Wariskan Utang Negara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Eva Vitariani (Mahasiswi STKIP Siliwangi Jurusan Penmas)

 

Salah satu keputusan yang bisa berdampak pada keuangan ialah keputusan untuk berhutang. Utang merupakan dana yang digunakan dari pihak lain untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, atau tujuan keuangan.

Saat ini utang negara kita terus bertambah di tengah pandemi Covid-19. Hingga April, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang mencapai Rp 6.527,29 triliun. Angka ini diperkirakan terus bertambah hingga akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan bahwa utang badan usaha milik negara (BUMN) perbankan dan non perbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai Rp 2.143 triliun.

Dengan bertambahnya beban utang saat ini tentunya akan menjadi beban besar bagi generasi mendatang.

Ini bukan hal baru dalam sistem kapitalisme saat ini. Utang luar negeri dijadikan sebagai jurus andalan demi masuknya pendapatan keuangan negara. Dilihat sebatas aspek materiil, maka setiap kesempatan harus dimanfaatkan untuk meraup pundi pundi uang.

Utang Luar Negeri: Jalan Penjajahan Barat

Sejatinya skema utang luar negeri merupakan jalan untuk memuluskan agenda penjajahan barat terhadap negara dunia ketiga (termasuk di antaranya negeri-negeri Muslim). Utang luar negeri digelontorkan untuk menjerat negara peminjam agar bisa tunduk pada aturan dari negara yang meminjamkan. Utang luar negeri jelas berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri mayoritas muslim, membuat umat menderita, dan merupakan jalan untuk menjajah suatu negara. Utang jangka pendek akan menghancurkan mata uang negara pengutang dengan membuat kekacauan moneter. Utang jangka panjang (long term debt) mengakibatkan APBN menjadi kacau, karena utang yang menumpuk harus dilunasi dengan berbagai aset negara pengutang. Akhirnya, negara kreditur memiliki berbagai aset pada negara pengutang dan bisa mengintervensi dan mendominasi negara pengutang. Beberapa Lembaga Rentenir Internasional antara lain International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia.

Tidak hanya itu, seperti kita ketahui untuk menutupi utang-utang tersebut, negara kemudian menaikkan pajak kepada rakyatnya sendiri dan akhirnya rakyat dikenai pajak di semua sektor.

Pandangan Islam terhadap Utang Luar Negeri

Melakukan pinjaman kepada negara asing (baca: negara Barat penjajah) merupakan hal yang keliru dan tidak dibenarkan di dalam Syariah. Ketetapan syariat Islam terkait hal tersebut, dapat dilihat sebagai berikut:

Pertama : karena pada utang-utang tersebut disertai dengan bunga atau disertai dengan syarat yang mengikat, padahal berhutang yang disertai bunga hukumnya haram baik untuk individu maupun negara karena termasuk riba.

Orang yang melakukan riba, dan terus mengulanginya setelah peringatan Allah disampaikan kepadanya, maka akan kekal di neraka sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 275, yang artinya:
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Kedua : Utang luar negeri ini merupakan ancaman serius bagi negeri Islam, karena berhutang ke luar negeri juga bisa menjadi jalan kaum kafir untuk mencengkeramkan hegemoni mereka atas kaum muslim. Melalui utang luar negeri membuka peluang bagi mereka untuk bisa menempatkan para bonekanya menjadi penguasa di negeri yang hendak mereka jajah secara politik dan ekonomi.

Karena itu untuk melepaskan dari utang yaitu berhenti mengambil skema utang luar negeri sebagai salah satu pos pendapatan negera dan melakukan revolusi sistem keuangan negara.

Sistem keuangan negara berdasarkan syariat Islam disebut Baitulmal. Dalam kitab Al Amwal, karya Abdul Qadim Zallum, dijelaskan bahwa ada tiga pos pendapatan yang sangat besar. Bukan bersumber dari pajak dan juga utang sebagaimana kondisi keuangan negara kapitalis liberal.

Pertama, Bagian Fa’i dan Kharaj. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsip-arsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong fa’i bagi seluruh kaum muslim, dan pemasukan dari sektor pajak (dharibah) yang diwajibkan bagi kaum muslim tatkala sumber-sumber pemasukan baitulmal tidak mencukupi.

Kedua, Bagian Pemilikan umum. Seperti sumber daya alam yang melimpah digolongkan menjadi kepemilikan umum, bukan milik negara. Negara tidak boleh memberikannya pada asing atau privatisasi. Negara hanya berhak mengelola dan hasilnya diperuntukan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Bisa dalam bentuk biaya kesehatan, biaya pendidikan, dll.

Ketiga, Bagian Sedekah. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan harta-harta zakat seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing. Pos ini hanya didistribusikan pada delapan asnaf sesuai firman Allah SWT. Skema pembiayaan ini menjadikan kas negara, yaitu baitulmal menjadi relatif stabil dan tidak mudah defisit.

Sejarah gemilang ditorehkan Khalifah di masa Daulah Abbasiyah Harun Arrasyid. Telah tersohor suasana negara di bawah kekuasaan Khalifah Harun Ar-Rasyid begitu aman dan damai.

Kesejahteraan rakyatnya begitu terasa, hingga sangat sulit mencari orang yang diberikan zakat, infak, dan sedekah. APBN selalu surplus, hingga satu riwayat mengatakan surplusnya di atas 900 dinar.

Sungguh, apabila negeri ini membebaskkan dirinya dari jeratan ekonomi kapitalisme liberal, membuang solusi utang atas skema pembiayaan pembangunannya, lalu beralih menggunakan sistem keuangan Islam baitul maal yang telah terbukti kuat dan stabil, Insya Allah, negeri ini akan terbebas dari setiran asing yang berujung pada mendzalimi rakyat. Wallahu a’lam bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *