Keserakahan Berujung Kerusakan Lingkungan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Keserakahan Berujung Kerusakan Lingkungan

Oleh Sri Nurhayati, S.Pd.I

(Pengisi Bimbingan Belajar)

 

Kerusakan lingkungan telah melanda di berbagai wilayah negeri kita tercinta. Kondisi alam yang tak asri lagi menjadi tanda kerusakan lingkungan tak terelakan lagi. Seperti, tercemarnya sungai menjadikan airnya yang jenih berubah menjadi hitam, aromanya yang menyegarkan berubah menjadi bau busuk yang menyengat.

Hal ini seperti yang terjadi pada sungai-sungai di Mimika. Sungai-sungai di sana telah rusak, karena tercemari limbah tailing, yang merupakan sisa proses pengelolaan hasil tambang PT. Freeport Indonesia. Mirisnya, limbah ini sudah mencemari sungai-sungai ini puluhan tahun, bahkan terbawa sampai ke laut.

Pencemaran ini sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat di sana. Apalagi sungai adalah tempat hidup dan penghidupan mereka. Adanya pencemaran ini telah merusak lingkungan yang menjadi tempat hidup mereka. Sungai sebagai tempat hidup mereka dalam menyediakan air bersih untuk pendukung hidup mereka telah hilang, begitu juga sebagai tempat pencaharian mereka.

Kerusakan lingkungan ini sejatinya menunjukkan bahwa ada yang salah dari tata kelola terhadap sumber daya alam (SDA) yang ada di negeri ini. Pengelolaan SDA yang sejak awal memang jauh dari koridor seharusnya. Aturan pengelolaan SDA saat ini telah menjadikan rakyat sebagai pemilik asset publik, termasuk di dalamnya barang tambang, tidak pernah merasakan manfaat yang besar dari kekayaan yang telah Allah anugerahkan. Jusrtu mereka hanya mendapatkan dampak buruk dari pengelolaan yang penuh dengan keserakahan yang melalaikan penjaga lingkungan.

Bahkan, Willem van Der Muur dari Leiden University, Belanda, membuat kajian akademik berkualitas yang memakan proses pengumpulan data primer selama dua tahun di Indonesia, menyoroti tentang hampir semua kepemilikan publik, seperti hutan, tambang dan hak tanah masyarakat sudah hilang karena dirampas oligarki dan pemilik modal.

Sementara, kondisi rakyat sangat minim dari perhatian dan prioritas pengurusan negara. Karena itu, potensi sumber daya alam yang terbaik dan berkualitas tinggi serta berlimpah, sama sekali tidak berdampak signifikan pada kondisi rakyat dan lingkungan tempat mereka hidup. Karena semua itu dikuasai oleh korporasi asing.

Buruknya pengelolaan di negeri ini, tidak lepas karena tata kelola SDA yang menggunakan konsep kapitalisme neoliberalisme telah menyebabkan asset-asset vital dan penting bagi umat telah beralih kepada korporasi dan dinikmati manfaatnya keuntungan untuk mereka.

Sedangkan, di sisi lain negara hanya hadir sebagai pembuat aturan bukan sebagai penanggung jawab dan pengurus bagi rakyat dan konsep sistem kapitalis-neoliberal ini yang menyebabkan negara-negara yang kaya dengan sumber daya alam, seperti Indonesia justru seperti mendapatkan kutukan dari kekayaannya tersebut. Karena, kekayaan yang mereka miliki menjadi rebutan antara negara-negara besar atau korporasi-korporasi raksasa. Bahkan sekadar untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat secara merata dan dengan harga yang murah, itupun sangat sulit terwujud.

Itulah muara persoalan dari pengelolaan dan pengaturan SDA ini. Lantas seperti apa seharusnya pengaturan dan pengelolaan SDA ini?

Jika kita kaji tentang pengaturan pengelolaan SDA, kita dapat melihat posisinya sebagai aset sumber daya alam dalam deposit yang melimpah. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadis Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat pada tiga hal; air, padang gembalaan dan api.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Artinya segala sesuatu yang tersedia dalam deposit yang melimpah yang diciptakan Allah, apa itu yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi, di dasar lautan dan di berbagai tempat-tempat lainnya.

Apa yang ada di bumi ini, maka Islam telah memberikan aturan yang berasal dari Allah Al Khaliq Al Mudabbir. Allah Zat yang telah menciptakan semua sumber daya alam itu, maka Allah pula yang memberikan aturan sebagai Al Mudabbir. Lantas seperti apa pengaturan SDA ini membawa manfaat bagi manusia, alam dan seisinya?

Di dalam hadis sebelumnya, dinyatakan bahwa manusia memiliki SDA bersama-sama. Sehingga hal ini harus ada yang diberikan kewenangan untuk mengatur pengelolaannya itu dan termasuk untuk pengelolaan sampai distribusinya. Sehingga membawa manfaat dan tidak menimbulkan kezaliman di tengah-tengah masyarakat.

Karena itulah, kalau kita bandingkan dengan kondisi saat ini yang pengaturannya dengan privatisasi yang berasal dari sistem kapitalis telah merampas semuanya dari rakyat. Sedangkan dalam Islam SDA ini menjadi tanggung jawab negara. Yakni negara yang menerapkan Islam secara kaffah.

Terkait pengelolaan SDA ini, jika tidak ada kebutuhan yang mendesak tidak perlu di eksploitasi besar-besaran dan habis-habisan terhadap segala macam aset SDA yang ada di bumi ini. Sedangkan dalam pengaturan pemenuhan kebutuhan, maka yang jadi prioritas utama sebagaimana penerapan kepemilikan ada pada masyarakat.

Islam sebagai aturan yang diturunkan oleh Allah Swt. adalah solusi atas seluruh persoalan manusia. Islam mengajarkan bahwa ketika memanfaatkan alam ini tidak boleh merusaknya, tetapi harus menjaganya. Jika ini dipadu dengan ilmu pengetahuan, maka akan ditemukan solusi dari perubahan iklim ini.

Karena itu, kebijakan pengelolaan SDA dalam Islam harus memenuhi syarat:

1. Dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,

2. Dapat menjaga kedaulatan dan ketahanan energi,

3. Dapat menjaga kedaulatan dan ketahanan energi,

4. Berkelanjutan,

5. Dan tidak merusak lingkungan.

Untuk mewujudkan hal itu, maka mata rantai industri tambang dari hulu hingga hilir dikuasai oleh negara. Negara akan menghapuskan kepemilikan swasta terhadap SDA yang sejatinya milik umat. Ketegasan batasan pengaturan kepemilikan umum yang ada Islam tidak ada ruang sedikit pun bagi para korporasi atau origarki politik, apalagi asing. Islam tidak memberikan sedikit pun ruang untuk mereka untuk merampas hak masyarakat umum atas semua sumber daya alam. Pengaturan yang sempurna dan adil seperti ini mustahil diterapkan dalam sistem rusak demokrasi yang sudah dikuasai para oligarki politik dan kapitalis.

Tidak ada jalan lain selain jalan Islam yang diturunkan oleh Zat Yang Maha Sempurna. Jalan ini tidak dapat ditempuh kecuali dengan langkah-langkah sistematis untuk mengembalikan kembali institusi politik Islam yang menerapkan Islam Kaffah.

Institusi inilah yang menerapkan politik ekonomi Islam untuk langsung mengatur kepemilikan umum masyarakat dan menerapkan kebaikan-kebaikan lainnya dalam sistem Islam yang lengkap dan fundamental.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *