Paylater, Cara Rentenir Gaya Baru Menjebak Generasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Paylater, Cara Rentenir Gaya Baru Menjebak Generasi

Oleh Anita Ummu Taqillah

(Pegiat Literasi Islam)

 

Istilah paylater (tunda bayar) yang artinya beli sekarang bayar belakangan atau beli sekarang bayar nanti, adalah jebakan rentenir gaya baru. Banyak marketplace yang menawarkan hal itu. Ironisnya, generasi yang masih bergantung uang saku orang tua pun terjebak di dalamnya. Tuntukan gaya hidup menjadikan mereka tidak berpikir panjang bertransaksi dengan paylater.

Dilansir bbc.com (29/12/2022), peneliti Institute for Development of Economic Studies (Indef), Nailul Huda menyampaikan bahwa rendahnya pemahaman soal risiko paylater, ditambah mitigasi risiko gagal bayar yang lemah telah memicu fitur Buy Now Pay Later (BNPL) berujung menjadi jerat utang yang melilit. Sedangkan karakter pengguna yang kesulitan membayar tunggakan kredit menjadi semakin muda, yaitu 19 tahun.

Menurut Nailul, mudahnya sistem paylater menjadi alternatif bagi generasi muda yang belum berpenghasilan dan orang-orang yang “tidak bankable” untuk mengakses kredit. Sebab layannannya bisa connect secara digital, tidak perlu survey rumah atau yang lainnya sebagaimana jika melakukan kredit di tempat lain. Sedangkan kebanyakan penyaluran kredit jenis ini pun babyak tertuju pada sektor konsumtif seperti pembelian gawai, fashion dan lain-lain.

Fakta tersebut tentu merupakan bahaya besar bagi masa depan generasi. Bahkan akan menjadi ancaman yang bisa menghancurkan generasi. Sebab banyak dari mereka yang tergiur kemudahan membeli atau memiliki barang tetapi tidak memahami syarat dan aturan yang ada. Sehingga mereka kaget ketika mengalami keterlambatan pada pembayaran ada denda dan bunga tinggi, yang semakin menambah jumlah pembayaran. Hal itu menjadikan mereka terlilit dan dihantui utang setiap harinya.

Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan paylater adalah fasilitas kredit konsumsi. Biasanya peminjam tidak membaca secara detail konsekuensi bunga dan denda keterlambatan yang tinggi, sehingga kaget dan baru sadar di kemudian hari (kompas.com, 27/05/2022).

Riba, Alat Kapitalisme Memperbanyak Materi

Riba memang menjadi salah satu cara dalam sistem kapitalisme memperbanyak materi, tanpa harus bersusah payah bekerja. Cukup memberi pinjaman dan syarat pengembalian dengan tambahan bunga, maka cuan pun berlipatberlipat dengan cepat. Inilah jebakan rentenir modern yang terstruktur.

Apalagi fasilitas paylater yang disediakan berbagai e-commerce, dengan syarat yang sangat mudah, menggiurkan generasi muda mmuntuk menggunakannya. Tanpa terasa mereka terjebak pada kubang utang yang sulit mereka lepaskan. Apalagi mereka belum berpenghasilan.

Hal ini menunjukkan jika sistem ini tidak layak dipertahankan. Sebab telah terbukti bahwa sistem ini gagal mendidik generasi. Iming-iming gaya hidup hedonis terus digencarkan, sehingga generasi sangat mudah tergoda untuk menirunya. Mereka yang seharusnya berpikir kritis dan mempunyai prioritas pendidikan tinggi untuk meraih cita-cita, terkuras hanya untuk menjadi generasi konsumtif. Hingga akhirnya mereka tergiur menggunakan fitur-fitur belanja online yang menjebak, seperti paylater.

Islam Menjaga Umat dari Riba

Maka, seharusnya para pemangku kebijakan tidak mencukupkan untuk memberi tips-tips agar terbebas dari keterlambatan pembayaran. Tetapi harus memberi solusi tuntas agar generasi tidak terjebak kredit yang melilit. Pemangku kebijakan, harusnya melirik Islam yang menjanjikan solusi tuntas atas seluruh permasalahan kehidupan. Yang mana telah terbukti selama kurang lebih 13 abad, dalam institusi kekhilafahan yang berawal di masa Nabi Muhammad SAW di Madinah hingga berakhir pada masa Ustmaniyah di Turki.

Dalam Islam penyiapan generasi dalam dunia pendidikan akan dioptimalkan. Yaitu dengan menggunakan kurikulum berbasis Islam, maka akan mencetak generasi berakhlak dan berkepribadian Islam, sehingga tidak silau dengan gemerlap dunia yang melenakan. Keinginan untuk mengikuti gaya hidup barat dan sifat konsumtif akan minimalis, sebab pemahaman prioritas amal telah menancap dalam benak mereka.

Selain itu juga akan menjadikan generasi memilik keahlian di bidangnya masing-masing tanpa di bebani biaya pendidikan. Sebab seluruh biaya dan fasilitas pendidikan telah dijamin oleh negara. Maka, para ilmuwan akan lahir dari sistem Islam. Teknologi pun akan terus berkembang karena sarana dan prasarana telah disediakan negara.

Perlu dipahami, negara dengan sistem Islam tidak akan menerapkan sistem riba di semua lini kehidupan. Sehingga seluruh marketplace atau e-commerce akan diatur agar tidak menggunakan transaksi ribawi. Sebab negara dengan sistem Islam selalu berpegang pada syariat Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya Allah SWT telah memperingatkan,

“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….” (Q.S. al-Baqarah: 275)

Maka, dalil tersebut akan menjadi sandaran bagi negara untuk mengatur dan menerapkan kebijakan tanpa riba di seluruh aspek kehidupan masyarakat dan negara.

Wallahua’lam Bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *