Kisruh PPDB, Bukti Potret Buram Pendidikan Sekuler Kapitalis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kisruh PPDB, Bukti Potret Buram Pendidikan Sekuler Kapitalis

 

Oleh. Siti Juni Mastiah, SE

(Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)

 

Awal mula masuk tahun ajaran baru, banyak terjadi kecurangan di dunia pendidikan. Mulai dari titipan, jual beli kursi, sampai memanipulasi data agar bisa lulus zonasi. Inilah potret buram dunia pendidikan yang berada di bawah payung sekuler kapitalis. Tak pernah terbelesit bahwa hal tersebut adalah kebatilan yang akan dimintai pertanggung jawaban.

Dari laman tempo.co (13/07/2023), berbagai modus dilakukan agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit melalui jalur donasi. Berdasarkan catatan Tempo, praktik curang ini terjadi di sejumlah daerah mulai dari Bogor, Bekasi, hingga Kepulauan Riau. Catatan tersebut dirangkum mulai dari jual beli kursi di Karawang dan Bengkulu, pungutan liar di Karawang, domisili yang tidak sesuai KK di Bogor, manipulasi data KK di Bogor, Bekasi dan Pekanbaru, hingga titipan para pejabat untuk bisa masuk sekolah tertentu di Kepulauan Riau.

Tidak hanya terjadi di daerah yang disebutkan itu saja. Melihat fakta yang telah penulis teliti ternyata praktik kecurangan PPDB tahun ajaran 2023/2024 ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke. Inilah akibat dari ketidakmerataan fasilitas pendidikan, serta kesalah pahaman dalam menetapkan kebijakan. Bukti carut marut dunia pendidikan yang diurus oleh negara pengadopsi “sepilis” (sekuler kapitalis liberalis).

Dari laman Kompas.TV.Com (18/07/2023) disebutkan ada empat penyebab kekisruhan PPDB 2023/2024, diantaranya :

1. Pembagian zona terlalu ketat. Menurut penasihat di Paramadina Institute for Education Reform (PIER) Universitas Paramadina, Muhammad Abduhzain, pembagian zona terlalu ketat karena hanya didasarkan pada jarak. Ia menilai, seharusnya perhitungan zona juga memasukkan jumlah sekolah dalam satu kecamatan atau kelurahan, kemudian dibandingkan dengan jumlah calon peserta didik baru.

2. Mutu pendidikan masih belum merata. Hal inilah mengakibatkan orang tua melakukan berbagai cara agar anaknya lolos di sekolah favorit lewat jalur zonasi, terutama bagi yang mempunyai akses ke otoritas.

3. Stereotipe soal sekolah favorit. Anggapan dari masyarakat terkait sejumlah sekolah yang lebih unggul dibandingkan yang lain.

4. Pembangunan yang tidak merata. Kekisruhan yang terjadi seperti salah satunya di Jawa Barat, membuat Gubernur Ridwan Kamil menjatuhkan sanksi tegas bagi 4.791 calon siswa tingkat SMA, SMK, dan SLB. Ribuan calon siswa itu ditolak dalam PPDB 2023 karena dinilai melakukan kecurangan, seperti dalam mendaftar dengan cara-cara yang ilegal, yakni memanipulasi Kartu Keluarga (KK) dengan mengganti domisili.

Sengkarut sistem PPDB di negeri ini sejatinya tidak lepas dari tata kelola pendidikan yang masih berada di bawah sistem pendidikan sekuler kapitalis. Inilah akar persoalan sesungguhnya, karena sistem ini menempatkan negara sebagai regulator bukan pengurus rakyat. Selain itu juga dalam sistem ini pendidikan legal untuk dikomersialkan. Pihak swasta diberikan jalan untuk terlibat aktif dalam pendidikan.

Pemerintah memandang bahwa kurangnya daya tampung pendidikan yang disediakan oleh negara mengharuskan negara bermitra dengan pihak swasta. Padahal dalam sistem kapitalis, pendidikan menjadi ajang bisnis untuk meraup keuntungan, dan negara pun berlepas tangan dari bertanggung jawab menyediakan dan memfasilitasi pendidikan secara merata.

Berbeda dengan sistem Islam, yang menjadikan pemimpin bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya, terlebih pendidikan menjadi kebutuhan dasar rakyatnya yang wajib terpenuhi. Dalam Islam negara bertanggungjawab penuh atas penyediaan sarana dan prasarana secara merata, baik terkait gedung sekolah hingga perlengkapannya, guru yang kompeten, kurikulum yang sohih, serta konsep tata kelola sekolahnya.

Pihak swasta tidak dilarang berkontribusi dalam bidang pendidikan, namun keberadaannya tidak sampai mengambil alih peran negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya. Terkait anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan, negara Islam mengaturnya secara terpusat. Seluruh biaya pendidikan berasal dari Baitul Mal (Kas Negara) yang diambil dari harta milik negara berupa fa’i dan kharaj, serta dari harta kepemilikan umum.

Dengan mekanisme tersebut negara mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan rakyatnya secara merata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tata kelola yang baik dari negara secara kualitas dan kuantitas akan menjadikan keberlangsungan pendidikan berjalan dengan khidmat tanpa kisruh, dan capaian pendidikan benar-benar optimal untuk membangun peradaban yang gemilang.

Negara Islam dalam mengurusi pemenuhan kebutuhan rakyatnya berpegang pada tiga prinsip, yakni kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusi. Sehingga dengan prinsip tersebut, kerumitan saat mendaftar sekolah sangat bisa diminimalisasi. Hanya sistem pendidikan yang diatur dengan Islam sajalah yang mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mudah di akses seluruh warga negaranya tanpa diskriminasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *