Gas Melon Langka Lagi! Bagaimana Nasib Rakyat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Gas Melon Langka Lagi! Bagaimana Nasib Rakyat?

 

Oleh Febri Ghiyah Baitul Ilmi

Kontributor Suara Inqilabi

 

Sungguh ironi! Indonesia menjadi salah satu negeri terbesar yang memiliki cadangan gas alam di dunia, yakni sebagai urutan ke-13 secara global. Anehnya, gas melon justru langka saat ini. Akibatnya, rakyat yang menjadi tumbal. Lantas, apa penyebab langkahnya gas melon?

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi beserta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), membeberkan sejumlah modus penyebab kelangkaan LPG 3 kg. Menurutnya, penyelewengan pendistribusian LPG 3 kg, seperti kecurangan, penjualan selain wilayah penyaluran, dan tidak tepat sasaran menjadi faktor penyebab langkahnya LPG 3 kg. Akibatnya, kasus tersebut terjadi di berbagai wilayah beberapa waktu terakhir. (tempo.co, 3-8-2023)

Berdasarkan data ESDM 2022, Indonesia menjadi negeri yang memiliki cadangan gas alam terbesar se-Asia Pasifik. Di mana, potensi cadangan gas alam sebesar 142,7 triliun kaki kubik (Tfc), cadangan gas alam yang telah terbukti sebesar 100,36 Tfc dan cadangan potensial sebesar 42,36 Tfc.

Lantas, mengapa Indonesia mengalami kelangkaan gas melon, sedangkan gas alam di Indonesia melimpah?

*Penyebab Gas Melon Langka*

Adapun penyebab gas melon mengalami kelangkaan, sebagai berikut:

Pertama, liberalisasi terhadap pengelolaan gas alam. Di mana, Indonesia tak mau mengelola gas alam secara mandiri, justru menyerahkankannya pada investor asing. Alasannya, jika pengelolaan gas alam dilakukan oleh negara, maka membutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang terampil, modal yang banyak, teknologi yang canggih, dan risiko yang tinggi. Untuk itu, gas alam yang ada di Papua, Kalimantan, Sumatra Selatan dan Sulawesi dikelola oleh asing.

Akibat gas alam dikelola asing maka yang terjadi adalah adanya privatisasi terhadap gas alam. Para kapital yang telah mengeluarkan dana, pikiran, tenaga, teknologi dan risiko tinggi tidak mungkin memberikannya secara cuma-cuma tanpa mengharap keuntungan lebih. Alhasil, harga gas di Indonesia akan dikendalikan para kapitalis sebagai pengelola dan tentu saja harganya tidak akan prorakyat.

Buktinya, ESDM menetapkan skema bagi hasil baru yaitu gross split untuk kontraktor (investor) migas. Di mana, untuk gas alam, negara menerima sebesar 52% sedangkan para kontraktor sebesar 48% (dibebankan cost recovery) sebagai bayaran untuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi migas. Selain itu, pengamat migas internasional Wood Mackenzie asal Singapura tahun 2017 menjelaskan bahwa skema bagi hasil tersebut akan lebih menguntungkan kontraktor. Sebab, jika kontraktor semakin menekan cost recovery maka keuntungan lebih banyak untuk kontraktor. (financedetik.com, 24-1-2017)

Kemudian tidak cukup sampai di situ, penguasa disetir untuk mengikuti permainan para kapital. Di mana, ketika rakyat kebingungan mencari LPG 3 kg subsidi, pemerintah justru menawarkan LPG 3 kg non-subsidi dengan harga Rp56 ribu yang diklaim lebih aman. Dengan kata lain, masyarakat dipaksa membeli gas 3 kg non-subsidi. Inilah bahaya dari kapitalisasi terhadap SDA karena membuat negara hanya menjadikan rakyat sebagai objek pasar.

Kedua, carut-marutnya jalur pendistribusian. Penyelewengan pendistribusian sering disebabkan akibat adanya penimbunan LPG 3 sehingga menyebabkan kelangkaan di masyarakat. Ketika masyarakat sangat membutuhkan maka LPG 3 akan dijual melebihi harga eceran tertinggi (HET). Selain itu, akibat adanya pihak pengoplosan yang mengisi LPG 3 kg ke tabung LPG 12 kg. Lalu, menjualnya dengan harga tinggi.

Tidak heran, jika masyarakat yang hidup di dalam sistem kapitalisme berbuat kecurangan. Sebab, tujuan hidup masyarakat hanyalah materi. Di mana, masyarakat rela melakukan perbuatan haram demi mendapatkan materi.

Kemudian, penyelewengan pendistribusian lainya adalah pendistribusian ke wilayah yang bukan wilayah terkonversi minyak tanah ke LPG 3 kg. Sehingga, pengangkutannya bukan melalui kendaraan yang terdaftar di agen. Akibatnya, ketersediaan LPG 3 kg yang tidak tepat sasaran dan berujung pada kelangkaan di wilayah yang sudah menggunakan LPG 3 kg. (tempo.co, 3-8-2023)

Seperti inilah, jika hidup di sistem yang berasaskan liberal. Sehingga, memberi peluang kebebasan petugas agen melakukan sesuka hatinya tanpa memikirkan akibatnya.

Kemudian, penyelewengan lainya adalah perpindahan pengguna LPG non-subsidi menjadi pengguna LPG 3 kg subsidi. Hal ini dilihat dari kebutuhan PSO (kewajiban pelayanan publik) meningkat menjadi 4% sampai 5%. Sedangkan, kebutuhan non-PSO turun kurang lebih 10%.

Sebenarnya, baik PSO atau non-PSO memiliki hak yang sama untuk menikmati LPG 3 kg. Namun, hidup di sistem yang memisahkan antara kehidupan dengan agama, maka hak rakyat dibedakan sesuai kemampuan.

Olehnya, masalah penyelewengan pendistribusian sangat lumrah terjadi. Sebab, tidak adanya pengawasan yang cermat dan tidak adanya landasan keimanan dan ketakwaan pada individu masyarakat.

Ketiga, lemahnya regulasi hukum. Di mana pelaku penyalahgunaan LPG yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja Nomor 55 Tahun 2020 dan PP Nomor 36 Tahun 2004 hanya dihukum pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Sehingga, hukum yang ada hanya menjelaskan maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Berarti, hukuman tersebut dapat dikurangi seminimal mungkin, sebab tidak ada penjelasan mengenai batas minimal hukumannya. Alhasil, masih banyak para mafia yang tidak jera melakukan kecurangan.

Kemudian, hukum terkadang tumpul ke atas, namun tajam ke bawah. Hukum biasa hanya menyasar masyarakat biasa, namun tidak pernah menjerat para kapitalis.

Namun sayangnya, negara telah menutup mata akan hal ini, demi keuntungan segelintir orang, rakyat menjadi tumbalnya. Tidak bisa dimungkiri, jika hidup di sistem kapitalisme, hukum hanya berpihak pada kapitalis dan penguasa.

*Cengkeraman Kapitalisme*

Dari beberapa masalah yang ada, pokok masalahnya adalah diterapkannya sistem kapitalisme. Sistem ini berasaskan liberal (bebas), maka benar-benar memberikan kebebasan penuh para kapital untuk menguasai dunia.

Sebagaimana Indonesia, merupakan salah satu negara penganut sistem kapitalisme yang mengekor pada negara adidaya, seperti Amerika Serikat dan Cina. Sehingga, penguasa di Indonesia hanya sebagai kacung untuk melancarkan aksi para kapital. Oleh karena itu, penguasa Indonesia dengan mudah membuka seluas-luasnya dan mempermudah para investor untuk datang ke Indonesia untuk menanam modal dan menguasai Indonesia.

Alhasil, setelah gas alam dikuasai oleh asing maka rakyat yang menjadi tumbal. Rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan pokoknya salah satunya LPG 3 kg subsidi semakin langka. Akibatnya, rakyat mencari jalan pintas dengan melakukan kecurangan demi mendapat keuntungan.

Kemudian, hukum pun sebagian besar didesain sesuai permintaan oligarki! Sebab, para kapitalis telah berkuasa membeli hukum yang ada di Indonesia dan penguasa hanya sebagai regulator dan fasilitator. Sehingga, kebijakan-kebijakan yang ada tidak pernah memedulikan hak rakyat.

Sejak awal, kapitalisme memang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, namun untuk kepentingan para kapital. Maka sangat jelas jika penguasa hari ini hanya memikirkan kepentingan para kapital dan tidak peduli pada masyarakatnya. Inilah, buah diterapkannya sistem kapitalisme di Indonesia.

Pandangan Islam

Sudah selayaknya kita mengubah tatanan hidup bernegara menjadi lebih baik, dengan mengganti sistem kapitalisme menjadi sistem Islam. Di mana, dengan sistem Islam rakyat tidak akan dikhianati.

Di dalam Islam agar masyarakat terjamin kebutuhan pokoknya, yaitu LPG. Maka penguasa dalam Islam melakukan cara-cara sebagai berikut:

Pertama, pengelolaan gas alam. Di dalam Islam gas alam termasuk kepemilikan umum. Maka, gas alam harus dikelola terlebih dahulu oleh negara. Setelah itu, hasilnya akan didistribusikan kepada seluruh masyarakatnya dalam bentuk gas LPG siap pakai. Masyarakat menikmati gas LPG secara gratis, atau kalaupun membeli dengan harga yang sangat murah.

Kemudian, gas alam yang telah dikelola hasilnya akan di ekspor dengan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Setelah itu, keuntungan tersebut akan disimpan di baitulmal, selanjutnya di distribusikan untuk kebutuhan pokok rakyat, pendidikan, kesehatan, dll. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad) Seperti itulah, pemerintah memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya.

Kedua, distribusi dengan pengawasan yang cermat. Di dalam sistem Islam, pendistribusian gas LPG harus dilakukan dengan pengawasan yang cermat, untuk meminimalisasi terjadinya kecurangan. Kemudian, selain melakukan pengawasan, pemerintah memberikan edukasi kepada rakyat terkait keimanan dan ketakwaan ke pada Allah swt. sehingga, masyarakat memiliki kepribadian yang jujur. Alhasil, masyarakat tidak akan melakukan tindak kecurangan pengoplosan maupun penimbunan.

Selain itu, distribusi LPG akan diberikan kepada masyarakat, baik yang kaya maupun miskin. Sebab, di dalam Islam seluruh rakyat memiliki hak yang sama untuk menikmati gas LPG baik secara gratis atau dengan harga sangat murah.

Ketiga, hukum tegas dan adil. Di dalam sistem Islam, hukum yang diberikan berupa takzir berdasarkan ketentuan seorang khalifah. Kemudian, di dalam Islam hukum bersifat mencegah dan mengobati. Maka, dengan adanya hukum Islam, masyarakat sebelum melakukan tindak kecurangan maka akan berpikir kembali. Sebab, sifat hukum dalam Islam mencegah tindakan kecurangan. Kemudian, sifat selanjutnya adalah mengobati, bagi masyarakat yang melakukan tindakan kecurangan akan dihukum dengan tegas agar tidak melakukan kembali.

Kemudian, hukum yang adil. Di mana, hukum tidak hanya berlaku untuk masyarakat Indonesia yang melakukan kecurangan. Namun, hukum berlaku bagi para investor yang merampas kekayaan Indonesia beserta antek-anteknya. Maka, tidak akan ada para kapital yang menguasai Indonesia beserta antek-anteknya. Seperti itulah, seorang khalifah memberikan hukum yang tegas dan adil. Demikian, cara seorang khalifah memenuhi kebutuhan pokok gas LPG masyarakatnya, sehingga tidak akan terjadi kelangkaan sebagaimana kondisi saat ini.

Wallahu’alam bishshawaab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *