Momentum Mudik Membawa Petaka

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Momentum Mudik Membawa Petaka

Oleh Efi Asnawati S.Pd

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Mudik (Mulih dilik), merupakan Bahasa Jawa yang berarti pulang dulu. Mudik menjadi momentum luar biasa masyarakat Indonesia dan menjadi tradisi tahunan yang dilakukan ketika menyambut lebaran, sehingga bisa berkumpul dan bersilaturahmi bersama keluarga. Mudik dilakukan oleh masyarakat rantau, mereka kembali ke Desa kelahiran setelah merantau kesejumlah kota besar.

Di tengah hiruk-pikuk mudik, mudik membawa kisah tersendiri bagi pemudiknya. Untuk pemudik dengan finansial cukup dan mapan tentunya mudik ke kampung halaman tidaklah menjadi hambatan besar. Sementara untuk pemudik dengan finansial yang pas-pasan maka mudik harus disiasati sedemikian rupa. Mahalnya transportasi yang akan digunakan, mengharuskan mereka memilih mudik dengan menggunakan alat trasnportasi yang lebih murah dan terjangkau, pilihannya jatuh pada alat transportasi sepeda motor, disamping lebih simpel tentunya lebih mewakili finansialnya.

Rasa rindu terhadap kampung halaman, keluarga, dan tingginya keinginan untuk mudik kadang menjadikan pemudik mengabaikan keselamatan. Tentunya hal ini sangat berbahaya apalagi bila jarak tempuh antara tempat perantauan dan kampung halaman sangat jauh. Kecelakaan bisa mengintai kapan saja di jalan. Tingginya angka kecelakaan yang selalu membayangi hiruk-pikuknya pemudik dari tahun-ketahun seolah menjadi hal yang lumrah terjadi. Meskipun tahun ini dinyatakan bahwa angka kecelakaan lalu lintas menurun, tetapi jumlahnya masih berada di angka ratusan kasus.

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman mengatakan, “Kecelakaan mudik lebaran tahun 2023 di seluruh Indonesia periode 18-20 April 2023 mencapai 365 kasus. Tertinggi melibatkan sepeda motor, jumlah ini menurun dibanding tahun 2022 lakalantas tercatat 974 kasus. Sepeda motor masih mendominasi yakni sampai 74 persen, disusul armada bus dengan jumlah kecelakaan mencapai 11 persen dan mobil pribadi sebesar 2 persen.” (Merdeka.com, 23/4/2023).

Sementara juru bicara Polri di dalam Operasi Ketupat 2023, Kombes Pol Erdi Adrimurlan Caniago saat jumpa pers, Minggu (23/4) mengatakan, “Data kecelakaan lalu lintas pada hari Jumat 21 April 2023 sebanyak 486 kejadian dengan rincian 55 orang meninggal dunia, 53 orang luka berat dan 688 orang luka ringan. Erdi menuturkan, data pada Kamis (20/4) jumlah kecelakaan lalu lintas di sejumlah wilayah di Indonesia hanya ada 187 kejadian dengan rincian 31 orang meninggal dunia, 20 orang luka berat dan 253 orang luka ringan.

Sedangkan pada Rabu (19/4) terjadi 136 kecelakaan lalu lintas dan tidak ada korban meninggal dan luka berat. Hanya tercatat 224 orang luka ringan. Sementara pada Selasa (18/4), tercatat ada 124 kecelakaan lalu lintas dengan rincian 15 orang meninggal dunia, 9 orang luka berat dan 138 orang luka ringan. Berdasarkan data tersebut, jumlah korban tewas akibat kecelakaan hingga H-1 lebaran yakni 101 orang, sedangkan 82 orang luka berat dan 1.283 luka ringan (kumparannews, 23/4/2023).

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman mengklaim angka kecelakaan lalu lintas pada mudik lebaran Idul Fitri 2023 menurun signifikan. Menurutnya ini berkat strategi yang digagas oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mencegah kecelakaan lalu lintas (lakalantas) mudik lebaran 2023 dengan menerapkan rekayasa lalu lintas berupa contra flow, one way, hingga ganjil genap (Merdeka.com, 23/4/2023).

Kecelakaan merupakan aspek negatif dari peningkatan arus transportasi mobilitas tanpa ditunjang infrastruktur yang menempatkan fungsi keselamatan. Infrastruktur yang baik merupakan sarana penting yang harus dimiliki Negara, karena fungsinya yang sangat strategis, di antaranya proses distribusi dan kegiatan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesetabilan harga-harga yang semuanya saling menopang satu sama lain.

Gencar dan dikebutnya pembangunan infrastruktur setiap menjelang lebaran, tidak lantas bisa menyelesaikan masalah transportasi, karena kadang masih ditemukan adanya pembangunan jalan yang dilakukan hanya tambal sulam, masih banyaknya jalan yang bergelombang dan berlubang mengharuskan pengguna jalan berhati-hati, karena rawan menimbulkan kecelakaan dan kemacetan, hal ini menjadi bukti kurang seriusnya pemerintah dalam membenahi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada sarana transportasi terutama jalan raya. Selain itu mahalnya tarif tol juga membebani para pemudik, mereka harus merogoh kantong lebih dalam lagi untuk biaya perjalanan mudik.

Tingginya biaya tol adalah imbas dari sistem ekonomi kapitalis yang diadopsi pemerintah, paradigma berfikir yang mereka gunakan dalam mengelola infratsruktur, terutama jalan tol adalah bisnis, dan setiap aktifitas bisnis berbicara keuntungan. Konsep ekonomi kapitalis ini mengakibatkan setiap apa yang dilakukan oleh pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak menjadikan rakyat sebagai target pasar. Adanya program mudik gratis yang di gaungkan pemerintah, juga belum mampu menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah “permudikan”.

Sedikitnya armada yang diterjunkan untuk mengangkut pemudik, belum mampu menampung jumlah pemudik yang begitu banyak. Seharusnya rakyat bisa menikmati setiap fasilitas negara secara gratis sebagai bentuk riayah kepada mereka. Tapi apalah daya.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan Sistem Islam, infrastruktur merupakan hak warga negara yang wajib disediakan negara, di bangun untuk kepentingan rakyat. Karena itu, Khilafah bertanggung jawab penuh mengurus dan memfasilitasi kehidupan rakyatnya. Khalifah akan membangun infrastruktur berdasarkan sekala prioritas. Infrastruktur kesehatan, pendidikan, jalan raya, dan semua infrastruktur yang menopang ekonomi rakyat menjadi prioritas utama. Sedangkan fasilitas umum yang bersifat tidak mendesak akan di bangun ketika semua fasilitas utama sudah di bangun dan keuangan negara dalam kondisi aman.

Paradigma berfikirnya dalam menjalankan pemerintahan adalah ketakwaan kepada Allah swt. Pemimpin Negara atau Khalifah sebagai pelaksana sudah tentu menjalankan tugasnya bukan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya melainkan untuk mendapat ridho Allah swt. Sehingga pembangunan infrastruktur harus sesuai prinsip Sistem Ekonomi Islam, yang telah diatur oleh Allah swt. Atas dasar inilah khalifah dan para pejabat negara menjalankan setiap tugasnya untuk kesejahteraan rakyat.

Menurut Abdul Qodim Zallum dalam Sistem Ekonomi Islam, infrastruktur terbagi menjadi tiga dari segi kepemilikan. Pertama: Infrasrtuktur milik umum, Sarana umum untuk seluruh kaum muslimin yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya, Jalan-jalan umum atau sejenisnya, sungai, laut, danau, terusan dan lapangan. Industri yang memproduksi kepemilikan umum seperti industri pertambangan, industri penyulingan dan lain-lain.

Kedua, Infrastruktur milik negara, yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan di seluruh wilayah khilafah dari mulai pedesaan, perkotaan, kabupaten, dan provinsi, misalnya jaringan telekomunikasi, administrasi, kelistrikan, sarana transportasi, industri dan militer.

Ketiga, Infrastruktur milik individu, Individu boleh membuka infrastruktur untuk tujuan mengembangkan hartanya, misalnya moda transportasi umum (bus atau kapal laut).

Dari keterangan di atas tergambar bahwa infrastruktur jalan raya termasuk jalan tol dan jembatan merupakan milik umum yang dapat dinikmati secara luas oleh rakyat secara gratis, aman dan nyaman. Negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan dan menjamin keamanan dalam penggunaannya. Adapun pengelolaannya dilakukan oleh Negara dengan menunjuk Departemen-departemen terkait langsung di bawah khalifah dengan menggunakan pendanaan dari baitul maal dan hasilnya untuk kemaslahatan umum.

Sebagaimana sabda Rasul saw

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَخَذَمِنَ الْاَ ْرِض شِبْرًابِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَى سَبْعِ أَرْضِيْنَ.

Rasulullah ﷺ bersabda,

“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi” (HR Bukhari).

Hadis ini mengindikasikan bahwa kepemilikan dalam Islam benar-benar di atur oleh Allah swt sedemian rupa, mana yang menjadi milik umum, sehingga bisa difungsikan oleh masyarakat secara umum, mana yang menjadi milik individu, dan mana yang menjadi milik negara, sehingga jelas pemanfaatannya.

Wallahu’alam Bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *