Korupsi Marak di Sistem Kapitalisme Sekuler

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Korupsi Marak di Sistem Kapitalisme Sekuler 

Tsabita

(Pegiat Literasi)

 

Kasus korupsi di negerri ini kian parah, yang mana tiap tahun selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan laporan Transparency International, Indonesia kini menempati posisi ke 5 sebagai negara terkorup, dengan skor indeks persepsi korupsi (IPK) 34 dari skala 0-100 pada 2022.

Sederetan para pejabat negara yang menunggangi partai politik tertentu menjadi biang kerok tingginya angka korupsi di Indonesia. Dugaan korupsi yang menjerat pejabat negara turut meemperpanjang daftar korupsi di negeri ini.

Tengok saja kasus korupsi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate yang merupakan menteri yang berasal dari partai politik koalisi pada kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Begitu pula Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menjadi sorotan terkait kasus dugaan korupsi. KPK menggeledah rumah dinas Syahrul dan Kantor Kementan. Tim Penyidik menemukan sejumlah dokumen, uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api (www.tirto.id/6/10/2023)

Serangkaian kasus korupsi tersebut menunjukan pemberantasan korupsi di negeri ini makin sulit teratasi. Akar permasalahannya yaitu negara yang menerapkan Sistem Sekuler-Kapitalis menjadi suatu keniscayaan maraknya kasus korupsi.

Politik transaksional berbasis modal, dengan tampuk kekuasaan yang hanya dimiliki orang-orang bermodal besar, yang digunakan untuk membeli kursi kampanye, sehingga para pejabat terpilih bukan karena profesionalitas dan integritas melainkan karena besarnya modal yang dikeluarkan. Akhirnya kekuasaan hanya digunakan untuk meraup keuntungan. Para pejabat telah menyalahgunakan kekuasaannya. Bukannya mengayomi masyarakat, justru menjadi beban karena memanfaatkan jabatannya hanya untuk memperkaya diri dengan menguras uang negara, yang notabenenya merupakan uang rakyat.

Inilah korupsi yang menjadi penyakit kronis dalam pemerintahan sistem Sekuler-Kapitalis. Tumbuh suburnya kasus korupsi di negeri ini membuktikan bahwa sistem yang diterapkan tak mampu mengatasi permasalahan. Berharap birokrasi bersih dari korupsi rasanya mustahil terjadi. Sebabnya, akar masalahnya adalah Sistem Sekuler-Kapitalis. Apalagi hukuman bagi para koruptor itu bukannya diperberat, malah diringankan dengan potongan kurungan. Disisi lain, lemahnya penegak hukum telah membuat banyak kasus silih berganti. Keberadaan KPK tak mampu mengatasi masalah korupsi.

Dalam sistem Sekuler-Kapitalis hari ini, memang sangat sulit untuk menghindar dari korupsi. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan dengan tetap berikhtiar agar sistem Sekluer-Kapitalis ini segera digantikan dengan sistem Islam yang hakiki.

Islam mampu memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Dengan seperangkat aturan Islam yang diterapkan mampu memberi efek jera bagi pelaku kejahatan seperti korupsi. Mulai dari pembentukan ketakwaan, baik bagi para penguasa, pejabat, penegak hukum maupun rakyat agar senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Masyarakat dan pemimpin merasa selalu diawasi agar terhindar dari segala kemaksiatan dan takut melakukan kejahatan. Ketakwaan yang terkontrol dalam diri, membuat diri terhindar dari maksiat. Begitu pula kekuasaan, bukan untuk memperkaya diri, melainkan untuk menjalankan amanah dan meriayah sesuai tuntunan Islam.

Allah SWT, berfirman,”Janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”( QS. Al-Baqarah 2:188).

Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh ALLAH SWT. Rasullullah SAW. Bersabda, “Imam atau pemimpin adalah pemelihara urusan rakyat, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya”. ( HR. Bukhari dan Muslim)

Maka seorang pemimpin akan senantiasa berhati-hati atas apa yang dipimpinnya dan harus amanah, profesional, dan bertanggung jawab. Ketika dia menjalankan amanah akan senantiasa berupaya dengan optimal agar sesuai dengan tuntunan syariat.

Kemudian negara dalam Islam akan memberikan hukuman pidana yang mampu memberi efek jera bagi para pelaku. Fakta di lapangan, kekuasaan digunakan untuk menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunah, maka pemimpin harus menjalankannya. Jika terbukti melanggar atau tidak mengurusi dengan baik, berkhianat, atau menggunakan kedudukannya untuk superioritas. Khalifah bisa langsung mencopotnya.

Hukuman ta’zir bagi pelaku korupsi yang kemudian akan diserahkan kepada khalifah atau qadhi (hakim) dengan menyita harta, hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati sesuai tingkat kejahatannya.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *