturan yang sama.

Fakta seperti ini telah terbukti selama 13 abad lamanya, yakni sejak masa kepemimpinan Rasulullah saw. lalu dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, dan berlanjut dengan kepemimpinan para Khalifah sampai tahun 1924 M. Bahkan model kepemimpinan ini telah berhasil merambah dan menguasai 2/3 wilayah dunia.

Dengan penerapan Islam sebagai sebuah sistem kenegaraan, telah berhasil memberikan kesejahteraan pada rakyatnya. Tidak hanya terpenuhi kebutuhan pokoknya saja yang meliputi kebutuhan pangan, sandang dan pangan. Bahkan negara telah melayani berbagai urusan rakyatnya, hingga pengadaan irigasi bagi pertanian, perbaikan jalan serta pembukaan jalan-jalan baru untuk memudahkan transportasi rakyat. Tak ketinggalan negara juga membuka lapangan kerja khususnya bagi para lelakinya, karena merekalah pemimpin dan pemikul tanggung jawab bagi keluarganya. Kesejahteraan yang berhasil diciptakan oleh negara Islam sampai pada tataran per individu, bukan per keluarga.

Itu semua terwujud karena individu-individu di dalamnya mengemban Islam tidak hanya sebagai akidah, tetapi juga sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Setiap individunya berhukum hanya pada hukum Allah Swt. bukan berhukum pada yang lainnya. Setiap anggota masyarakatnya taat pada Rasulullah saw. sekaligus taat pada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt.

“Barang siapa yang taat kepada Rasul, maka sungguh dia telah taat kepada Allah.” (QS. An-Nisa[4]: 80).

Apalagi Allah Swt. telah berfirman dalam QS. Al-Baqarah[2]: 208

يَا اَيُّهَا الَّذِينَ اَمَنُوا ادْخُلُوا فِى السِّلْمِ كآفَّةً

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kafah.”

Dalam ayat di atas terdapat seruan secara langsung dari Allah Swt., bahwa setiap individu muslim wajib untuk menjalani kehidupannya sesuai dengan aturan Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Alhadis.

Termasuk sosok individu yang menjadi pemimpin, mengemban kewajiban untuk memenuhi semua peran dan tanggung jawabnya dalam mengurusi rakyat yang dipimpinnya, tak terkecuali dalam pengadaan lapangan pekerjaan. Apalagi sosok pemimpin itu adalah perisai, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari Muslim,

“Kullukum raa’in, wa kullukum mas’uulun an-ra’iyyatih (Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban.”

Pertanggungjawaban yang dimaksud bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak. Pada akhirnya dengan penerapan Islam secara totalitas baik bagi individu-individunya termasuk pemimpin dalam masyarakatnya, akan mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera, aman, dan sentosa termasuk dalam hal kesehatan maupun keamanan. Dengan model pengelolaan hanya berdasarkan Islam saja maka persoalan PHK tidak akan ada lagi.

Wallahualam bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *