Luhut Effect Dalam Investasi WC?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam/ Dosen dan Pengamat Politik

 

Pemerintah bakal menunjuk perusahaan asal Swiss untuk mengurusi permasalahan WC/toilet di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara. Perusahaan itu adalah Mister Loo yang bakal membenahi beragam teknis yang terjadi di Danau Toba. Pemerintah mengetahui ada permasalahan besar di wilayah tersebut kala melakukan pengecekan ke 39 titik spot-spot tourism di Danau Toba.

Odo yang berada di bawah asuhan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyebut travel and tourism competitive index Indonesia masih rendah, salah satu aspek yang paling rendah adalah kualitas WC umumnya, bahkan nilainya di bawah 4. Angka tersebut jauh di bawah negara seperti Malaysia, Thailand atau Vietnam. Karena itu, permasalahan toilet perlu mendapat prioritas pembenahan.

Odo mengklaim kebetulan Mister Loo memiliki standar tertentu yang masuk kriteria, sehingga wisatawan domestik atau internasional pada saat melakukan kunjungan ke spot-spot bisa memperoleh pelayanan yang prima. (cnbcindonesia. Senin, 22/02/2021)

Persoalan kebersihan dan keteraturan infrastruktur memang perlu. Apalagi urusan saluran kotoran yang sudah seharusnya diperhatikan dan dibangun agar terjaga kebersihan lingkungan. Dan hal itu juga akan menunjukkan citra positif negeri ini sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Dimana Islam adalah agama yang dikenal dunia sebagai aturan yang komprehensif hingga urusan kebersihan.

Tentu saja tidak ada yang berlebihan jika toilet/WC diperhatikan oleh pemerintah. Dalam sejarah keagungan peradaban Islam, saluran seperti itu juga selalu diperhatikan oleh pemerintah. Hanya saja, perhatian itu bukan di satu spot atau spot-spot tertentu. Melainkan di seluruh wilayah negeri. Kamar mandi umum yang sesuai standar kebersihan yang diajarkan Islam menjadi salah satu bukti bahwa peradaban Islam sangat tinggi.

Namun ironisnya, kasus perhatian WC yang kini sedang dicanangkan pemerintah melalui menteri Luhut tidaklah sama dengan apa yang telah dibangun oleh peradaban Islam. Kasus WC yang dimaksud oleh Luhut hanyalah menyoroti spot tertentu, yaitu tempat pariwisata. Dan juga bukan semua tempat pariwisata, melainkan lokasi pariwisata yang mashur, besar, dan diminati oleh banyak pengunjung dalam dan luar negeri. Seperti Danau Toba yang diberitakan.

Sungguh istimewa bukan? Untuk perbaikan WC di tempat pariwisata saja, harus mengundang investor asing dari Swiss. dan berdasarkan berita yang beredar, bahwa proyek itu atas usulan Luhut. Maka tidak berlebihan jika proyek WC merupakan Luhut effect. Bukankah istilah ini cocok? Mengingat nitizen sempat ramai memberikan gelar untuk menteri Jokowi yang satu ini dengan sebutan menteri segala bidang. Luhut effect sangat menentukan investasi dan proyek-proyek raksasa yang sedang digodok di rezim Jokowi.

Sebagai perusahaan internasional yang mengelola WC, tentulah Mister Loo bukan sembarang perusahaan. Dan tidak hadir dengan percuma alias gratis. Zaman kapitalisme sekarang, yang berlaku adalah no free lunch. Fakta di lapangan membuktikan, ketika lokasi pariwisata telah dikelola asing, maka jangan harap bisa menikmatinya dengan gratis. Semua serba bayar. Apalagi untuk kebersihan, WC dimana-mana juga bayar meski tanpa Mister Loo. Mulai dari pom bensin, pasar, dan beberapa tempat di warung makan atau restoran.

Jika WC di danau Toba nanti dibangun oleh sebuah holding raksasa seperti Mister Loo, yang konon akan sesuai dengan WC world class, bisa dibayangkan berapa rupiah akan keluar untuk singgah di WC tersebut. Atau kalaupun gratis, tentu gedung/tempat-tempat yang menggunakan jasa Mister Loo di Danau Toba akan terkenal mahal. Tidak mungkin murah aplikasi gratis.

Tetapi sebenarnya, apakah pemerintah tidak mampu menyelesaikan persoalan WC? Hingga harus melibatkan asing? Tentu saja bisa. Hanya tidak mau. Sebab dalam sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini telah membuat penguasa melekat dengan pengusaha. Setiap proyek adalah bicara keuntungan atau balas jasa pemilu. Sehingga pemerintah terkesan sulit untuk membangun apapun di negara ini tanpa campur tangan asing.

Meskipun dengan dalih kemajuan, pada hakikatnya, maju yang dimaksud adalah untuk para korporat. Sementara rakyat, tetap jadi sasaran korporat. Rakyat kelak yang harus membayar utang pemerintah dengan iuran, tarif, atau pajak yang dibebankan. Jadi, mana untungnya buat rakyat?

Luhut effect dalam investasi WC telah kembali membuktikan bahwa penguasa di Indonesia hanya memperbesar keran investor. Bahkan urusan WC, kapitalis penjajah harus mengambil proyeknya.  Dengan kata lain, WC pun kini jadi alat penjajahan untuk negeri ini atas nama investasi dan modernisasi.

Semakin hari cengkraman investor semakin melebar dan tidak terputus. Karena bagi watak kapitalis, investasi adalah suatu keharusan dan bukti kemajuan. Sementara jika negeri ini berpijak pada aturan Islam yang mulia, investasi asing tidak lain adalah penjajahan. Bayangkan betapa miris, dari ekonomi hingga WC kini Indonesia tergadai.

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa negeri ini butuh perbaikan dan perubahan hakiki. Hingga investor asing  dapat diusir karena hanya merugikan masyarakat Indonesia. Urusan WC tak perlu Luhut effect apalagi sampai melibatkan asing. Ketika Islam diterapkan secara kaffah, bukankah arsitektur bisa banyak tercetak lagi berkualitas?

Pemerintah hingga rakyat di bawah sistem Islam juga memahami arti kebersihan. Saat WC dibangun bersih dan rapi, akan dijaga bersama tanpa harus dipungut biaya atau tarif karena menugaskan seorang petugas kebersihan. Karena kebersihan harus menjadi kesadaran umum daldal masyarakat agar kebersihan dapat terjaga dan ditata. Dan hal itu telah dibuktikan oleh masyarakat Islam di bawah naungan syariat Islam selama lebih dari 10 abadi. Wallahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *