Skripsi Dihapus, Solusi Dinamis Dunia Kampus

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Skripsi Dihapus, Solusi Dinamis Dunia Kampus

Eni Oktaviani, SE.

Kontributor Suara Inqilabi

 

Munculnya peraturan baru mengenai penghapusan skripsi bagi mahasiswa menuai beragam respon. Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna berpendapat, kehidupan itu dinamis dunia pendidikan juga akan ikut dinamis seiring dengan perkembangan zaman, saya yakin itu sudah dilakukan riset atau penelitian apapun, yang pasti bukan dimaksudkan untuk menurunkan standar kelulusan atau kualitas para alumninya”. Ia menambahkan prinsipnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung harus selalu menyesuaikan diri dengan kebijakan yang sedang direncanakan, ujar Ema, Rabu 30 Agustus 2023 di Pendopo Kota Bandung.

Rektor Universitas Terbuka, Ojat Darojat menyebutkan peraturan Menteri Pendidikan nomor 53 tahun 2023, “Justru memberikan ruang bagi seluruh perguruan tinggi untuk membuat inovasi dan kreativitas supaya capaian pembelajaran bisa tercapai sesuai dengan skema dan tujuan masing-masing kampus”. Sebab menurutnya, dengan aturan lama, perguruan tinggi memberikan ruang-ruang yang sempit bagi mahasiswa untuk melakukan inovasi. Hal itu dibatasi dengan cara dan ketentuan yang cukup membelenggu. “Melalui peraturan yang baru, kampus memiliki otonomi yang lebih luas, untuk mencari cara kompetensi yang sudah ditentukan, sehingga bisa tercapai dengan skema yang berbeda-beda,” tuturnya (News Bandung.go.id).

Namun sejatinya kebijakan ini hanya melanjutkan proses yang telah dilalui oleh perguruan tinggi hingga menjadi PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) sebagaimana pada UU 12/2012 dalam fleksibilitas pengelolaan keuangannya. Baik itu bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang dianggarkan dari APBN, maupun memperoleh dana dari masyarakat, sebagai peningkatan mutu Tridharma Perguruan Tinggi.

Hal ini semakin membuka akses lebar pihak swasta/korporasi, maupun kapitalis asing/lokal sebagai penyedia dana untuk masuk dalam ranah kampus. Konsep inilah yang berpeluang masuk dalam terminologi “penerimaan yang berasal dari masyarakat”. Swasta yang hadir sebagai lembaga yang memfasilitasi berbagai kebutuhan inovasi, tentu saja bertujuan untuk meraih profit sebesar – besarnya. Inilah yang membuat kapitalisasi ilmu pengetahuan disetir kekuatan bisnis global sehingga mengendalikan arah kerja akademik perguruan tinggi di Indonesia menjadi tidak lain buruh/budak kapitalis.

Arah pandang maupun kurikulum perguruan tinggi menjadi dipengaruhi kemauan pemilik modal, berbagai kepentingan sains yang seharusnya dapat hadir memperbaiki kehidupan masyarakat, bertengger pada laman berbayar yang sulit untuk di akses oleh seluruh masyarakat pada umumnya.

Berarti, kebijakan baru ini hanyalah memindahkan kapitalisasi pendidikan tinggi dari satu pihak ke pihak lainnya, yang sejatinya sama-sama swasta. Fleksibilitas kampus perihal penetapan standar kelulusan mahasiswanya atas nama otonomi kampus, merupakan dalih atas liberalisasi perguruan tinggi, yang semakin menegaskan berlepas tangannya pemerintah dalam mengelola pendidikan tinggi bagi rakyatnya, baik itu dari sisi pendanaan maupun kurikulum.

Berbeda dengan pendidikan tinggi di masa penerapan Islam, dimana pendidikan yang ada dapat mampu melejitkan potensi anak dan generasi muda sebaik dan setinggi mungkin, menghasilkan generasi emas dan peradaban emas, karena regulasinya berasal dari Allah SWT. Sehingga memiliki visi dan tujuan pendidikan yang mulia dan memuliakan , kehadiran pendidikan tinggi dalam Islam dapat menjadi upaya praktis hadirnya solusi problem vital di tengah umat dan dapat menjadi langkah untuk dapat terpenuhinya berbagai kebutuhan masyarakat karena kekayaan Ilmu yang luar biasa. Sebagaimana firman Allah Taala, “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allahlah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan, bagi mereka azab yang keras dan rencana jahat mereka akan hancur.” (QS Fathir [35]: 10).

Strategi inilah yang menjadikan pendidikan tinggi dalam kehidupan Islam menghantarkan siapa saja peserta didik akan memiliki kepribadian (syakhsiyah) Islam yang mampu menjadi pemimpin , mujtahid intelektual dan fuqaha (ahli hukum) . Menghasilkan gugus / satuan tugas yang mampu melayani kepentingan vital umat, dan membuat gambaran jangka pendek maupun panjang dalam mengamankan kebutuhan sehari-hari umat berupa air, makanan, akomodasi, keamanan , dan pelayanan kesehatan secara praktis, teoritis dan cakap. Semisal dalam inovasi memajukan sarana dan model dalam lapangan pertanian dan air.

Dengan budaya Islam sebagai pelayan problem vital yang terus menerus diajarkan dan ditanamkan pada mahasiswa, menghasilkan vitalitas dan fokus terhadap pikiran dan perasaan umat, hingga umat secara eksklusif berkembang, dan mengimplementasikannya dalam kehidupan untuk memelihara dan membawa Islam dengan kebenaran.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua tipe orang yang jika mereka benar maka masyarakat akan benar, dan jika keduanya berlaku curang masyarakatpun akan curang, yaitu para ulama dan penguasa”. (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah).

Inilah menjadi penting keberadaan para ulama dan penguasa yang benar di tengah umat yang hanya bisa ada dalam kondisi kehidupan Islam dalam Sistem Khilafah Islamiyah.

Wallahu’alam bishshawwab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *