Menilik Kebijakan Impor Beras, Solutifkah untuk Kemaslahatan Umat? 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Menilik Kebijakan Impor Beras, Solutifkah untuk Kemaslahatan Umat? 

Yani Riyani

Ibu Rumah Tangga

 

Presiden Joko Widodo mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah, artinya kebutuhan beras meningkat apalagi beras menjadi makanan pokok sehari-hari masyarakat kita (CNBC, Jakarta, Indonesia). Dalam kesempatan lain Presiden Jokowi memparkan impor beras dilakukan untuk mengamankan cadangan strategis ketahanan pangan kita, bahkan jumlahnya untuk tahun ini telah diputuskan sejak Februari 2023 lalu, yaitu sebesar tiga juta ton, yang mana satu juta ton dari India, dan dua juta ton dari Thailand (CNN Indonesia).

Importasi beras masih menjadi solusi utama bagi pemerintahan saat ini, untuk memenuhi cadangan beras pemerintah. Di Perum Bulog importasi diambil lantaran produksi yang mengalami gangguan disertai rata-rata harga dalam negeri yang cukup tinggi.

Tercatat Bulog mendapatkan kuota penugasan impor beras sebanyak 2 juta ton untuk mengisi gudangnya. Baru-baru ini pemerintah kembali menugaskan mengimpor 1,5 juta ton beras sebagai antisipasi mundurnya panen imbas kemarau ekstrims El Nino (Republika.CO.ID, Jakarta).

Sedangkan di sisi lain, konsekuensi impor yang terus-menerus dapat merugikan petani dan lebih jauh akan berdampak pada hilangnya kedaulatan pangan nasional. Misalnya saja kebijakan konversi lahan pertanian yang kian masif. Para petani kehilangan sawah-sawah mereka karena lahannya dialihfungsikan untuk pembangunan industri. Saprotan (benih, pestisida, pupuk, dsb.) makin dikuasai swasta. Alhasil, insentif para petani makin kecil sehingga profesi petani dianggap profesi yang melekat dengan kemiskinan (Rahmilah (2024) dalam Muslimah News)

Indonesia yang dijuluki sebagai negara agraris membuat defisit atas komoditas pangan menjadi hal yang sangat ironis, terlebih Indonesia pernah mencapai suatu titik menjadi swasembada beras, namun sangat sulit untuk kembali mencapai titik tersebut apabila Indonesia mengalami kesulitan dalam menghentikan impor beras yang diakibatkan produksi domestik tidak dapat mencukupi permintaan beras dalam negeri. Seharusnya pemerintah Indonesia memiliki suatu rancangan luar biasa yang benar dan jelas untuk menyukseskan program keamanan pangan, dan tidak hanya memproduksi bahan pokok tetapi juga mengelola bahan pokok tersebut menjadi olahan yang berkualitas untuk didistribusikan dan di ekspor dengan nilai tinggi.

Indonesia pun merupakan negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, akan tetapi Indonesia masih belum memiliki sistem pengelolaan pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, langkah kegiatan impor beras dilakukan sebagian demi kepentingan kapitalis dan kaum oligarki untuk mempertahankan keseimbangan harga beras dalam negeri yang diiringi dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat, ironisnya dari tahun ke tahun Indonesia sudah melakukan impor beras yang berasal dari berbagai negara.

Regulator terhadap kebijakan impor beras yang kurang maksimal juga merupakan faktor pendorong terjadinya lonjakan impor beras, dimana hal ini dapat dimanfaatkan oleh para pelaku impor dan pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga mencedarai stabilitas pasar domestik. Kanti Rahmilah seorang pengamat ekonomi memaparkan analisisnya, sudah jamak diketahui, 90% distribusi beras dikendalikan oleh swasta. Jika swasta yang mengendalikan, profit menjadi tujuan utamanya. Wajar saja orang miskin sulit untuk mengaksesnya. Inilah yang sebenarnya akar persoalan pangan, termasuk beras di Indonesia, yaitu distribusi. Andai saja distribusi dikelola mandiri oleh negara, distribusi beras akan bisa sampai pada semua kalangan, tidak terkecuali rakyat miskin. Sayangnya, tata kelola negeri ini yang bercorak kapitalistik menihilkan hal tersebut. Ini karena peran negara dalam sistem ekonomi kapitalisme hanya sebatas regulator, bukan pengurus rakyat. Negara hanya menjadi penyambung kepentingan korporasi terhadap rakyat, begitu pun sebaliknya. Rakyat membutuhkan sejumlah kebutuhan hidup, sedangkan pengusaha/korporasi menyediakan fasilitas hidup rakyat (musimahnews.net).

Dalam Islam, adalah kebijakan seorang penguasa (Khalifah) untuk membuat peraturan yang sesuai dengan syariat Islam untuk tidak tunduk pada aturan yang diterapkan oleh para intervensi negara-negara asing atau para oligarki juga yang lainnya. Karena Islam memposisikan negara sebagai institusi politik yang tugasnya meriayah urusan umat, wajib menjamin melakukan pemenuhan semua kebutuhan umat termasuk kebutuhan pangan aman, dan seluruh rakyat bisa mendapatkannya secara mudah dan murah juga terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.

Karena Islam adalah agama yang paling paripurna yang akan menyelesaikan permasalahan umat karena dalam Islam pemerintahan adalah penguasa yang mempunyai dua peran penting yaitu sebagai pelayan dan pelindung umat yang tercantum dalam sebuah Hadist Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus urusan rakyatnya, bertanggung jawab terhadap yang diurusnya.” (H.R. Muslim dan Ahmad).

Wallahu’alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *