Tanpa khilafah, India dalam Nestapa

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Devi Rahma Dona (Mahasiswa pegiat opini ideologis Lubuklinggau)

“Orang-orang meneriakkan slogan-slogan Jai Shri Ram [‘Salam Kepada Srr Rama] dan mengatakan’ tinggalkan rumah ini – kita akan membakarnya ‘,” kata Yasmin, suaranya bergetar dengan emosi.

“Mereka dibunuh karena mereka Muslim. Mereka diserang karena mereka Muslim, ”

“Suasana ‘horor’ ini seakan  mengikuti permusuhan terus-menerus antara mayoritas Hindu India dan minoritas Muslimnya. Ini makin intens terjadi semenjak  Narendra Modi yang berkuasa menjadi perdana menteri India yang berasal dari, Bharatiya Janata Party, kata para analis.

Memang ketegangan sektarian telah meningkat sejak Desember lalu ketika pemerintah Narendra Modi mengamandemen undang-undang kewarganegaraan negara India. Dalam undang-undang itu  dimasukkan kriteria agama untuk pertama kalinya dan memberi umat Hindu dan pengikut agama Asia Selatan lainnya lebih diprioritaskan daripada Muslim. Selain itu pertumpahan darah akibat penyerangan umat Hindu kepada Muslim ini bertepatan dengan kunjungan Donald Trump ke India.

Kemarin tepat 96 th ketiadaan khilafah menjadi perisai umat, sejak diruntuhkannya pada 3 Maret 1924 oleh Mustafa Kemal Attaturk. Khilafah yang agung merupakan tuntunan dari Yang Maha Agung dirubah menjadi republik, mencampakkan aturan Allah swt dan menggantinya dengan undang-undang buatan manusia.

Dimana wahai kalian pemuda Islam masa kini

Terasing demi kebenaran hakiki

Saat muslim india terporak poranda kebengisan mayoritas hindustan tak manusiawi

Dimana jiwa pasukan badar berani yang dulu menoreh nama mulia perkasa abadi

Apakah hilang ditelan bumi bersama masa yg terus berganti?

Umat melolong digelap kelam, bahkan di seluruh pelosok negeri, muslim uyghur, yaman, syria, palestina, dll menunggu datangnya bala bantuan dari siksaan kekejaman tak berkesudahan
Tiada pelita penyinar terang, penunjuk jalan kini membungkam, asyik dengan pencapaian masing-masing, ditelan keegoisan.

Lalu kapankah fajar kan datang ?

Saat kaum muslim menyadari sistem kapitalis sekuleris demokrasi selama inilah yang menyekat persatuan dan membuat kaum muslim dijarah dengan mudah, baik dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, pergaulan semuanya dijajah dijejali dengan mantra-mantra syirik demokrasi, seakan kita tak punya petujuk dalam menjalani aturan hidup ini.

Mengapa kau patahkan pedangmu ?

Hinggau musuh mampu membobol bentengmu

Menjarah, menindas, dan menyiksa

Dan kita hanya diam sekedar terpana
Sampai kapan hai saudara ?

Sampai kekejaman, kedzaliman merengkuk negeri kita ?

Bukankah sudah kita rasakan bersama, hanya saja peluru, bom memang belum terdengar membabi buta seperti halnya negeri muslim saudara-saudara kita
Ini hanya potret kecil bukti bahwa demokrasi tak pernah berdamai dengan Islam

Bagaimana tidak, karena asasnya adalah sekuler yang tak pernah sudi memberi peran pada agama untuk mengatur kehidupan.

Bangkitkan negeri, lahirkan generasi, pemuda harapan, tumbangkan kedzaliman

Sejarah mencatat bahwa dunia damai dalam dekapan persatuan Islam.

Bukan isapan jempol bahwa syariatNya adalah sebaik-baik aturan untuk memayungi segala perihal di muka bumi yang Ia ciptakan

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Ma’idah : 50)

Wajah dunia Islam kini memburam

Cerahkan dengan darahmu

Panji Islam telah lama terkulai

Menanti bangkit kepalmu

Allahu Akbar!!!

Saatnya kita kembali pada Rabb Semesta Alam

Bukan, bukan ibadah semata, tapi seluruh urusan kehidupan, Islam punya solusinya sebagai agama yang ideologis
Penunjuk jalan yang memuaskan akal lagu menentramkan hati

Dimana jiwa pasukan berani?

Terasing demi kebenaran hakiki

Dimana jiwa pasukan berani?

Menoreh nama mulia perkasa abadi

Bukan, ini bukan puisi atau sekedar opini

Tapi jeritan hati seorang muslim yang peduli nasib saudara sendiri

Bukankah benar adanya kita adalah “satu tubuh”

Saat ada anggota tubuh yang sakit, maka bagian yang lain ikut merasakan sakitnya.

Semoga kita tidak lupa bahwa kelak Allah akan bertanya “kemana kita, apa yang kita lakukan saat mereka dihabisi secara kejam dengan atau tanpa perlawanan”

Dengan apa kelak kita berhujjah ?
Wa Allahu ‘alam bishawwab
Salam ukhwah
Saudarimu.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *