Antara Olahraga, Kepentingan Ekonomi dan Bela Palestina

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Antara Olahraga, Kepentingan Ekonomi dan Bela Palestina

Oleh Aisyah Humaira

(Aktivis Muslimah)

 

Beberapa pekan terakhir masyarakat Indonesia dihebohkan oleh serangan pemikiran dari 2 kubu yakni kubu pro dan kubu kontra menghadapi isu kedatangan timnas dari Israel sebagai timnas yang juga berhasil lolos dan tergabung dalam ajang piala dunia U-2O yang rencananya akan dilaksanakan di Indonesia. Adanya kontrovesial akan kehadiran timnas dari Israel di Indonesia tidak terlepas dari kesadaran sebagian besar masyarakat akan betapa kejinya Israel sebagai negara penjajah terhadap saudara seiman mereka di Palestina sehingga masyarakat merasa sangat tidak layak jika Israel diizinkan menginjakkan kakinya di negeri mayoritas muslim ini. Karenanya, masyarakat yang tergabung dalam pihak kontra ini mengecam agar pemerintah tidak mengizinkan.

Namun akibat kegerlapan dunia hobi dalam sepak bola menutup mata pihak masyarakat yang pro dari bersikap teguh menolak penjajah tersebut. Bahkan ada dari mereka yang berdalih bahwa sepak bola tidak ada kaitannya dengan politik sehingga tidak sedikit yang bersedih dan mengatakan sangat disayangkan jika sepak bola tidak terlaksana hanya karena masalah palestina. Subhanallah, luka yang menyayat hati mendapati duka yang dialami saudaranya dipalestina malah digadaikan dengan dunianya. Lantas bagaimana sikap kita seharusnya sebagai seorang muslim dalam menyikapi Israel? Mari kita kaji.

Alhamdulillahnya, melansir dari CNBC Indonesia (27/03/23) Akhirnya Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) membatalkan drawing Piala Dunia U-20 2023 di Denpasar, Bali, yang akan digelar pada 31-3-2023. Pembatalan disebabkan adanya penolakan masyarakat Indonesia terhadap tim nasional (Timnas) Israel yang ikut menjadi peserta. Diketahui karena begitu banyak elemen masyarakat Indonesia yang menolak kehadiran Timnas Israel mulai dari MUI, ormas Islam, hingga para pejabat, seperti Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Mirisnya, sebagaimana yang dilansir dari CNN Indonesia (27-3-2023).sikap pemerintah sendiri sebelum menghadapi keputusan pembatalan oleh FIFA bersikukuh agar Timnas Israel bisa bermain di Indonesia. Alasannya, olahraga harus dipisahkan dari politik. Ketua Umum PSSI saat itu, Mochamad Iriawan menyatakan Israel bisa bermain di Indonesia karena ada jaminan dari pemerintah.“Soal Israel, saya rasa sudah ada kesepakatan dengan pemerintah pada tahun 2021 lalu. Siapa pun yang datang, bisa bermain. Israel tetap kami akomodasi,” tegas Iriawan (26/06/2022).

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) saat itu, Zainudin Amali mengamini pernyataan Iriawan. Menpora meminta masyarakat Indonesia untuk memisahkan urusan politik dengan olahraga.“Sudah kami bahas sejak 2019. Semua negara yang lolos menjadi peserta Piala Dunia U-20 tahun 2023, jadi dipersilakan untuk bermain. Pasti pihak keamanan kita akan memberikan rasa aman,” kata Zainudin. (cnbcindonesia, 27/03/2023).

Memang pernyataan pemerintah bahwa politik harus dipisahkan dari olahraga seolah merupakan pernyataan bijak. Namun nyatanya, selama ini urusan olahraga juga tidak steril dari politik. Contoh, sikap FIFA dan UEFA yang melarang tim Rusia berlaga karena invasi negara tersebut ke Ukraina. Dua organisasi sebak bola tersebut memutuskan semua tim asal Rusia, baik timnas maupun klub, akan dilarang berpartisipasi dalam kompetisi di bawah naungan FIFA dan UEFA hingga ada pemberitahuan lebih lanjut.

Fakta ini menujukan adanya ketidakkonsistenan FIFA dalam perkara mensterilkan sepak bola dari politik. Bagaimana tidak? Jika FIFA konsisten untuk memisahkan politik dari olahraga, maka seharusnya FIFA tidak melarang pemain Rusia untuk bertanding. Selain itu FIFA diketahui bahkan menerapkan standar ganda. Faktanya jika ada pemain yang menyuarakan dukungan pada Ukraina, FIFA tidak memberikan sanksi. Namun, ketika sejumlah pemain atau klub menyuarakan dukungan pada Palestina, sejumlah sanksi yang diberikan. Nah, jika FIFA sendiri bersikap tidak konsisten dan justru menerapkan standar ganda, bagaimana mungkin Indonesia dimintai konsisten memisahkan olahraga dan politik?

Penolakan yang meluas terhadap Timnas Israel menunjukkan solidaritas masyarakat Indonesia terhadap saudara muslimnya di Palestina. Selama ini, masyarakat juga banyak memberikan dukungan pada perjuangan Palestina melawan penjajahan Israel, baik dengan donasi, sukarelawan, opini, maupun doa. Tindakan masyarakat Indonesia menolak Timnas Israel patut diacungi jempol. Namun, sebaiknya, dukungan terhadap Palestina tidak berhenti sebatas aksi solidaritas. Hendaknya dukungan terhadap Palestina bersifat riil untuk menghentikan penjajahan Israel atas bumi Palestina.

Memang ada dampaknya secara ekonomi jika Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Para pemain, wasit, klub, dan pihak-pihak yang terlibat bisa kehilangan pencaharian. Selain itu, hotel dan pariwisata juga akan terdampak. Namun, semua itu tidak sebanding dengan kejahatan yang Israel lakukan terhadap Palestina. Kita tentu tidak tega untuk bersikap manis dengan penjajah yang telah membunuh, melukai, melecehkan, dan mengusir saudara muslim kita di Palestina. So, dukungan terhadap Palestina akan terus kita gaungkan hingga Negeri Syam ini terbebas dari penjajahan Israel.

Israel, dalam sejarahnya, adalah bangsa yang ditolak di mana pun ia berada karena selalu berbuat kerusakan. Dahulu, kaum Yahudi ditolak di Eropa hingga mereka diusir dari benua biru tersebut dalam kondisi yang mengenaskan. Kaum Yahudi lantas menuju wilayah Palestina dan diterima dengan baik, bahkan diizinkan tinggal di Palestina.

Namun, ibarat air susu dibalas air tuba, kebaikan kaum muslim Palestina malah dibalas dengan pengkhianatan dan kejahatan oleh Israel. Mereka menduduki bumi Palestina, membunuh dan mengusir penduduknya, membombardir fasilitas umum, seperti rumah sakit dan sekolah, dan aneka kejahatan lainnya yang kekejamannya tidak terperikan. Oleh karenanya, sikap kita terhadap kejahatan Israel tidak cukup dengan menolak timnas mereka di Indonesia, melainkan juga menolak eksistensi Israel di Palestina. Israel harus hengkang dari tanah Palestina.

Tentu saja untuk mewujudakan ini tidak mudah sehingga tidak bisa hanya dengan diplomasi dan solidaritas semata. Kita butuh tindak nyata dalam kekuatan utuh dan penuh untuk mengusir mereka, tepatnya dengan mengutus pasukan tentara. Sedihnya, untuk saat ini akan sangat sulit dilakukan mengingat kita terhimpun dalam naungan sistem yang menjadikan kita dan muslim lainya yang ada di berbagai penjuru tidak dapat bersatu dalam melawan dan mengusir kaum kafir penjajah yakni Israel.

Sistem sekuler saat ini yang dalam penenrapannya memisahkan aturan agama dari kehidupan dengan berbagai agendanya berhasil meninabobokan banyak muslim di dunia dari kesadarannya akan dirinya sebagai seorang hamba Allah sekaligus khalifah di dunia. Setiap harinya mereka disibukkan dengan sajian informasi, baik tontonan, bacaan maupun tayangan yang menjauhkan dirinya dari ketaatan sehingga tidak sedikit dari mereka yang bahkan bersikap biasa saja tatkala mengetahui saudara seimannya di Palestina kerap diberlakukan sedemikian rupa kejinya oleh Israel.

Banyak masyarakat muslim lainnya yang bahkan tidak tahu sama sekali. Jikapun tahu tidak sedikit beranggapan itu masalah mereka yang tidak ada kaitannya dengan negara kita. Jikapun ada yang menyadari semua hanya bisa bersedih namun tak mampu menyolusi karena sistem yang membatasi. Astagafirullah, padahal sikap kita sebagai seorang muslim tatkala mengetahui saudara semuslim lainya tersakiti kata Rasulullah ibarat anggota tubuh yang satu dalam merespon kesakitan yang dialami anggota tubuh lainya. Jadi tidak akan berhenti tanpa mencari dan memperjuangkan solusi untuk mengobati.

Untuk itulah, persatuan umat ini wajar dan pantas diperjuangkan hingga terbentuk dalam suatu sistem Islam yang sebab dengannya kita menjadi kuat melampaui kekuatan Israel yang mendapatkan dukungan dari AS. Itulah Khilafah, sistem yang punya pandangan ideologis bahwa setiap penjajahan harus dihilangkan, apalagi penjajahan terhadap umat Islam. Dengan adanya seruan jihad akbar oleh Khalifah pada seluruh tentara, InshaAllah persekutuan AS dengan Israel tidak akan mampu bertahan.

Ya, hanya Khilafah solusinya. Khilafah satu-satunya yang mampu menggerakkan tentara muslim sedunia untuk mengusir Israel dari Bumi Palestina yang mulia. Ini karena Khilafah adalah junnah (perisai) yang melindungi umat Islam. Sabda Rasulullah saw.,

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sepanjang rentang peradaban Islam, Khilafah telah membebaskan Palestina. Pembebasan tersebut terjadi sejak masa Khalifah Umar bin Khaththab hingga Kekhalifahan Utsmaniyah. Selama itu, bumi Palestina senantiasa damai. Mari kita berdoa dan berkontribusi untuk kembali membangun peradaban yang mulia ini.

YAKIN BAHWA JANJI ALLAH ITU PASTI.

Wallahu’alam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *